Oleh: M. Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi, Wakil Ketua ICMI Jatim, Tinggal di Surabaya
“Hari ini, 2 November 2024, adalah hari yang sudah lama direncanakan untuk bersama Tom Lembong di Jogja,” kata Anies dalam Instagram resminya.
“Saya ke Jogja hari ini untuk hadiri reuni FEB UGM, dan Tom Lembong terjadwal sebagai pembicara sore ini di fakultas yang sama, pada acara Seminar Forum Studi Diskusi dan Ekonomi FEB UGM,” katanya lagi.
Rencana itu pun gagal. Anies Baswedan pun berikan semangat kepada sahabatnya tersebut yang kini berada di tahanan.
“Tadinya sore ini saya akan mampir sebentar ke acara FSDE saat Tom sedang ceramah. Lalu, kita berencana akan berkegiatan bersama di Jogja esok hari Minggu, dan saya bisa menunjukkan tempat-tempat favorit saya di kota Jogja kepada Tom,” jelasnya.
Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Di tengah berbagai upaya untuk mencapai kesejahteraan yang merata, gagasan yang digagas Anies Baswedan dan Tom Lembong pernah menjadi harapan bagi banyak kalangan. Anies, dengan pandangan visionernya pada pemerataan pelayanan publik dan pendidikan, melengkapi pendekatan Lembong yang fokus pada iklim investasi dan reformasi birokrasi untuk mendorong ekonomi yang terbuka. Namun, kini gagasan tersebut menghadapi tantangan baru: isu hukum yang menjerat Tom Lembong setelah penangkapannya oleh Kejaksaan Agung.
Kombinasi pandangan Anies dan Lembong sejatinya mencerminkan model pembangunan yang lebih adil, di mana Anies mengusung keadilan sosial sebagai pilar kebijakan, sementara Lembong mengedepankan efisiensi ekonomi melalui keterbukaan bagi investasi. Banyak pakar sepakat bahwa konsep ini adalah perpaduan antara keadilan dan pertumbuhan ekonomi. Menurut ekonom Emil Salim, kebijakan yang adil dan inklusif harus menjadi fokus, sementara Faisal Basri menekankan pentingnya iklim bisnis yang sehat dan transparan untuk menciptakan kesempatan ekonomi yang merata.
Namun, dengan penangkapan Lembong, masa depan gagasan tersebut menjadi semakin kompleks. Isu hukum ini menimbulkan tantangan baru bagi integrasi gagasan mereka dan mempengaruhi persepsi publik terhadap model kebijakan yang mengusung keterbukaan ekonomi. Beberapa pihak kini mempertanyakan apakah nilai-nilai transparansi dan reformasi yang dibawa Lembong masih relevan, hal ini berkaitan dengan upaya mereduksi gagasan Lembong , sementara beberapa pakar lain melihat bahwa substansi ide-ide tersebut dapat tetap diperjuangkan meskipun sosok Lembong menghadapi proses hukum.
Anies, sebagai figur yang menekankan pentingnya keadilan dan pemerataan, kini mungkin menghadapi tugas untuk meneruskan gagasan ini dengan cara yang tetap berlandaskan pada nilai-nilai inklusivitas dan transparansi. Bagaimanapun, kekuatan gagasan Lembong mengenai keterbukaan ekonomi dan reformasi birokrasi tetap dapat diadaptasi dalam kebijakan pembangunan tanpa mengurangi fokus pada keadilan sosial yang telah diusung Anies.
Ekonom Sri Adiningsih menyatakan bahwa keadilan sosial yang dicita-citakan Anies dapat tetap dijalankan dengan meninjau kembali kebijakan keterbukaan, khususnya di sektor-sektor yang langsung berdampak pada masyarakat luas, seperti pendidikan dan kesehatan. Anies dapat melanjutkan reformasi ini dengan memastikan adanya transparansi yang lebih ketat serta regulasi yang memperkuat asas keadilan dalam investasi dan pembangunan.
Meski kini Lembong menghadapi isu hukum yang membayangi, substansi gagasannya mengenai ekonomi terbuka dan efisien tetap bisa dilanjutkan. Dengan perspektif ini, Anies dapat mengambil inspirasi dari nilai-nilai yang baik dalam gagasan Lembong, sambil menyesuaikannya dengan pendekatan yang lebih fokus pada integritas dan transparansi. Sinergi gagasan ini masih bisa menjadi landasan bagi Indonesia untuk menciptakan ekonomi yang tidak hanya tumbuh tetapi juga berkeadilan, meskipun sekarang tanpa kehadiran langsung dari Lembong.
Tom Lembong mungkin kini sedang dihadapkan proses hukum yang berjalan, yang mengadili kebijakan yang pernah dia lakukan ketika menjabat sebagai Mendag tahun 2015, bukankah kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Lembong tentu dengan seizin presiden saat itu, bukankah para menteri setelahnya juga melakukan hal yang sama dan bahkan lebih besar ? lalu mengapa hanya Tom Lembong yang ditangkap ? adakah kaitan penangkapan ini dengan persoalan politik semakin kuatnya isu perubahan dan pelembagaan isu itu menjadi ormas atau parpol ? itulah pertanyaan – pertanyaan yang muncul di publik. Publikpun juga bertanya, siapa dibalik penangkapan Tom Lembong ini ? inilah ujian bagi Pemerintahan Prabowo untuk bisa menjelaskan .
Surabaya , 3 November 2024
EDITOR: REYNA
Related Posts

Setelah Penantian Panjang, Timor-Leste Resmi Anggota Penuh ke-11 ASEAN

Selidiki Kasus Korupsi Ekspor POME, Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai

Kejagung Periksa Nicke Widyawati dan Anak Buah Riza Chalid dalam Kasus Tata Kelola Minyak Mentah

Ridwan Hisyam: Soeharto Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Dr. Anton Permana: “Soliditas TNI Masih Terjaga, Konflik Internal Itu Wajar Tapi Tak Mengancam”

Lebih Mudah Masuk Surga Daripada Masuk ASEAN

Zohran Mamdani adalah Pahlawan Kita

Soeharto, Satu-satunya Jenderal TNI Yang 8 Kali Jadi Panglima

Pro-Kontra Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Antara Rekonsiliasi dan Pengkhianatan Reformasi

Kasusnya Tengah Disidik Kejagung, Sugianto Alias Asun Pelaku Illegal Mining Kaltim Diduga Dibacking Oknum Intelijen



No Responses