Anies dan Puan, Dua Arus Besar Perubahan Yang Mencemaskan Jokowi

Anies dan Puan, Dua Arus Besar Perubahan Yang Mencemaskan Jokowi
Isa Ansori

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis

 

Konstelasi suksesi kepemimpinan dibeberapa negara mengalami perubahan perubahan yang cukup berarti meski ada yang masih tetap bertahan dengan gaya kepemimpinan lama dan orang lama.

Brazil dan Inggris memberi pelajaran bahwa kepemimpinan akan berpindah ketika pemerintah tak mampu lagi menawarkan sesuatu yang mensejahterakan rakyatnya. Sedang China sebagai negara Komunis menjalankan model kepemimpinan otoriter satu partai, Partai Komunis China, rakyat mengalami ketidak berdayaan melawan hegemoni negara, meski rakyat merasa tidak nyaman dengan pelayanan negara.

Kemampuan berubah atau tidak sangat dipengaruhi oleh kemampuan seseorang untuk melakukan hegemoni terhadap orang lain. Hegemoni dalam perspektif Gramsci dipahami sebagai hegemoni intelektual dan hegemoni kekerasan melalui aparatur.

Melalui konsepnya, Gramsci berpandangan bahwa kekuasaan agar abadi dan langgeng membutuhkan paling tidak dua hal perangkat kerja. Pertama, perangkat kerja yang melakukan tindakan kekerasan yang bersifat memaksa atau dengan kata lain kekuasaan membutuhkan perangkat kerja yang bernuansa law enforcement.

Perangkat kerja yang pertama ini biasanya dilakukan oleh pranata negara melalui lembaga lembaga negara seperti hukum, militer, polisi dan bahkan penjara.

Kedua, adalah perangkat kerja yang mampu membujuk masyarakat beserta pranata pranata untuk taat pada mereka yang berkuasa melalui kehidupan beragama, pendidikan, kesenian dan bahkan juga keluarga ( Heryanto, 1997 ).

Perangkat kerja ini biasanya dilakukan oleh pranata masyarakat sipil melalui lembaga lembaga masyarakat seperti LSM, organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban – paguyuban dan kelompok – kelompok kepentingan.

Kedua level ini pada satu sisi berkaitan dengan fungsi hegemoni dimana kelompok dominan menangani keseluruhan masyarakat dan disisi lain berkaitan dengan dominasi langsung atau perintah yang dilaksanakan diseluruh negara dan pemerintahan yuridis ( Gramsci, 1971 ).

Memotret arus politik dan perubahan yang terjadi di pemerintahan Jokowi, setidaknya apa yang disinyalir oleh Gramsci menjadi petunjuk bahwa sedang terjadi gerakan perubahan yang cukup kuat. Sehingga pemerintahan Jokowi harus menyiapkan instrumen untuk bertahan dan melanjutkan. Setidaknya ada dua arus besar perubahan yang akan menerjang pertahanan Jokowi untuk mempertahankan kekuasaannya. Dua arus besar itu adalah Puan dan Anies Baswedan.

Jokowi tentu akan berusaha menancapkan hegemoninya dengan mempergunakan instrumen kepolisian dan hukum. Penunjukan Tito sebagai mendagri, Firli sebagai ketua KPK dan perkawinan Ketua MK dengan adiknya, bisa diduga sebagai upaya mempertahankan hegemoni kekuasaan yang selama ini ia jalankan.

Proyek ambisius IKN yang merupakan pesanan oligarki dan China harus dijaga, sehingga Jokowi juga harus mempersiapkan siapa orang yang akan bisa menjaminnya. Rupanya Ganjar Pranowo adalah orang yang dianggap mampu menjalankan misi Jokowi.

Kuatnya hegemoni Jokowi, tentu juga membuat kekuatiran pihak PDIP dibawah kendali trah Soekarno. Betapa tidak kekuatan Jokowi dianggap sebagai ancaman, bahkan sudah ada tuntutan dari loyalis Ganjar dan Jokowi untuk meminta Megawati mundur dari ketua PDIP dan digantikan Jokowi, bila Ganjar menjadi presiden.

Apa yang dilakukan oleh Jokowi dengan langkah – langkahnya setidaknya kita bisa melihat bagaimana arus politik yang sekarang terjadi di China. Xin Jie Ping dalam menancapkan kekuatan kekuasaannya, siapapun yang dianggap “mengancam” maka akan dihabisi.

Hal yang sama bisa kita lihat pada posisi perubahan yang akan diusung oleh Puan. Posisi Puan dalam konstelasi politik sekarang seperti keberadaan PM Inggris, Sunak.

Meski Puan dan Jokowi berasal dari wadah yang sama, tapi Puan mewakili Megawati tentu juga menjadi tidak nyaman dengan semakin mneguatnya pengaruh kekuasaan Jokowi.

Puan tentu akan mendorong Megawati untuk tidak memberikan rekomendasi capres PDIP kepada Ganjar, karena Ganjar adalah ancaman bagi trah Soekarno di PDIP. Maka sejatinya akan terjadi pertarungan yang cukup menegangkan antara kubuh Megawati dan kubuh Jokow selama kurun waktu 2023 sampai menjelang penetapan capres tahun 2024.

