Oleh: Tata Kesantra
Aktifis Forum Tanah Air
Perbincangan kontestasi pemilu 2024 terus memanas, sekalipun pusarannya masih belum terlalu cepat. Mungkin karena memang aturannya yang membuat seperti itu.
Ibarat anak anak yang berlomba bermain “puzzle”, bongkar pasang sana sini dan masih belum menemukan potongan potongan yang tepat untuk dipasangkan agar menjadi gambar yang utuh. Dari beberapa tim yang ikut, nampak ada satu tim yang telah selesai gambar puzzle nya, walaupun masih mungkin ada kesalahan karena gambar puzzle yang diminta bukan seperti itu. Anak2 yang telah menyelesaikan puzzlenya belum bisa bernafas lega hingga gurunya menilai gambar tersebut sudah benar.
Sementara anak2 lainnya masih sibuk mencocok cocokkan gambarnya, para penonton terus memberi semangat untuk segera menyelesaikan puzzle nya. Para pendukung tim yang sudah selesaipun terus bersahut sahutan melihat tim nya sudah selesai mengerjakan puzzle mereka, sepertinya lupa bahwa guru yang menilai belum menyatakan puzzle mereka sudah betul.
Menyenangkan menonton jalannya lomba puzzle tersebut. Melihat bagaimana masing masing tim berusaha untuk menyelesaikan dengan cepat dan benar, ditambah para pendukung yang berada di sekitar arena terus menyemangati, dan tidak sedikit diantara mereka yang saling mencibir dan mengganggu pendukung tim lainnya.
Beberapa penonton mulai merasa bosan dengan perlombaan puzzle ini. Terlalu membuang waktu untuk menyelesaikan gambar puzzle itu. Mengapa bukan pertandingan lain, yang tidak saja membutuhkan keterampilan memadukan gambar gambar tapi juga kemampuan untuk mengaktualisasikan pikiran. Sehingga penonton bisa melihat kemampuan memecahkan persoalan sekaligus kecakapan dan kematangan dari setiap tim.
Kira kira seperti itulah gambaran dinamika politik menjelang pemilu 2024. Semua serba belum pasti, masih cair istilah para pemain politik. Seperti halnya penonton dan pendukung tim anak anak itu, rakyat sebagai penonton dibuat bersorak sorak tanpa mengerti apa sebenarnya yang di soraki. Penonton hanya bisa melihat hasil akhir dari puzzle yang dibuat tanpa tau apa dan bagaimana mereka berembuk untuk mendapatkan potongan potongan yang sesuai. Rakyat hanya diperlukan sebagai penggembira.
Kalau begini cara mencari pemimpin, tentu patut di pertanyakan pemimpin yang dihasilkan. Calon pemimpin bukan lahir dari proses interaksi intelektual dengan pemilih tapi dari hasil utak atik menyambung potongan potongan kepentingan agar terhubung dan menjadi suatu bentuk yang disepakati diantara mereka, kemudian di sodorkan kepada rakyat untuk dipilih. Itupun terlalu sering mengabaikan moralitas dari calon pemimpin tersebut.
Seperti inikah yang akan dilalui rakyat Indonesia dari waktu ke waktu, dari pemilu ke pemilu?
Untuk itu Forum Tanah Air menawarkan pikiran alternatif dengan menyodorkan 10 tuntutan dalam Manifesto Politik FTA (MPFTA) kepada para politisi yang akan berlaga di pemilu 2024 untuk perbaikan politik dan ekonomi di tanah air.
Disisi lain, diperlukan upaya sebagai aktifis, bukan saja aktifis FTA, baik yang di dalam maupun luar negeri, utk mengedukasi masyarakat agar paham akan hak hak politiknya dan menuntut perubahan kepada para calon pemimpin bangsa.
Rencana dan akal akalan penguasa utk merusak jalannya demokrasi di tanah air, dengan perpanjangan masa jabatan, penundaan pemilu, serta sepak terjang Peng-Peng (penguasa dan pengusaha) mengeruk Sumber Daya Alam (SDA) tidak akan berhasil bila rakyat sudah melek politik dan menyadari bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat.
Mari kita fokus dan istiqomah mengsosialisasikan MP FTA ini, in shaa Allah akan membuahkan hasil untuk perbaikan bangsa dan negara, agar di kelola sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat. Tentu saja tidak akan terjadi dalam semalam tapi akan terwujud.
Kalau rakyat paham posisinya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, maka semua penyelenggara negara, Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif akan menjalankan fungsi dan tugasnya untuk kepentingan yang memberikan mandat, yaitu RAKYAT
FOKUS….FOKUS…FOKUS…SOSIALISASIKAN MP FTA…sehingga sebagai aktifis tidak di cap (branded) sebagai aktifis yang hanya bisa cuap-cuap dan menjadikan WA grup dan media sosial lainnya sebagai Grup Tembok Ratapan, yang hanya bisa komplain dan menangisi nasib.
Coba kita buat kalkulasi matematis. Kalau setiap aktifis punya minimal 10 grup WA saja dengan jumlah anggota rata rata 50 orang maka seorang aktifis sudah membagikan MP FTA kepada sekitar 500 orang. Dan, kita himbau saat membagikan agar mereka membagikan kembali MP FTA tersebut ke setiap grup yang dipunyainya. Bayangkan gaung (multitude) dari upaya yang di lakukan oleh seorang aktifis. Itu baru di grup WA…belum di media sosial lainnya.
Itulah THE POWER OF SOCIAL MEDIA (dahsyatnya sosial media). Apa yang menjadi modal para aktifis, tentu saja luangkan waktu untuk sharing, dan…pulsa.
SALAM PERJUANGAN DARI NEW YORK.
WDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (11): Pengakuan Dunia, Diplomasi Damai, dan Kiprah Internasional Indonesia di Era Soeharto”

Monumen

Kami Bersama Dokter Tifa

Saatnya Menegaskan Arah, Membongkar Simpang Siur Kekuasaan SDA

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (10): Warisan Stabilitas Makro dan Fondasi Ekonomi Jangka Panjang

Daniel M Rosyid: Bencana Dan Riba Politik

Bandara IMIP Morowali : Antara Hilirisasi, Kedaulatan, dan Arah Baru Politik Pengawasan Negara

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (9): Stabilitas Keamanan dan Modernisasi Militer Indonesia

Membunuh Teman Sendiri Sambil Tertawa.

Daniel M Rosyid: Islam Politik



Bobs SEOOctober 23, 2024 at 2:08 pm
… [Trackback]
[…] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/catatan-demokrasi-permainan-puzzle-2024/ […]
my profileOctober 25, 2024 at 5:29 am
… [Trackback]
[…] Read More here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/catatan-demokrasi-permainan-puzzle-2024/ […]