Anies Effect Dan Quo Vadis PAN?

Anies Effect Dan Quo Vadis PAN?
Forum Kabah Membangun (FKM) dan Forum Ulama Membangun (FUM) pada hari ini Rabu (16/11/2022) menggelar Deklarasi serta dukungan untuk Anies Baswedan, bertempat di Gedung Pacipic Hall Yogyakarta

Oleh: Yarifai Mappeaty

 

Jika boleh meminjam terminologi politik pembelahan berbasis identitas Ade Armando, maka, sebagai parpol bernuansa religius, mestinya PPP, PKS, & PAN, menjadi partai pengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024.

Sebab kalau tidak, ketiga partai itu boleh jadi akan dihukum oleh konstituennya.

Kisah tragis tentang parpol dihukum konstituennya, sungguh bukan isapan jempol. Setidaknya PPP sudah mengalami di DKI Jakarta pada Pileg 2019.

Kala itu, PPP ditinggal oleh konstituennya sehingga hanya menyisakan 1 kursi di DPRD DKI Jakarta. Padahal pada Pileg sebelumnya, 2014, PPP masih anteng dengan 10 kursi.

Tragedi itu menimpa lantaran PPP memilih tak mengusung Anies pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Tentu saja pemilih partai berlambang ka’bah itu di DKI Jakarta menyesalkan. Akibatnya sungguh fatal, PPP nyaris tak mendapat kursi.

Sebaliknya dialami PKS & PAN. Sebagai Parpol pengusung Anies, PKS mendapatkan tambahan 5 kursi menjd 16 kursi. Lantaran faktor “Anies effect”, Partai Gerindra saja, meski tak tergolong partai religiuspun mendapat tambahan 5 kursi menjadi 19 kursi.

Begitu pula dengan PAN, bukan lagi beruntung. Tetapi benar-benar mendapatkan durian runtuh dari faktor Anies effect. Padahal, meski baru belakangan bergabung mendukung Anies di putaran kedua, PAN juga mendapat tambahan 5 kursi menjadi 9 kursi, menyalip posisi PKB, Golkar & Nasdem.

Apa pelajaran yang dapat dipetik daripada itu? Adalah jangan sekali-kali mencoba membangkang terhadap keinginan konstituen. Sebab konstituen punya cara terbaik memberi penghargaan. Demikian pula sebaliknya, punya cara paling kejam memberi hukuman.

Tetapi kendati begitu, tampaknya para pemegang otoritas partai tak belajar-belajar juga. Mereka lebih suka sekadar dekat dengan kekuasaan, ketimbang mendengarkan suara batin konstituennya. Sudah tahu kecenderungan di akar rumput, namun tetap saja pura-pura buta & tuli.

Sebuah survei yang dirilis baru-baru ini mempertegas kecenderungan itu. Di Jakarta, misalnya, Indostrategic menyuguhkan informasi menarik mengenai kecenderungan pemilih Parpol untuk memilih Anies pada Pilpres 2024.

Pemilih Partai Gerindra, 39,2% memilih Anies, lebih besar daripada yang memilih Prabowo Subianto, yaitu hanya 31,2%. Meskipun Muhaimin Iskandar telah dideklarasikan sebagai Capres, namun pemilih PKB lebih memilih Anies sebesar 34,8%.

Pemilih Parpol terbesar memilih Anies adalah Partai Nasdem 62,3%; Partai Demokrat, 66,3%; & PKS, 70,2%. Yang menarik disini adalah pemilih Nasdem. Tentu pada Pilgub DKI 2017, mayoritas tak memilih Anies. Tetapi saat ini terjadi perpindahan secara besar-besaran ke Anies.

Bagaimana dengan konstituen partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)? Walaupun Golkar telah mendeklarasikan Airlangga Hartarto sebagai Capres, namun yang memilihnya hanya 1,4%. Sdgkan yang memilih Anies, 35,2%, jauh lbh besar.

Sementara itu, PPP yg meraih 175.935 suara pd Pileg 2019, setengahnya memilih Anies. Artinya, jika PPP kembali tak mengusung Anies kali ini, maka PPP diprediksi akan mengalami kebangkrutan tanpa ada satu pun kursi tersisa di DPRD DKI Jakarta.

PAN yg meraih 375.882 suara, lbh dari setengahnya (55%) memilih Anies. Sekiranya PAN benar2 tak mengusung Anies, maka sangat mungkin akan mengalami nasib yg sama dgn PPP. Bayangkan kalau 55% itu pergi meninggalkan PAN, maka suara yg tersisa pun tak cukup untuk satu kursi.

Pd gilirannya, temuan Indostrategic di atas dpt pula dimaknai bahwa “Anies Effect” berpengaruh besar thd elektabiltas Parpol, terutama yg bernuansa religius. Dimana Parpol yang akan mengusung Anies akan menuai hasil positif. Sebaliknya pun bgt.

Ttp sebenarnya, faktor Anies effect itu sdh diendus oleh Habil Marati, jauh hari sblmnya. Itu sebabnya kader senior PPP tsb mengambil langkah antisipatif, kalau2 pd akhirnya PPP benar2 tak mengusung Anies. Habil Marati tlh menyiapkan sekoci penyelamatan dgn membentuk Forum Ka’bah Membangun untuk mendukung Anies.

Di Partai Golkar, kondisinya mungkin sdkt berbeda. Anies effect dpt menaikkan elektabiltas Golkar, ttp tdk terlalu berpengaruh sebaliknya. Kalaupun terjadi penurunan elektabilitas, paling jauh akan menghuni kelompok Parpol papan tengah. Kendati bgt, namun tetap sj ada kekhawatiran di kalangan tokoh muda Golkar, lalu menginisiasi terbentuknya Go – Anies.

Sdgkan PAN yg diperkirakan tak bakal mengusung Anies, kondisinya kurang lebih sama dgn PPP, dmn Anies effect sangat berpengaruh. Hal ini dirasakan oleh kader2 PAN yg berpotensi menjd bakal calon legislatif ketika turun ke daerah, yg kemudian membuat mereka merasa gamang.

Bgmn tdk. Di satu sisi, kondisi elektabilitas PAN terus merosot. Sementara di sisi lain, kepemimpinan Zulkifli Hasan selaku Ketua Umum, terbukti tak cukup kuat untuk mengangkat elektabilitas PAN.

Bbrp dr mrk terang2-an menyebut bahwa PAN membutuhkan Anies effect. Jika tdk, maka besar kemungkinan PAN tak lolos parliament threshold, seperti yang diprediksi oleh hampir semua Lembaga survei.

Tentu sangat disayangkan kalau parpol yg lahir dr rahim reformasi itu sampai terlempar dari Senayan. So, spt orang Makassar bilang, “Lakekomae PAN?”

Quo vadis?

Depok, 17 November 2022

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

2 Responses

  1. รับทำ BacklinkOctober 24, 2024 at 10:25 am

    … [Trackback]

    […] Find More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/anies-effect-dan-quo-vadis-pan/ […]

  2. fenix168November 13, 2024 at 5:46 am

    … [Trackback]

    […] Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/anies-effect-dan-quo-vadis-pan/ […]

Leave a Reply