Berjihad Melawan Korupsi, Menyelamatkan Hak Anak Indonesia Menuju Indonesia Emas

Berjihad Melawan Korupsi, Menyelamatkan Hak Anak Indonesia Menuju Indonesia Emas
Isa Ansori

Oleh: M. Isa Ansori

Kolumnis, Akademisi, Pengurus Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jatim dan Wakil Ketua ICMI Jatim

Bangsa ini sedang menapaki jalan panjang menuju Indonesia Emas 2045 — sebuah visi luhur tentang negeri yang maju, berdaulat, dan berkeadilan. Namun di balik gegap gempita cita-cita itu, kita justru menyaksikan luka yang dalam: korupsi yang telah menjelma menjadi sistem kekuasaan. Selama sepuluh tahun terakhir di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi telah menjadi penjajahan baru terhadap hak-hak rakyat, terutama anak-anak Indonesia.

Kita sering berbicara tentang masa depan, tentang bonus demografi, dan tentang 75 juta anak yang kelak akan mengisi ruang sejarah Indonesia Emas. Tetapi di balik narasi indah itu, hak-hak anak-anak tersebut sedang dikorupsi — diam-diam, perlahan, namun sistemik. Korupsi yang melibatkan pejabat, pengusaha, aparat, dan politisi telah merampas gizi anak-anak, mengurangi kualitas pendidikan mereka, dan membatasi akses terhadap layanan kesehatan.

Baru-baru ini Kejaksaan Agung menyerahkan uang hasil sitaan korupsi dari sektor perkebunan sawit sebesar Rp13 triliun. Nilai itu hanya serpihan dari gunung es kejahatan yang lebih besar. Di baliknya, masih ada korupsi di sektor tambang, energi, pendidikan, dan pangan yang nilainya mencapai ratusan hingga ribuan triliun rupiah. Dana yang seharusnya digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa malah berpindah ke kantong para oligark dan pejabat yang mengkhianati amanat rakyat.

Korupsi di negeri ini bukan lagi perilaku individu — ia adalah ekosistem busuk yang tumbuh dari perselingkuhan antara kekuasaan dan keserakahan. Yudikatif, eksekutif, dan legislatif sering kali tampak bersatu dalam diam, seolah saling menjaga rahasia gelapnya masing-masing. Mereka menikmati hasil dari sistem yang seharusnya mereka awasi. Kini, tongkat estafet kepemimpinan telah berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Sebagai mantan prajurit, ia tentu memahami arti nasionalisme dan pengkhianatan. Namun rakyat menunggu: mampukah ia menunaikan janji untuk menumpas korupsi sampai ke akar-akarnya? Mampukah ia menghentikan tradisi kotor yang telah menjerat pemerintahan selama satu dekade terakhir?

Sejumlah langkah awal memberi harapan. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan perang terhadap mafia tanah dan mafia pertanian, yang selama ini merugikan petani dan membuat rakyat sulit mendapatkan bahan pangan. Syafri Samsudin, rekan lama Prabowo di dunia militer yang kini menjabat Menteri Pertahanan, juga berjuang mengamankan kebijakan strategis negara dari rongrongan para pemburu rente.

Dua anak muda kepercayaan Prabowo, Sugiono (Menteri Luar Negeri) dan Teddy (Sekretaris Kabinet), bergerak cepat memperkuat diplomasi internasional dan menyiapkan arah strategis menuju Indonesia Emas. Tetapi yang paling menarik perhatian publik adalah sosok Purbaya Yudhisadewa, Menteri Keuangan yang dikenal berani. “Saya tidak takut siapa pun kecuali Tuhan dan Presiden yang mengangkat saya,” ujarnya lantang. Ia bertekad membersihkan keuangan negara dari tangan-tangan kotor yang selama ini bermain di balik meja anggaran.

