Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-264)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-264)
Penulis, Agus Mualif Rohadi berfoto ditengah-tengah Masjid Kubah Batu dan Masjid Qibli, Yerusalem

Oleh : Agus Mualif Rohadi

IX. Nabi Muhammad

Ketika Khuwailah binti Hakim bin Umayyah bin Haritsah bin al-Auqash meminta kepada rasul agar nanti diberi perhiasan orang tsaqif yang bernama Badiyah binti Ghailan bin Salamah atau perhiasan milik al-fari’ah binti Aqil, nabi Muhammad kemudian menjawab: “Wahai Khuawailah, bagaimana bila aku tidak diberi izin atas orang-orang tsaqif?“. Khuwailah kemudian pergi dan ketika bertemu Umar bin Khattab ucapan nabi Muhammad tersebut kemudian disampaikannya, dan kemudian Umar bin Khattab mendatangi Rasulullah menanyakan ucapan nabi pada Khuwailah, yang ucapan tersebut dibenarkan oleh nabi Muhammad.

manasiknews.id peninggalan benteng Thaif yang masih kokoh.

Atas jawaban tersebut kemudian Umar bin Khattab meminta ijin untuk mengumumkannya kepada kaum muslim, bahwa nabi Muhammad belum diberi ijin untuk mengalahkan penduduk Thaif. Umar bin Khattab kemudian mengumumkan kepada kaum muslim untuk meninggalkan kota Thaif. Kaum muslim meminta kepada Rasulullah agar berdo’a untuk kebinasaan bani tsaqif, namun Rasulullah berdo’a meminta agar Allah memberi petunjuk kepada bani Tsaqif dan membawa mereka ke dalam Islam.

Ibnu Ishaq berkisah, dari Thaif, nabi Muhammad kemudian melintasi daerah Duhna menuju Ji’ranah dengan membawa tawanan dari suku Hawazin dalam jumlah besar sekitar enam ribu orang termasuk anak anak dan wanita. Nabi Muhammad dan kaum muslim kemudian berhenti di Ji’ranaah. Suku Hawazin dalam perang Hunain sebagaimana pemimpin mereka Malik bin Auw, membawa istri, anak anak baik lelaki maupun perempuan. Oleh karena itu, selain tawanan wanita dan anak anak, harta rampasan kaum muslim dalam bentuk unta dan kambing juga dalam jumlah yang besar.

Baca Juga:

Tidak lama kemudian datang utusan suku Hawazin dari bani Sa’ad bin Bakr Bernama Zuhair yang biasa dipanggil Abu Shurad yang telah masuk Islam dan berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, di tempat penampungan para tawanan terdapat bibi-bibimu dari jalur ayah, bibi-bibimu dari jalur ibu, dan wanita-wanita yang biasa menyusui seperti yang dahulu mengasuhmu. Jika kami, istri-istri orang tua kami, menyusui al-Harits bin Abu Syamr atau AnNu’man bin Al-Mundzir, kemudian kami ditimpa petaka sebagaimana yang menimpanya, maka kami mengharapkan belas kasihan dan pertolongannya kepada kami. Dan kami tahu bahwa engkau merupakan anak asuh yang paling baik“.

Rasulullah kemudian menjawab: “Manakah yang lebih kalian cintai, anak anak dan para wanita, atau harta benda kalian? “. Zuhair kemudian menjawab: “ Wahai Rasulullah, engkau menyuruh kami memilih antara anak keturunan dengan harta kami ? Kembalikanlah para wanita dan anak-anak kami, karena mereka lebih kami cintai dari pada yang lain “. Rasulullah kemudian menjawab lagi: “ Jatahku dan jatah bani Abdul Muthalib menjadi milik kalian. Setelah aku mengerjakan shalat dzuhur bersama kaum muslimin, maka berdirilah dan katakan – Kami meminta pembelaan dari Rasulullah dalam menghadapi kaum muslimin dan meminta pembelaan kaum muslimin dalam menghadapi Rasulullah dalam urusan wanita dan anak-anak kami -, niscaya saat itu permintaan kalian akan aku kabulkan dan aku akan meminta untuk kalian “.

Dengan demikian, nabi Muhammad telah memberikan kebebasan dalam bersikap bagi kaum muslimin namun dengan memberikan contoh dengan sikap beliau terhadap tawanan suku Hawazin. Usai shalat dzuhur, utusan suku Hawazin kemudian berdiri dan mengatakan seperti yang dikatakan nabi Muhammad dan nabi Muhammad langsung menjawabnya dengan membebaskan wanita dan anak-anak seperti yang diucapkannya sebelumnya. Seketika itu pula para jamaah shalat kemudian berunding diantara mereka, dan hasilnya adalah :

Kaum muhajirin mengatakan: “jatah kami menjadi milik Rasulullah “ Kaum anshar mengatakan: “ jatah kami juga menjadi milik Rasulullah “. Bani Tamim mengatakan jatah mereka tidak menjadi milik Rasulullah. Bani Fazarah mengatakan jatahnya tidak menjadi jatah Rasulullah.

