Oleh: Muhammad Chirzin
Sejauh mana sentimen dan identitas SARA yang menguat dan meluas di Indonesia pada era demokratisasi sekarang ini memberikan dampak pada keindonesiaan?
Mengapa persoalan etnisitas atau identitas keetnisan di beberapa wilayah meningkat justru pada saat Indonesia memasuki era keterbukaan dan demokratisasi saat ini, meskipun persoalan representasi politik sudah membaik?
Sejauh mana faktor-faktor lokal dan nasional, terutama kebijakan pemerintah pusat memainkan peran meningkatkan sentimen itu?
Pengelolaan kebhinekaan merupakan aspek penting dalam kehidupan berbangsa di Indonesia untuk mewujudkan kohesivitas sosial yang akan membuat penduduk lintas agama dan lintas etnis nyaman.
Kohesivitas sosial sangat vital bagi reformasi politik. Setiap warga negara harus mempercayai sesama warga dan pemerintah untuk merancang dan menerapkan kebijakan yang bermanfaat. Inklusivitas lembaga negara dan komunitas adalah syarat penting munculnya kohesivitas sosial.
Anggota kelompok dengan latar belakang berbeda-beda memperkaya pengetahuan, sehingga terjadi pertukaran informasi dan saling belajar antar warga. Kohesivitas sosial mendasari terwujudnya kecerdasaan kolektif kewargaan.
Pergelaran politik elektoral beberapa waktu terakhir memberikan pelajaran penting mengenai kebutuhan penanganan politisasi dan diskriminasi berbasis SARA.
Pembiaran politisasi dan diskriminasi dapat menciptakan ketegangan yang mengancam kohesi sosial. Spiral kekerasan di tengah kondisi sosial yang labil menyebabkan jatuhnya korban.
Munculnya politisasi SARA antara lain karena komunalisme, struktur mobilisasi kelembagaan yang tidak efektif, kekuataan kelembagaan partai lemah diganti loyalitas pemilih yang tinggi kepada figur dan simbol-simbol sentimen politiknya.
Penggunaan SARA dalam kampanye dapat melemahkan institusi demokrasi, menimbulkan politik distingtif, dan segmentasi komunal yang semakin tajam.
Politisasi identitas berbasis SARA dapat merusak dan mengganggu harmoni sosial dan integrasi nasional, memviktimisasi kelompok minoritas, dan merestriksi kesetaraan hak seluruh warga negara yang menjadi cita ideal Pancasila dan cita hukum UUD 1945.
Peran tokoh masyarakat lintas iman, agama, dan etnis untuk mencegah terjadinya politisasi SARA secara negatif sangat sentral.
Pendidikan politik tokoh masyarakat untuk membangun narasi bersama dan mewujudkan kota nir-politisasi SARA, mengaktualisasikan dan memperkuat peran mereka guna mengkondisikan Kota yang harmonis, kondusif, dan kohesif.
Politik identitas adalah alat politik suatu kelompok, seperti etnis, suku, budaya, agama atau lainnya untuk tujuan tertentu, sebagai bentuk perlawanan atau alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.
Politik identitas fokus permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.
Politik identitas bisa dimaknai sebagai strategi politik yang memfokuskan pada pembedaan dan pemanfaatan ikatan primordial sebagai kategori utamanya. Politik identitas dapat memunculkan toleransi dan kebebasan, namun di lain pihak, politik identitas juga akan memunculkan pola-pola intoleransi, kekerasan verbal-fisik dan juga pertentangan etnik dalam kehidupan.
Problematika kebangsaan kembali mengedepan tatkala bangsa ini memasuki era demokratisasi. Hal itu terkait dengan hadirnya berbagai ekspresi kebangkitan primordialisme di berbagai daerah yang melandaskan diri pada nilai-nilai keetnisan.
Hakikat keetnisan meliputi sebuah kesadaran yang dilandasi oleh pertautan yang tidak sederhana. Kesamaan kepentingan, kesejarahan, politik, maupun faktor globalisasi dan melonggarnya sistem pemerintahan yang turut menguatkan kesadasaran etnis itu.
Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri atas berbagai macam suku, agama, ras, serta budaya. Indonesia menyimpan berbagai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah.
