Agus Mualif : Konflik Klasik Antara Kekuasaan Versus Penganjur Kesalihan (bagian ke empat)

Oleh : Agus Mualif Roehadi

Bani Umayyah selalu mengawasi aktifitas dakwah dan mengajar para oran salih. Para pendakwah kebanyakan menjauh dari kota Madinah, Mekkah, Kuffah dan Damascus.

Pembunuhan Husein secara tragis juga mengilhami munculnya filsafat tentang tentang perbuatan dosa sehingga dari pemikiran ini kemudian berkembang menjadi aliran ibadiyah, jabariyah dan qadariyah.

Pengawasan ketat diarahkan khusus pada aktifitas Ali Zaenal Abidin ibn Husein ibn Ali. Tekanan pada Ali Zaenal justru malah mendorong semakin besarnya kelompok pendukung Syi’ah yang terus meluas secara diam diam dengan menggunakan teknik kamuflase. Bahkan dalam mengajar pun Ali Zaenal harus menggunakan teknik kamuflase. Dengan teknik itu, pendukung Syi’ah dapat berkolaborasi dengan pemberontak di Hijazz dan khurassan serta berkolaborasi dengan para pedagang jaringan bani Abbas yang punya hubungan baik dengan penguasa penguasa lokal di hijaz dan wilayah timur.

Disisi lain, khalifah membutuhkan dukungan para imam untuk rekruitmen pasukan muslim dan membutuhkan banyak da’i untuk penyebaran dakwah ke seluruh wilayah imperium untuk mengembangkan ajaran Islam dalam rangka memperkokoh imperium muslim. Sedang rektuitmen da’i justru diperoleh dari murid murid para orang salih yang kemudian disebut dengan panggilan imam. Panggilan itu, mengisyaratkan para orang salih ini memang telah diakui sebagai pemimpin atau guru kaum muslim yang mempunyai banyak pengikut.

Tentu ini menjadi hubungan yang rumit antara penguasa dengan orang orang yang harus diawasi dan dikendalikan.

Negeri muslim pada masa bani Ummayyah mengalami kondisi yang hampir sama dengan kondisi imperium roma dan bizantium pada masa negeri itu berhadap hadapan dengan kaum muslim yang dipimpin khalifah Umar ibn Khathab.

Saat itu, hubungan kekuasaan imperium dengan para imam kristen sangat buruk. Kekuatan negeri imperium roma dan bizantium sangat dipengaruhi oleh dukungan kaum Kristen yang menjadi mayoritas penduduknya. Saat itu, terjadi banyak pertentangan dan benturan antara aliran diophysites dengan aliran monophysites. Aliran diophysites menganggap aliran monophysites sebagai aliran sesat yang banyak menerapkan ajaran bid’ah. Pertentangan aliran Kristen bahkan memasuki relung relung ruang istana roma dan konstantinopel. Negeri negeri jajahan roma di bagian timur wilayah imperium yang mayoritas beraliran monophysites dijajah bangsa bangsa dari wilayah imperium roma yang beraliran diophysites. Kaisar imperium roma yang beraliran diophysites bahkan menikmati situasi itu sehingga muncul kerengangan dengan bizantium yang berada di garis depan, yang membawahi wilayah timur yang sedang berhadapan dengan negara yang baru saja terbentuk yaitu negeri muslim. Suatu negeri yang meskipun jauh lebih kecil dan sebelumnya tidak terdengar kekuatannya, dengan jumlah pasukan militer jauh lebih kecil dan kemampuan alat perang yang jauh lebih sederhana, pengalaman tempur kurang namun mempunyai spirit adi duniawi, gembira bila menemui kematian dalam perang karena menjadi jalan masuk surga dan sangat solid.

Pada akhirnya, ketika pasukan imperium roma dan bizantium berperang menghadapi pasukan dakwah muslim, meskipun jumlah pasukan imperium roma 2 sampai 3 kali lipat dibanding pasukan muslim dan peralatan militernya lebih canggih, harus mengalami pahitnya kelalahan. Pasukan imperium yang berasal dari beberapa bangsa dengan keyakinan aliran agama yang saling bermusuhan sudah retak sebelum bertempur, dimana ditengah pertempuran sering terjadi desersi, dan bertempur di wilayah bangsa yang sedang dijajahnya dengan penduduknya memeluk aliran agama yang berbeda. Penduduk justru lebih percaya kepada kaum muslim yang dibanyak tempat dimana kaum muslim bisa berdakwah, kaum muslim tidak pernah memaksa penduduk setempat untuk memeluk agama Islam. Penduduk wilayah timur imperium roma justru membantu pasukan dakwah muslim karena ingin lepas dari penjajahan.

Imperium roma yang sudah sekitar 1000 tahun menjajah negeri magreb, asia kecil dan timur tengah, akhirnya harus melepaskan wilayah timur imperium itu kepada kaum muslim yang saat itu mampu menyatukan dua prinsip dasar kekuasaan pada diri khalifah.

Negeri yang mampu menerapkan prinsip dasar kekuasaan yang utuh itu, meskipun keluatannya jauh lebih kecil, dalam wakti singkat akhirnya dapat menumbangkan negeri yang prinsip dasar kekuasaannya sedang terpecah dan rapuh meskipun kekuatannya jauh lebih besar……. (bersambung ke bagian lima).

Editor : Setyanegara 

Related Posts