Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-193)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-193)
Penulis, Agus Mualif Rohadi berfoto ditengah-tengah Masjid Kubah Batu dan Masjid Qibli, Yerusalem

Oleh : Agus Mualif Rohadi

IX. Nabi Muhammad

Kaum muhajirin telah bersepakat menunjuk Ja’far bin Abu Thalib yang fasih berbicara sebagai wakil mereka untuk menjawab pertanyaan pertanyaa pada mereka. Ja’far kemudian berkata: “Wahai tuan raja, mulanya kami adalah ahli jahiliyah. Kami menyembah patung patung, memakan bangkai, berzina, memutus silaturahim, menyakiti tetangga, dan oarng kuat di antara kami selalu menindas orang lemah. Begitulah kondisi kami hingga Allah mengutus seseorang dari kami menjadi Rasul kepada kaum kami. Kami mengenal keturunannya, kebenarannya dan kejujurannya. Ia mengajak kami kepada Allah dengan cara mentauhidkanNya, beribadah kepada-Nya, dan meninggalkan batu dan patung patung yang sebelumnya kami sembah. Rasul itu memerintahkan kami untuk berkata jujur, menunaikan amanah, menyambung silaturahim, bertetangga dengan baik, menahan diri dari hal – hal yang haram, dan tidak membunuh. Ia melarang kami dari perbuatan zina, berkata bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berzina kepada wanita yang menjaga kehormatannya. Ia memerintahkan kami hanya beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Ia juga memerintahkan kami shalat, zakat dan puasa “.

Raja Najasyi dan yang mendengarkan dengan cermat menjadi terpana dengan uraian Ja’far bin Abu Thalib tentang prinsip prinsip agama baru yang mereka bawa, yaitu Islam. Kemudian Ja’far menambahkan keterangannya bahwa mereka selalu mendapatkan teror dari kaumnya, semakin dipersempit ruang geraknya, ditekan terus agar keluar dari agamanya sehingga mereka kemudian pergi dari Makkah, menuju negeri Abysinia dan lebih suka hidup di negerinya raja Najasyi dan berharap tidak mendapatkan siksaan.

Kemudian raja Najasyi bertanya tentang bukti yang dibawa rasulnya kaum muhajirin Makkah yang dijawab oleh Ja’far dengan membacakan permulaan Qs Maryam. Ayat-ayat permulaan dari surah ini adalah berkisah tentang do’a atau keluhan nabi Zakariya yang sudah tua pada Allah, karena dirinya tidak mempunyai anak untuk meneruskan keturunan nabi Ya’cub dan menjadi ahli warisnya, sedang istrinya juga sudah tua. Kemudian Allah menganugerahinya dengan anak laki-laki dari kehamilan istrinya yang Allah memberinya nama Yahya.

Mendengar bacaan ayat ayat ini, raja Najasyi dan para pendeta istana menangis. Air mata raja Najasyi sampai membasahi janggutnya. Tentu saja dua utusan kaum Qurays Makkah terheran-heran melihat hal itu, karena mereka tidak mengerti mengapa raja dan para pendeta sampai menangis ketika dibacakan ayat tersebut. Raja najasyi kemudian berkata : “Sesungguhnya ayat tadi dan apa yang dibawa ‘Iysaa berasal dari sumber cahaya yang sama. Enyahlah kalian berdua, hai utusan Qurays ! Demi Allah, aku tidak akan pernah mengembalikan mereka kepada kalian berdua, dan mereka tidak bisa diusik “.

Kalam.sindonews.com Ja’far bin Abu Thalib memimpin kaum muhajirin menghadap raja Najasyi dan menjawab pertanyaan raja.

Kedua utusan itu kemudian keluar istana. Amr bin al – Ash kemudian berkata bahwa dia akan mencabut akar asal usul mereka. Namun niat tersebut dicegah oleh Abdullah bin Rabi’ah, karena mereka mempunyai kaum kerabat meskipun telah berseberangan. Kemudian niat tersebut dirubah dengan akan menjelaskan kepada raja Najasyi behwa mereka mempunyai keyakinan tentang ‘Iysaa yang berbeda dengan agama Kristen. Esoknya hal tersebut disampaikan kepada raja Najasyi dan untuk kedua kalinya kaum muhajirin ini dipanggil lagi. Undangan raja ini juga akan disikapi kaum muhajirin dengan jujur dengan menyampaikannya sesuai wahyu yang diterima oleh nabi Muhammad.

