Oleh: Budi Puryanto
Langit Jakarta sore itu tampak biasa: macet, hujan gerimis, dan klakson bersahut-sahutan. Tak ada yang tahu bahwa di balik hiruk-pikuk kota, Garuda Hitam sedang menyiapkan aksi yang akan mengguncang republik.
Di sebuah gudang pelabuhan, Komandan Bram berdiri di depan papan operasi. Gema duduk di sampingnya, wajahnya suram namun penuh tekad.
“Opini publik sudah berbalik, kita jadi musuh bersama,” ujar Bram. “Kalau kita biarkan, kita akan tenggelam. Maka satu-satunya jalan adalah menunjukkan bahwa rezim Pradipa tidak mampu melindungi rakyat—bahkan di jantung kekuasaan.”
Ia menunjuk lingkar merah di peta: Stasiun Palmerah, titik transit ribuan orang tiap hari, tepat di jantung ibu kota, hanya sepelemparan batu dari gedung parlemen.
“Besok sore, jam sibuk. Ledakan ganda. Sekaligus serangan siber yang mematikan jaringan komunikasi darurat. Dalam 15 menit, Jakarta akan lumpuh.”
Gema menatap dingin. “Kalau kau gagal, yang hancur bukan Pradipa, tapi kita. Ingat itu.”
Hari Serangan
17.45 WIB. Ribuan orang baru keluar kantor, berdesakan masuk ke stasiun. Di antara kerumunan, tiga pria berjaket hitam berjalan tenang, masing-masing membawa tas ransel besar.
Di ruang kendali MRT, operator mendapati gangguan aneh: layar monitor berkedip, sistem komunikasi mati. Seolah diretas dari dalam.
17.52 WIB. Ledakan pertama mengguncang peron bawah tanah. Kepanikan pecah. Orang-orang berlari, menjerit, saling tindih.
Dua menit kemudian, ledakan kedua menghantam pintu masuk utama, memecahkan kaca dan merobohkan struktur baja ringan. Puluhan orang tewas seketika.
Di luar, Jakarta terhenti. Jaringan telekomunikasi tiba-tiba padam total. Internet mati. Sirene ambulans tak terdengar. Kota seolah diselimuti bisu.
Ruang Krisis Istana
Di istana, Presiden Pradipa berdiri membeku di depan layar besar yang menampilkan rekaman CCTV terakhir sebelum padam. Kepala Staf gemetar, “Pak… ini serangan yang terkoordinasi. Minimal ratusan korban.”
Pradipa mengepalkan tangan. “Garuda ingin menunjukkan bahwa negara ini tak bisa melindungi rakyatnya. Mereka ingin menanamkan rasa takut.”
Seno masuk dengan wajah keras. “Pak, ini bukan sekadar serangan. Ini deklarasi perang. Garuda sedang bilang: ‘Kami kembali, dan kalian tak berdaya.’”
Pradipa mengangguk pelan, matanya berkilat. “Kalau begitu, mulai malam ini, mereka bukan lagi bayangan. Mereka musuh negara. Dan kita akan memperlakukan mereka seperti itu.”
Rekaman Misterius
Beberapa jam setelah ledakan, sebuah video anonim muncul di kanal gelap internet. Seorang pria bertopeng Garuda Hitam berbicara dengan suara dimodifikasi:
“Ini baru permulaan. Selama Pradipa berkuasa, rakyat tidak akan pernah aman. Kami adalah Garuda Hitam, dan kami menuntut pembebasan semua tahanan politik. Atau darah akan terus mengalir.”
Wajah Gema samar terlihat di latar belakang video itu—sebuah sinyal bahwa Wakil Presiden masih hidup dan kini berdiri di barisan pemberontak.
Jakarta berduka. Media internasional menyebut serangan ini sebagai “Hari Paling Gelap Pasca-Reformasi.” Pasar saham jatuh, negara tetangga mengeluarkan peringatan perjalanan.
Dan di lorong bawah tanah sebuah markas rahasia, Seno duduk sendiri, menatap foto para korban di layar laptop. Bibirnya berbisik:
“Kalau bayangan sudah menyerang terang, maka tak ada jalan lain. Kita harus memadamkan api… bahkan jika harus membakar hutan bersama.”
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Baca juga:
Api Diujung Agustus (Seri 15) – Misi Balasan Operasi Bayangan
Api Diujung Agustus (Seri 14) – Balas di Panggung Publik
Api Diujung Agustus (Seri 13)- Aksi Pertama: Operasi Bayangan
Related Posts
Runtuhnya Bangunan Al Khoziny Masuk Berita Internasional
Rektor Universitas Diponegoro, Memberikan Stadium General pada acara Pelantikan Pengurus HMI Korkom UNDip
Dugaan Mega Korupsi Rp 285 Triliun di Pertamina Perkapalan: CERI Desak Kejagung Usut Tuntas “Tiga Pintu” Pertamina
Kejahatan Hukum di Balik Solusi Dua Negara
Api Diujung Agustus (Seri 19) – Pembersihan Internal Garuda Hitam
Anton Permana: Stop Kriminalisasi Tokoh Bangsa, Dari Roy Suryo hingga Abraham Samad
Membangun Surabaya, Waqaf sebagai Alternatif Pembiayaan
Mualim Balas Bobby: 1.000 Ekskavator Sumut di Aceh Siap Dipulangkan
Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini Apresiasi Kinerja BLK Medan, Dorong Peningkatan SDM Siap Kerja
Yahya Zaini Bongkar Akar Masalah MBG: Jangan Kriminalisasi SPPG, Benahi Dulu Tata Kelola BGN!
Api Diujung Agustus (Seri 17) - Retakan di Dalam Bayangan - Berita TerbaruSeptember 28, 2025 at 12:02 pm
[…] Api Diujung Agustus (Seri 16) – Serangan Besar Garuda Hitam […]