Abbas bin Mirdas mengatakan jatahnya dan jatah bani Sulaim tidak menjadi jatah Rasulullah, namun bani Sulaim membantahnya dengan mengatakan – jatah kami menjadi milik Rasulullah -, sehingga Abbas bin Mirdas berkata bahwa kaumnya melemahkan posisinya.

Utusan suku Hawazin kemudian mengambil, semua yang diberikan kepada Rasulullah. Sedang bagi yang tidak menyerahkan kepada Rasulullah, nabi Muhammad mengatakan bahwa bagi yang tidak menyerahkan kepadanya, maka mereka mendapatkan enam bagian dari jatahnya masing masing, sedang yang empat bagian dibagikan kepada kaum muslim yang berhak untuk mendapatkan.

Pengembalian tawanan suku Hawazin tanpa penebusan tersebut segera menjadi berita besar di kota-kota Arabiya, karena hal tersebut merupakan hal baru bukan hanya di jazeerah Arabiya, namun juga hal baru bagi seluruh negeri diluar jazeerah Arabiya. Suatu kemurahan hati yang diberikan kaum muslim kepada tawanannya maupun suku yang dikalahkannya. Menjadi budak ketika suatu suku bangsa yang terkalahkan adalah menjadi hukum yang berlaku di seluruh negeri-negeri yang ada. Oleh karena itu, pembebasan budak dalam jumlah besar tanpa penebusan adalah suatu berita yang besar dari seorang nabi yang membawa agama baru.

Ketika Zuhair, utusan suku Hawazin akan pulang, Rasulullah bertanya keberadaan pemimpin mereka yaitu Malik bin Awf An-Nashri, yang dijawab sedang berada di Thaif. Rasulullah kemudian berpesan agar disampaikan pada Malik, jika ia masuk Islam, maka keluarga dan hartanya akan dikembalikan semua, bahkan Rasulullah akan menghadiahi seratus unta. Berita tersebut kemudian secara diam-diam disampaikan kepada Malik. Dia kemudian bermaksud keluar dari Thaif secara diam-diam pada malam hari agar tidak diketahui bani Tsaqif yang bila tahu pasti akan menahannya. Dia telah mengatur perjalanannya dengan Zuhair. Ketika dapat keluar dari kota, kemudian dipacunya kudanya sekencang-kencangnya, hingga sampai di tempat unta yang telah disiapkan untuknya. Dengan unta tersebut kemudian dia pergi ke Ji’ranah menemui Rasulullah dan menyatakan berbai’at masuk Islam dihadapan nabi Muhammad.

Hari itu pula nabi Muhammad mengembalikan kepada Malik seluruh keluarga dan hartanya serta masih mendapatkan hadiah seratus unta. Atas kemurahan nabi Muhammad tersebut, Malik bin Awf An-Nashri bersyair :

Tak pernah aku mendapati manusia seperti Muhammad di seluruh dunia
Menepati janji dan ringan memberi jika diminta
Kapan saja kau minta, ia jelaskan padamu apa yang terjadi di besok hari
Jika satu pasukan tempur telah memperlihatkan senjata pembunuhnya
Dengan tombak dan tebasan pedang India
Beliau laksana singa terhadap anak anak singa
Di tengah debu yang menderu dan bagaikan singa yang sedang mengintai.

Rasulullah juga menunjuk Malik bin Awf bin An-Nashri sebagai komandan kaumnya yang telah memeluk Islam. Malik akhirnya dapat membawa suku-suku dari Hawazin yaitu suku Tsumalah, Salamah dan Fahim masuk Islam. Malik bin Awf akhirnya menjadi lawan bagi bani Tsaqif dan sering menjadi hambatan kabilah dagang bani Tsaqif. Dengan perannya tersebut, Malik bagi kaum muslim telah berfungsi mencegah bani Tsaqif mempengaruhi penduduk kota Makkah yang baru saja masuk Islam.

(bersambung ……………)

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

3 Responses

  1. 보증업체October 18, 2024 at 7:54 pm

    … [Trackback]

    […] Here you can find 92964 more Information to that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-264/ […]

  2. บับเบิ้ลกันกระแทกNovember 21, 2024 at 6:50 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-264/ […]

  3. special dealsFebruary 5, 2025 at 8:02 am

    … [Trackback]

    […] Info on that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-264/ […]

Leave a Reply