Baca Juga:

Ketika di istana, kemudian ditanya oleh raja Najasyi : “ Apa keyakinan kalian tentang ‘Iysaa bin Maryam ?”. Ja’far bin Abu Thalib kemudian menjawab : “ Dalam pandangan kami, ‘Iysaa bin Maryam ialah seperti yang dikatakan Nabi kami bahwa ‘Iysaa adalah hamba Allah, RasulNya, Ruh-Nya dan Kalimat-Nya yang ditiupkan ke dalam rahim Maryam sang perawan “. Mendengar jawaban tersebut, raja Najasyi kemudian memukul tanah lalu dia mengambil tongkat dan berkata “ Demi Allah, apa yang dikatakannya mengenai ‘Iysaa bin Maryam seperti tongkat ini tidak jauh berbeda dengan apa yang engkau yakini “. Raja Najasyi berkata sambil menggoreskan tongkatnya di lantai. Maksutnya adalah perbedaan pandangan antara raja Najasyi dengan yang diucapkan Ja’far bin Abu Thalib adalah tipis setipis goresan tongkat tersebut di tanah.

Para pendeta dan uskup yang mendengar perkataan raja Najasyi mendengus geram, kemudian di tegur dengan nada bertanya oleh raja Najasyi “ Ada apa dengan kalian ? “. Para pendeta dan Uskup tidak berani menjawab teguran raja Najasyi. Kemudian kepada kaum muslim awal ini raja Najasyi berkata : “ Kalian tetap aman di negeriku. Barang siapa melecehkan kalian, ia pasti merugi. Barang siapa menghina kalian, ia merugi. Memiliki gunung dari emas, jika aku harus menyakiti salah seorang dari kalian maka hal itu sangat kubenci “.

ganaislamika.com foto dari adegan film. Raja Najasyi mengambil tongkatnya, kemudian menggoreskannya dilantai untuk menggambarkan tipisnya perbedaan pandangannya dengan padangan kaum muslim tentang ‘Iysaa bin Maryam.

Kemudian kepada pegawai istanya, diperintahkannya mengembalikan semua hadiah dari kaum Qurays. Raja tidak mau disuap dan merasa tidak pantas untuk menerima hadiah tersebut. Kedua utusan Qurays tersebut kemudian keluar dari istana dengan rasa penuh kekecewaan. Namun mereka tidak putus asa atas misinya yang belum berhasil. Mereka masih akan tinggal lebih lama lagi di Habsayah. Mereka melihat ada perbedaan pandangan antara para pendeta dan uskup dengan raja Najasyi dan ingin memanfaatkan peluang tersebut. Mereka sebagai pedagang yang sering berdagang ke Abysinia akan mecoba mempengaruhi penduduk Abysinia melalui teman-temannya sesama pedagang. Mereka mempunyai perihal yang kuat untuk dipertentangkan diantara penduduk beragama Kristen dengan rajanya mengenai kedudukan ‘Iysaa bin Maryam.

Ibnu Ishaq berkisah, perbedaan pandangan antara para pendeta dan uskup dengan raja Najasyi akirnya berimbas keluar. Berita di luar istana menyebutkan bahwa raja Najasyi telah keluar dari agamanya karena tidak mengakui ‘Iysaa sebagai tuhan, hanya mengakui ‘Iysaa sebagai nabi. Berita tersebut juga bisa berarti membahayakan keberadaan kaum muslim yang dianggap sebagai penyebab keluarnya raja Najasyi dari agamanya.

Namun raja Najasyi tetap teguh keimanannya meskipun mendapat perlawanan. Kepada kaum Muslim Makkah raja Najasyi menitipkan surat agar diberikan kepada nabi Muhammad yang isinya pernyataan kesaksiannya terhadap Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah sedang ‘Iysaa adalah hamba-Nya, rasul-Nya, ruh-Nya dan Kalimat-Nya. Raja juga menyarankan, jika dirinya kalah mereka disarankan pergi dari Habasyah, dan mereka diberi perahu untuk pergi. Namun jika dirinya menang diharapkan kaum muhajirin tetap bertahan di Habasyah.

(bersambung …………….)

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

3 Responses

  1. useful contentOctober 27, 2024 at 10:23 am

    … [Trackback]

    […] Read More to that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-193/ […]

  2. chat roomsDecember 7, 2024 at 6:58 am

    … [Trackback]

    […] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-193/ […]

  3. Gym Equipment shopDecember 15, 2024 at 3:00 pm

    … [Trackback]

    […] Here you can find 70392 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-193/ […]

Leave a Reply