Peristiwa ini mengingatkan kita pada peristiwa kudatuli ketika PDI dibawah kepemimpinan Megawati dibajak oleh Soerjadi dengan dibantu oleh pemerintahan saat itu dan aparat keamanan baik TNI maupun Polri.

Arus perubahan yang diusung Puan tentu akan menjadikan Jokowi terganggu dan ini akan menjadi ancaman bagi keberlanjutan program – program Jokowi.

Pembubaran Dewan Kolonel yang merupakan loyalis Puan dan hanya peringatan keras kepada Ganjar setelah melanggar kesepakatan rakernas, bahwa otoritas penunjukan capres PDIP hanya dilakukan oleh Megawati sebagai ketua umum, setidaknya bisa dimaknai bahwa disekeliling Megawati loyalitasnya patut diragukan. Bahkan bisa jadi bagian dari musuh dalam selimut untuk menghentikan arus perubahan yang akan dibawah Puan.

Berhadapan dengan Puan langsung yang selama masih ada Megawati tentu tidak akan mungkin dilakukan sendiri, maka yang dilakukan adalah melakukan hegemoni melalui kekuatan diluar PDIP. Bisa melalui lembaga survey, buzzer bayaran dan atau opini – opini melemahkan Puan dan menguatkan Ganjar.

Terbentuknya KIB yang memasangkan Ganjar dengan RK dan Pernyataan PSI yang menduetkan Ganjar dengan Yeni Wahid, sejatinya bukan untuk kepentingan RK maupun Yeni. Ini semua bisa diduga sebagai kemauan Jokowi agar Ganjar bisa menjadi opini sebagai orang yang “tepat” melanjutkan dan menjamin keberlangsungan program pemerintah. Dan itu bisa juga dimaknai sebagai sebuah serangan udara oleh kubuh Jokowi ke Megawati.

Arus perubahan besar yang lainnya adalah Anies Baswedan. Anies yang selama ini diposisikan sebagai antitesa atau bahkan bisa menjadi sintesa model pemerintahan yang ada, kini sudah menjadi harapan untuk perubahan Indonesia.

Dengan jargon continuity and change, Anies mampu memberi harapan baru kepada bangsa Indonesia tentang sesuatu yang hilang selama pemerintahan Jokowi, yaitu persatuan, perdamaian dan keadilan sosial.

Anies ingin menegaskan bahwa kalau dia memimpin maka yang baik akan dilanjutkan dan yang merugikan rakyat akan diubah dengan yang membahagiakan.

Apa yang dilakukan Anies tentu bukan hanya sekedar pernyataan, selama memimpin Jakarta, Anies telah mampu membuktikan monumen – monumen kerja yang selama ini hilang didalam pemerintahan Jokowi, persatuan, perdamaian dan keadilan sosial.

Anies seperti Lula di Brazil, mampu menawarkan hal – hal baru yang menjadi antitesa pemerintahan yang berlangsung.

Teriakan – teriakan Anies presiden dimana – mana dan munculnya relawan – relawan Anies yang dikenal dengan relawan nol rupiah, seolah menjadi nafas segar bagi perubahan Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Semangat perubahan yang dibawa Anies inilah yang membuat Partai NasDem dengan restorasinya meminang dan menjadikan Anies sebagai calon presidennya.

Energi perubahan Anies semakin kuat dan semakin besar, apalagi saat ini juga semakin intens terjalin komunikasi dengan dua partai politik lain yang selama ini diposisikan sebagai oposisi, Partai Demokrat dan PKS.

Energi besar inilah yang kemudian memaksa Hasto, Sekjend PDIP harus bermanufer menyerang kesana kemari, terutama yang dianggap mengancam posisi Jokowi. Bisa ditebak sesungguhnya Hasto ini bekerja untuk kepentingan siapa? Puan atau Jokowi?

Menjelang selesainya tugas Jokowi dan suksesi kepemimpinan 2024, kita akan menunggu kejutan – kejutan yang dilakukan Jokowi, bertahan atau justru bergabung dengan arus perubahan yang sedang berlangsung.

Tentu saja pilihan yang diambil adalah pilihan terbaik yang bisa menyelamatkan dirinya dan dinasti yang selama ini sudah beliau bangun.

Kejutan yang lain bisa jadi akan muncul dari PDIP yang membawa arus perubahan Puan, akankah PDIP berjuang sendirian atau berkoalisi? Kalau berkoalisi apakah dengan KIB atau Koalisi Kebangsaan yang dibangun Prabowo dan Muhaimin? Atau justru bersama Anies Baswedan yang bisa menjamin keberlangsungan trah Soekarno di PDIP? Lalu apakah KIB masih tetap bisa bertahan?

Setidaknya episiode demi episiode akan mewarnai drama politik yang terjadi. Sebagai penonton dan rakyat kita tunggu dan kita pilih yang terbaik, mereka yang bisa membuktikan janji bukan hanya citra dan pesolek diri.

Surabaya, 2 November 2022

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K