Dengan penduduk yang begitu banyak dan memiliki latar belakang budaya, agama serta suku yang berbeda-beda, kerapkali bangsa ini di hadapkan pada satu kondisi di mana persatuan berada diujung tanduk.
Solusinya, mencari satu pegangan yang bisa dijadikan sandaran untuk mempersatukan banyak masyarakat dan juga kepentingan didalamnya. Maka lahirlah semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua. Seiring berjalanya waktu, persatuan Indonesia banyak menghadapi ancaman, baik eksternal maupun internal.
Sejak kemerdekaan, bangsa ini sudah mengalami 2 kali invasi militer oleh Belanda, pemisahan diri oleh Timor Timor, konflik separatis di berbagai wilayah, dan kondisi politik dalam negeri kita.
Politik dalam negeri kita pun sering berada dalam keadaan tidak stabil, terutama pasca kemerdekaan di mana kita berganti-ganti sistem pemerintahan, dari terpimpin, parlementer, sampai demokrasi Pancasila.
Zaman Orde Baru semua tersentralisasi pada pemerintah pusat yang dipegang oleh Soeharto, dan era reformasi, demokrasi di Indonesia sudah dianggap cukup matang dan jauh lebih baik dibandingkan era-era sebelumnya.
Kita mungkin baru familiar dengar kata Politik Identitas di sekitaran tahun 2017 yang pada saat itu dilaksakan Pemilu Gubernur DKI Jakarta. Keras dan sporadisnya politik identitas pada saat itu membuat masyarakat tersegregasi dan terbelah menjadi dua kubu yang berlawanan. Petahana versus oposisi, Cebong versus Kampret.
Uraian mengenai politik identitas tidak terlepas dari makna identitas atau jati diri sebagai pengakuan terhadap seorang individu atau suatu kelompok tertentu yang menjadi satu kesatuan menyeluruh yang ditandai dengan masuk atau terlibat dalam satu kelompok atau golongan tertentu.
Penggabungan ke dalam kelompok atau golongan tertentu tidak terlepas dari adanya rasa persamaan yang didasari oleh sebuah identitas yang terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis, seperti identitas gender, agama, suku, profesi, dll. Perkumpulan yang didasarkan atas satu kesamaan identitas akan membentuk sebuah kelompok identitas.
Politik identitas merupakan penjabaran dari identitas politik yang dianut oleh warga negara berkaitan dengan arah politiknya. Politik identitas lahir dari sebuah kelompok sosial yang merasa diintimidasi dan didiskriminasi oleh dominasi negara dan pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan.
Politik identitas adalah sebuah cara berpolitik yang didasarkan pada kesamaan identitas, di Indonesia sendiri politik identitas kerap dikerucutkan menjadi dua kelompok, yaitu nasionalis dan agamis.
Politik identitas memberikan ruang besar bagi terciptanya keseimbangan dan pertentangan menuju proses demokratisasi sebuah negara. Apabila tidak dikelola dengan tepat dan bijak akan menyebabkan hancurnya stabilitas negara.
Saat ini masyarakat semakin terkotak-kotak dalam kehidupan perpolitikan maupun sosial dan budayanya. Hal ini jika dibiarkan akan mengoyak stabilitas bangsa. Solusinya: dialog dengan siapa pun yang memiliki pandangan berbeda yang akan membuka sudut pandang baru untuk memahami sikap dan pilihan pendirian.
Antara nasionalisme dan agama tidak bisa dibenturkan. “Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama, dan keduanya saling menguatkan.” (K.H. Hasyim Asy’ari).
EDITOR:REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
diet productsDecember 27, 2024 at 8:17 am
… [Trackback]
[…] Read More Info here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/catatan-m-chirzin-menuju-kota-yang-harmonis-kondusif-dan-kohesif-nir-politisasi-sara-negatif/ […]
watch nowDecember 28, 2024 at 4:12 pm
… [Trackback]
[…] Read More here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/catatan-m-chirzin-menuju-kota-yang-harmonis-kondusif-dan-kohesif-nir-politisasi-sara-negatif/ […]
MLMJanuary 15, 2025 at 11:22 pm
… [Trackback]
[…] There you will find 35256 more Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/catatan-m-chirzin-menuju-kota-yang-harmonis-kondusif-dan-kohesif-nir-politisasi-sara-negatif/ […]