Oleh: Isa Ansori
Kolumnis, Sedang berjuang menjahit tenun kebangsaan Indonesia
AA Navis pernah menulis sebuah cerpen Robohnya Surau Kami. Cerpen ini yang berkisah tentang sosio-religi. Cerpen ini pertama kali terbit pada tahun 1956, yang menceritakan dialog Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah.
Dalam cerita digambarkan bahwa Haji Saleh adalah orang yang sangat taat beribadah, namun sayangnya dipengadilan akherat beliau dimasukkan neraka. Ketika mendapatkan putusan Tuhan seperti itu, Haji Saleh kemudian memimpin demo kepada Tuhan.
Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat menjalankan agama. Pada saat meninggal dunia, Haji Saleh serta orang-orang lainnya sedang menunggu giliran di akhirat untuk menerima penghakiman Tuhan untuk dimasukkan ke neraka atau ke surga.
Saat gilirannya tiba, Haji Saleh tanpa rasa takut menjawab pertanyaan Tuhan tentang apa saja yang dilakukannya di dunia pada masa hidupnya. Haji Saleh dengan percaya diri berkata bahwa pada saat ia hidup di dunia, yang dilakukannya adalah memuji dan menyembah Tuhan, serta menjalankan ajaran agama dengan taat. Namun, Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke surga, melainkan ke neraka. Di neraka, Haji Saleh bertemu juga dengan teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga tidak kurang dari dirinya, bahkan ada juga orang yang sampai bergelar syekh.
Akhirnya, karena tidak terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka yang menganggap dirinya tidak pantas dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi unjuk rasa kepada Tuhan. Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan pembicara bagi mereka. Sekali lagi, Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan di dunia.
Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga negara Indonesia yang taat beragama dan negaranya sangat kaya akan sumber daya alam, namun hasilnya sering di ambil oleh pihak asing. Lalu Tuhan menjawab kepada mereka, bahwa mereka semua hanya mementingkan diri mereka sendiri, karena selama hidup mereka hanya berdoa dan menyembah-Nya, tetapi tidak mempedulikan keadaan sekitar, sehingga banyak kekayaan negara mereka sendiri yang diambil oleh pihak asing, sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya kekurangan.
Enam puluh enam tahun berlalu cerita robohnya surau kami dengan membangkitkan pentingnya kesadaran politik dan kesadaran sosial di samping kesadaran beragama sebagai mahluk Tuhan yang bertanggung jawab terhadap nasib bangsa dan anak cucu kita.
Kesadaran bangkit untuk menyelamatkan negeri dari jarahan oligarki, kini telah merasuki semua kalangan rakyat dinegeri pertiwi.
Buruh, mahasiswa, pelajar, rakyat dan bahkan emak emak kini bangkit bersuara lantang akibat kebijakan istana yang ugal – ugalan. Rakyat dibuat sengsara, rakyat dibuat menderita, rakyat dibuat terlunta – lunta sementara istana dan kerabatnya hidup dalam kemewahan. Istana tak ubahnya menjadi lintah yang menghisap darah rakyatnya.
Kenaikan harga BBM dan pernyataan bahwa rakyat menjadi beban negara menjadi titik temu diantara berjibun kebijakan kebijakan negara yang menyengsarakan rakyat. Omnibus law, pelemahan KPK, menjadikan polisi, MK, dan instrumen hukum lainnya menjadi alat kekuasaan, bahkan PSSI yang harusnya menjadi lembaga olahraga yang sportif kini telah terperosok ketitik nadir. Korupsi merajalela, bangsapun terbelah.
Teriakan Jokowi mundur menjadi warna yang menghiasi aksi aksi demonstrasi gabungan yang saat ini terjadi. Tak ada harapan yang bisa dipupuk dari rezim laknat ini.
Bahkan dari ruang sidang DPD, Nusantara V, emak emak dengan lantang menyanyikan lagu Jokowi mundur, Jokowi mundur. Istana dan pemerintah sudah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya.
