Oleh : Agus Mualif Rohadi
IX. Nabi Muhammad
Abdullah bin Rawahah ketika lewat didepan Rasulullah kemudian mengucapkan salam perpisahan dengan berkata, “Semoga damai tercurah kepada orang yang kutinggalkan di Madinah. Sebaik-baik penjaga dan sahabat“. Meskipun dia berangkat dengan hati teguh, namun ketidaktahuan terhadap nasibnya dalam perang membuatnya mengucapkan kata-kata terakhir sebelum berpisah.
Ibnu Ishaq berkisah, ketika pasukan muslim tiba di Ma’an kemudian beristirahat disana, mereka mendengar kabar bahwa Heraclius sedang di Ma’ab, sebuah daerah di wilayah alBalqa’. Pasukan yang dibawa oleh Heraclius sangatlah besar dan berlipat lipat dibanding pasukan muslim. Puluhan ribu pasukan Rumawi tersebut merupakan gabungan kekuatan pasukan dari pasukan Bizantium, bani Ghasan, Bani Lakhm, Judham, al-yaqin, Bahra’ dan Baly.
Pasukan bizantium dipimpinan Heraclius yang dalam perjalanan pulang dari Cteciphon ibu kota Persia dan dalam perjalanan menuju Yerusalem karena mereka membawa salib suci yang diserahkan kepadanya oleh raja Persia dan akan di tempatkan di Yerusalem lagi. Sebelumnya salib suci tersebut dibawa oleh pasukan Persia ke Ctesiphon pada masa raja Kisra II atau Kosro II ketika merebut wilayah Syam dan Yerusalem.
Mendengar kabar tersebut, pasukan muslim kemudian berunding dan mereka akan melaporkan situasi tersebut kepada Rasulullah SAW. Namun Abdullah bin Rawahah memotivasi mereka dengan berkata: “Wahai kaum muslimin, demi Allah, sesungguhnya hal yang kalian takuti pada hakikatnya inilah yang kalian cari yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi musuh karena jumlah kita banyak atau kekurangan. Tapi, kita memerangi mereka dengan agama ini yang menjadikan kita dimuliakan oleh Allah. Berangkatlah, kalian akan memperoleh salah satu dari kebaikan, yaitu kemenangan atau mati syahid “.
Argumentasi Abdullah bin Rawahah tidak ada yang bisa membantah kebenarannya. Kaum muslim pun berkata: “ Demi Allah, apa yang dikatakan Abdullah bin Rawahah adalah benar “. Maka kaum muslimpun melanjutkan perjalanan ke utara setelah istirahat selama dua hari di Ma’an.
Beberapa hari kemudian mereka bertemu dengan pasukan Bizantium dan mereka sedang berada di wilayah yang dikuasai oleh negeri yang menjadi musuhnya. Pasukan muslim belum pernah melihat jumlah pasukan yang demikian besarnya. Lebih dari 30.000 orang jumlah pasukan Bizantium. Mereka melihat pasukan Bizantium diapit oleh dua kelompok pasuka Arab dikanan kirinya, yang satu sisi terdapat pasukan arab yang di komando bani Ghasan sedang di sisi yang lain pasukan Arab di komando oleh bani Lakhm. Pasukan dari bani Ghassan dan bani Lakhm adalah orang dari suku-suku Arab di wilayah Syam. Kekuatan pasukan Qurays dan sekutu sekutunya yang pernah mereka hadapi, sama sekali tidak sebanding dengan kekuatan sangat besar yang ada di hadapan mereka.
Di sisi lain, pasuka Heraclius melihat pasukan kaum muslim mungkin dengan pandangan aneh. Pasukan yang sangat kecil yang tidak pernah terdengar reputasi perangnya, tiba tiba ada dihadapan mereka menantang perang. Kedua belah pihak mungkin memandang kedua pasukan yang akan berperang ini, merupakan perang yang tidak masuk akal dan aneh. Pasukan bizantium mungkin berfikir dapat segera menggilas pasukan kecil yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya.