Langkah Purbaya disambut publik, apalagi setelah Kejaksaan Agung mulai mengembalikan uang rakyat yang diselewengkan. Namun persoalan ini jauh dari selesai. Di sektor energi, potensi korupsi di Pertamina diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun. Di sektor pendidikan, kasus pengadaan Chromebook pada masa pemerintahan sebelumnya diperkirakan merugikan negara sekitar Rp9,9 triliun. Jika uang sebesar itu digunakan dengan benar, berapa banyak sekolah bisa direnovasi, berapa banyak buku bisa dicetak, dan berapa banyak anak bisa diselamatkan dari gizi buruk?

Dalam satu rapat kabinet, Presiden Prabowo dikabarkan menaruh perhatian serius terhadap anak-anak Indonesia. Ia bahkan menyinggung hal sederhana — ukuran huruf dalam buku pelajaran yang terlalu kecil hingga mengganggu penglihatan anak-anak. Ia meminta agar huruf diperbesar agar anak-anak tidak perlu memakai kacamata di usia muda. Sekilas tampak sepele, tapi sesungguhnya itulah wujud empati: kepekaan terhadap kebutuhan dasar anak-anak bangsa.

Begitu juga dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi kebijakan unggulan Prabowo. Sayangnya, di beberapa daerah program ini mulai disalahgunakan oleh mafia proyek yang mengabaikan keselamatan anak-anak hingga menyebabkan keracunan. Bila dibiarkan, niat mulia akan berubah menjadi alat korupsi baru.

Namun, perjuangan menyelamatkan negeri ini tidak hanya ada di dalam birokrasi. Di luar pemerintahan, ada banyak tokoh dan kelompok yang memiliki komitmen yang sama untuk melawan korupsi dan menyelamatkan masa depan bangsa. Anies Baswedan, misalnya, terus berdiri di barisan yang menyerukan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Ia mewakili harapan bahwa politik bisa dijalankan dengan akhlak dan keberpihakan pada rakyat kecil.

Selain itu, ada kelompok purnawirawan TNI-Polri yang jujur dan berintegritas, yang berkomitmen menjaga marwah institusi dan menolak praktik koruptif di tubuh negara. Ada pula partai-partai politik di luar pemerintahan yang bisa menjadi mitra kritis, bukan musuh, dalam melawan korupsi sistemik. Mereka, bersama para pegiat anti-korupsi, aktivis perlindungan anak, dan masyarakat sipil, adalah bagian dari barisan moral yang berjuang mempertahankan kehormatan bangsa.

Perang melawan korupsi adalah perang mempertahankan kemerdekaan. Karena sesungguhnya, bangsa yang terjajah oleh para koruptor tak ubahnya bangsa yang kehilangan kedaulatan. Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 mengajarkan kepada kita bahwa jihad bukan sekadar melawan penjajah bersenjata, tetapi juga melawan siapa pun yang merongrong kemerdekaan bangsa. Selamat meneladani peringatan Resolusi Jihad, semoga semnagatnya mewarnai semangat perlawanan kita terhadap tindakan korupsi yang sudah sistemik ini.

Hari ini, di saat kita memperingati Resolusi Jihad, semangat itu harus dihidupkan kembali. Bedanya, musuh kita kini bukan bangsa asing, melainkan pengkhianat dari dalam negeri — para koruptor yang merampok uang rakyat dan menghancurkan masa depan anak-anak Indonesia.

Mari kobarkan jihad melawan korupsi sebagaimana pesan KH. Hasyim Asy’ari: bahwa membela tanah air dari kehancuran adalah bagian dari iman. Jadikan perang melawan korupsi sebagai jihad kemerdekaan di era modern. Karena menyelamatkan anak-anak dari korupsi bukan sekadar tugas moral, tetapi bagian dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.

Indonesia tidak akan pernah benar-benar Emas jika anak-anaknya tumbuh di atas tumpukan kebohongan dan kerakusan. Maka, saatnya kita bersatu — pemerintah, masyarakat sipil, dan seluruh anak bangsa — untuk menunaikan Resolusi Jihad Baru: Jihad melawan korupsi demi masa depan anak-anak Indonesia

Surabaya, 22 Oktober 2025

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K