Apakah istana bebenah? Istana hanya mampu beretorika dengan dalih dan kata kata. Peristiwa mafia ditubuh kepolisian semakin membuat istana kehilangan kepercayaan. Kejahatan negara terhadap rakyatnyapun mulai terkuak satu persatu. Hukum hanya tajam ke rakyat dan oposisi, tumpul ke atas kawan sendiri. Kasus penghinaan Eko Kuntadi ketua Ganjaris Nusantara kepada ulama ( Nyai Imas) dan pesantren ( PP Lirboyo) serta Ummat Islam ( ajaran Islam) menjadi bukti tumpulnya hukum dan kepolisian sebagai instrumen penindakan.
Lalu apa yang bisa diharapkan dari rezim ini? Aksi demo yang menyebar kesemua pelosok negeri adalah jawaban betapa rakyat sudah tak punya harapan lagi kepada rezim ini. Jokowi menjadi sasaran kemarahan rakyat meski kita paham bahwa Jokowi tak lebih menjalankan perintah oligarki.
Kepada siapa lagi kita berharap? Pergantian kepemimpinan di 2024 adalah momentum untuk merobohkan istana dari cengkraman oligarki dan kuasa jahat. Jokowi tentu tidak ingin kekuasaannya berpindah begitu saja, terbukti masih ada upaya untuk menambah masa jabatannya menjadi tiga periode dengan segala cara bahkan yang terakhir ada upaya melalui legitimasi MK, Jokowi untuk menjadi wakil presiden, meski secara moral tak baik, bagi Jokowi dan oligarki itu tak penting. Kekuasaan adalah segala galanya.
Setidaknya upaya terakhir yang dilakukan adalah menempatkan orang orang yang bisa dianggap menjaga ambisinya dan menyelamatkannya.
Prabowo dan Ganjar adalah dua orang yang bisa diharapkan, karena keduanya berasal dari lingkaran Jokowi. Namun apakah rakyat bisa menerima? Ini tentu menjadi persoalan bagi Jokowi. Keduanya dianggap sebagai copy paste Jokowi, sehingga keduanya dianggap tak akan mampu menjawab ketidakpercayaan rakyat.
Harapan terkahir Jokowi tentu kepada Anies Baswedan. Anies dianggap sebagai sosok yang mampu membawa perubahan, sosok yang saat ini menjadi harapan dan kepercayaan rakyat. Anies menjadi lokomotif perubahan Indonesia yang baik, adil dan mensejahterakan. Anies juga bukan tipe orang yang tak bisa menjaga konstitusi. Anies adalah sosok yang tahu berterimakasih dan bisa menjaga kesinambungan program.
Anies tentu tahu mana yang baik bagi rakyat dan tidak. Anies juga paham konsep dan tahu prioritas. Disituasi seperti ini, Kalau Jokowi mencintai NKRI, tentu tak ada pilihan bagi Jokowi untuk menyelamatkan dirinya adalah dengan berlindung kepada Anies dan mendukungnya.
Teriakan Anies presiden di pelataran KPK ditengah tuntutan Jokowi mundur disetiap aksi demo masyarakat, ini bisa menjadi sinyal bahwa Anies adalah sosok yang tepat dan diharapkan untuk membawa perubahan Indonesia kearah lebih baik.
Sembari kita berharap dan berdoa serta berusaha, aksi aksi buruh, mahasiswa, rakyat, pelajar dan kaum emak emak adalah peluru peluru yang mengarah untuk merobohkan pengaruh oligarki di istana.
Tinggal siapa yang akan menjadi imam yang akan memimpin perobohan pengaruh tersebut. Semoga saja Anies menjadi pemimpin yang akan membawa kita pada perobohan kuasa jahat dan pengaruh oligarki di istana.
Surabaya, 18 September 2022
EDITOR: REYNA
Related Posts
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
cinemaruleDecember 28, 2024 at 11:20 pm
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/anies-sosok-pilihan-pimpin-perobohan-pengaruh-oligarki-di-istana-presiden/ […]