JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mendesak penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) serius dan tidak tebang pilih dalam membongkar dugaan penyelewengan jual-beli BBM jenis solar non-subsidi yang melibatkan tambang papan atas.
Pernyataan Yusri terkait pemeriksaan Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia, Heri Gunawan (HG) oleh Kejagung pada Senin (11/8/2025). Di mana, PT Adaro Minerals Indonesia merupakan anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), milik pengusaha Garibaldi Thohir atau Boy Thohir. Kakak dari Menteri BUMN, Erick Thohir.
“Saya kira, Kejagung harus serius dalam membongkar segala penyimpangan sektor migas. Termasuk dugaan kongkalikong pembelian solar industri pada 2018-2023. Kerugian negara puluhan triliunan rupiah. Kalau perlu, periksa juga bos Adaro,” kata Yusri, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Dia menyebut, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membeberkan adanya kerugian negara lebih dari Rp3 triliun per tahun, dari penjualan solar non-subsidi ke Adaro pada 2018-2023. Karena harganya sangat tak wajar, terlalu murah.
Kasus ini diduga melibatkan Direksi Pertamina periode 2018-2021 dan Pertamina Patra Niaga (PPN) periode 2021-2023, serta PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).
“Manajemen Pertamina dan PPN periode itu menetapkan harga solar non-subsidi di bawah harga jual terendah, kepada swasta. Gilanya lagi, harga jual ke swasta itu di bawah HPP (Harga Pokok Penjualan) solar bersubsidi. Jadi sangat rendah sekali. Wajar kalau kerugian negara cukup besar. Ini harus menjadi atensi khusus Kejagung,” ungkap Yusri.
Dia mengatakan, periode 2018-2023, Pertamina maupun PPN menetapkan harga jual di bawah harga jual terendah solar non-subsidi kepada pembeli swasta tertentu di sektor pertambangan, badan usaha berizin niaga umum (UNI) dan agen BBM.
“Mereka melanggar Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine Pertamina nomor A-001/F00000/2016-S9 revisi ke-0 tertanggal 13 Desember 2016 yang mengatur harga jual harus mempertimbangkan landed cost dan pocket margin,” paparnya.
Nah, petinggi Pertamina dan PPN kala itu, tidak menetapkan pocket marging periode 2018-2019. “Mereka tidak mengatur aturan negosiasi, langsung tetapkan harga meski rendah sekali, dugaan pencopetan uang secara masif dan sistemik” kata Yusri.
Selain itu, lanjut Yusri, direksi Pertamina periode 2018-2021 dan PPN periode 2021-2023, tidak melaksanakan evaluasi periodik atas harga penjualan kepada setiap pelanggan. Meski secara nyata harga jual kepada pelanggan di bawah harga jual terendah. Bahkan di bawah HPP dan harga dasar solar bersubsidi.
“Atas praktik ini, keuangan negara merugi Rp 9,4 triliun selama 2021 sampai 2023, atau Rp 3 triliun lebih. Kalau kontraknya 10 tahun, total kerugian negara diduga lebih dari Rp30 triliun. Angka ini merupakan selisih harga jual solar industri dengan harga pokok solar subsidi. Kabarnya solar itu dijual untuk kepentingan tambang di luar group Adaro” pungkasnya.
Asal tahu saja, pemeriksaan HG oleh penyidik Kejagung pada Senin (11/8/2025), merupakan yang kedua kalinya. Pemeriksaan pertama dilakukan Mei lalu. HG selaku Direktur PT Adaro Indonesia.
“Pemeriksaan sebagai saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian serta melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (7/8/2025).
Berdasarkan informasi yang beredar di Kejagung, pemeriksaan orang dekat Boy Thohir ini, terkait dengan para tersangka dugaan korupsi minyak mentah. Terkait kontrak pembelian BBM jenis solar antara Adaro dan Pertamina, sejak 2018 hingga 2023. Kala itu, Direktur Utama (Dirut) Pertamina dijabat Nicke Widyawati yang baru lengser pada 4 November 2024.
Setiap tahunnya, Adaro mendapat jatah solar sebanyak 500-600 kiloliter. Kemungkinan, solar itu digunakan untuk transportasi dan operasional lainnya di tambang batu bara group milik Boy Thohir yang juga kakak dari Menteri BUMN, Erick Thohir.
Situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, kontrak pembelian solar Adaro dengan Pertamina, disepakati pada Mei 2015. Berlaku sepuluh tahun. Nilai pengadaan setiap tahunnya mencapai Rp7 triliun.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
PT Soechi Lines Tbk, PT Multi Ocean Shipyard dan PT Sukses Inkor Maritim Bantah Terkait Pemesanan Tanker Pertamina
ISPA Jadi Alarm Nasional: Yahya Zaini Peringatkan Ancaman Krisis Kesehatan Urban
Kerusakan besar ekosistem Gaza, runtuhnya sistem air, pangan, dan pertanian akibat serangan Israel
Ilmuwan Gunakan AI untuk Ungkap Rahasia Dasar Laut Antartika
Kepala Desa Tirak, Suprapto, Membisu Soal Status Anaknya Yang Diduga Pembebasan Bersyarat (PB) Kasus Narkoba, Lolos Seleksi Calon Perangkat Desa
Jerat Jalur Merah: Ketika Bea Cukai Jadi Diktator Ekonomi
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Mahfud MD Guncang Kemenkeu: Bongkar Skandal 3,5 Ton Emas dan TPPU Rp189 Triliun di Bea Cukai!
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
No Responses