Pasukan muslim tidak hendak berperang dengan maksud bunuh diri. Mereka kemudian bergerak memanfaatkan kondisi alam yang merupakan medan berbukit dengan banyak tebing tebing yang terjal. Ketika pasukan Bizantium mulai bergerak ke arah mereka, kaum muslim bergerak mundur ke jalan-jalan sempit menuju tebing tebing curam. Pasukan muslim juga belum pernah memanfaatkan medan tempur yang seperti itu. Mereka juga harus hati-hati bergerak dan juga harus mengantisipasi jika akan diserang dengan hujan panah dari ribuan pasukan pemanah bizantium. Panglima pasukan Muslim, Zaid mengomando pasukannya terus mundur mencari tempat yang memungkinkan untuk perang bertahan.
Baca Juga:
- Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-251)
- Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-252)
Pasukan muslim mundur cukup jauh hingga tiba di daerah yang disebut daerah Mu’tah di dekat laut mati. Tempat yang terbuka yang tidak memungkinkan lagi untuk memanfaatkan kondisi alam. Tidak ada pilihan lagi kecuali berhadapan. Zaid kemudian membagi pasukan kecilnya. Sayap kanan diserahkan pada Quthbah bin Qatadah dari bani Udzhrah. Sedang sayap kiri diserahkan pada Ubayah bin Malik dari kaum Anshar.
Zaid bin Haritsah bermaksud membuat serangan kejutan pada kesempatan pertama menyerang berharap musuhnya lengah yang serangannya dapat menimbulkan kurban dipihak musuh, dan kemudian memperoleh waktu untuk mundur kembali. Namun pasukan Bizantium adalah pasukan yang mempunyai sejarah panjang perang dengan jumlah pasukan yang sangat besar dan peralatan perang lebih bagus. Maksud Zaid dengan cepat dapat dibaca.
Serangan Zaid langsung membentur barisan manusia yang rapat seperti tembok kokoh berlapis. Zaid bertempur dengan gagah berani sambil membawa panji panji perang. Perang terbuka yang sengit tetapi tidak seimbang. Pasukan muslim merapatkan barisannya berada dalam kepungan oleh jumlah pasukan Bizantium yang sangat besar. Tidak sampai membutuhkan waktu terlalu lama, barisan rapat kaum muslim dapat dibongkar oleh pasukan Bizantium.
Ibnu Ishaq berkisah, perang di Mu’tah ternyata dapat disaksikan oleh Nabi Muhammad di Madinah. Dari sabda nabi Muhammad, kaum muslim di Madinah dapat mengetahui keadaan perang. Nabi Muhammad bersabda: “Panji perang dipegang oleh Zaid, hingga akhirnya gugur syahid, lalu panji perang diambil alih Ja’far bin Abu Thalib “.
Di medan perang, Ja’far bin Abu Thalib telah memegang panji perang kaum muslim. Karena bertempur sambil memegang panji perang, maka hal itu menyulitkan Ja’far jika bertempur dengan naik kuda. Ja’far kemudian turun dari kudanya, lalu disembelihnya kudanya. Dalam sejarah Islam, Ja’far adalah orang pertama yang menyembelih kudanya dalam peperangan. Yang dilakukannya sebagai pertanda bahwa dia siap bertempur sampai syahid. Ja’far kemudian berkata dengan keras :
Betapa indah dan dekatnya surga
Minumannya baik dan menyegarkan
Orang-orang Romawi sungguh dekat siksanya
Mereka kafir dan bernasab jauh
Jika bertemu, akan kuserang mereka
(bersambung ……………….)
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dajjal, namanya terkenal, siapakah dia sebenarnya??
Yakjuj dan Makjuj, dimanakah mereka tinggal??
Allah Tahu Yang Terbaik Untukmu
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-276 TAMAT)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-275)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-274)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-273)
Agus: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-272)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-271)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-270)
ทดลองเล่นสล็อต PG SLOTJanuary 17, 2025 at 3:46 pm
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-253/ […]