Catatan Perjalanan Guru Besar ITS : Ketika Rupiah Tidak Laku

Oleh : Mukhtasor, Guru Besar ITS Surabaya

1. Apakah yang kita rasakan dan kita fikirkan ketika sedang di luar negeri, mendapatkan kenyataan bahwa uang kita tidak laku? Tetapi itulah sebagian faktanya.

2. Dengan senyum tanpa dosa, petugas Money Changer di lingkungan kampus Universitas De Sivilla, Spanyol, menolak uang Rupiah. Kemudian kami pindah ke Money Changer yang lain, menukarkan selembar dollar Amerika, dan dilayani dengan baik. Tetapi ketika sekali lagi uang Rupiah kami tukarkan, setelah dicek, Rupiah tersebut tidak diterima. Meskipun, sang petugas juga tersenyum dan sopan.

3. Lebih tragis, kenyataan itu terjadi di masa Indonesia modern. Lebih dari tujuh puluh tahun merdeka, dengan Menteri Keuangan berkelas dunia.

4. Mengapa suatu mata uang tidak diterima dalam pertukaran dengan mata uang asing, dan apa masalahnya?

5. Pertanyaan ini tampak sederhana. Namun sejatinya ia adalah bagian dari masalah ekonomi yang kompleks. Jerat dan luka persoalan yang dalam.

6. Bagi kami yang relatif awam ilmu ekonomi, apa pun penjelasan ilmiahnya, kenyataan ini menyedihkan, menyulitkan dan sekaligus memprihatinkan.

7. Penolakan Rupiah adalah indikator. Ketika satu per satu indikator muncul tak terbendung, mereka menjelma menjadi alarm bahwa kita sesungguhnya dalam bahaya.

8. Uang adalah alat tukar dalam perekonomian. Nilai tukar uang yang kuat dihasilkan oleh perekonomian yang sehat. Penyediaan barang dan jasa yang produktif. Dan sebaliknya, nilai tukar uang yg lemah – dan bahkan di sebagian tempat tidak laku – adalah satu indikator keterpurukan perekonomian negaranya.

9. Ketika nilai tukar Rupiah terpuruk dan tak beranjak bangkit, ketika deindustrialisasi berlangsung menerus, ketika pemerintah membayar hutang lama dengan menambah hutang baru, ketika uang Rupiah tidak laku di sebagian tempat yang penting bagi pergaulan masyarakat dunia, tiba-tiba publik tersentak, dihibur dengan berita: Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, memperoleh penghargaan sebagai The Best Minister of the World 2018.

10. Dalam situasi paradoks seperti itu, konsultan keuangan Ernst and Young yang bermarkas di London, memberi penilaian top- Juara Dunia- kepada Menteri Keuangan Indonesia.

11. Maka pertanyaannya adalah, apa relevansi penilaian Ernst and Young tersebut bagi kita? Nilai bagus bagi kepentingan ekonomi global ataukah bagi kepentingan rakyat Indonesia?

12. Dr. Mohammad Hatta, Sang Proklamator, telah menjelaskan dengan lugas politik perekonomian Indonesia, yang merupakan satu kesatuan politik dalam sistem kenegaraan Indonesia sejak awalnya. Politik perekonomian tersebut mencakup tindakan yang harus dijalankan dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk memperbesar kemakmuran rakyat.

13. Penempatan Pasal 33 mengenai perekonomian negara dalam UUD 1945, secara sengaja diletakkan dalam Bab Kesejahteraan Sosial. Inilah orientasi pembangunan ekonomi yg dirumuskan para pendiri negara Indonesia.

14. Para perintis kemerdekaan itu tidak saja menegaskan cita-cita, tetapi sekaligus strategi dan metodologi pembangunan untuk mencapainya. Bahwa memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa itu akan dicapai melalui jalan yg telah disepakati. Konsensus nasional, yg diabadikan dalam UUD 1945.

15. Strategi tersebut dibangun diatas prinsip perekonomian yg disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.

16. Strategi perekonomian yg ditetapkan bukanlah jalan kapital yang memposisikan keuntungan jangka pendek sebagai panglima. Bukan prinsip efisiensi dengan PDB sebagai ukuran utama bagi kejayaan suatu bangsa.

17. Azas kekeluargaan dalam kehidupan berbangsa mengandaikan bahwa kemakmuran adalah kualitas bersama, bagi semua anggota keluarga di dalam rumah besar Indonesia.

18. Sang Proklamator lebih lanjut menjelaskan bahwa strategi perekonomian Indonesia dimulai dengan memperbaharui tenaga produktif. Membangun SDM produktif adalah dasar bagi kejayaan perekonomian, menjadi negara produsen yg kuat.

19. Produksi barang dan jasa mencukupi kebutuhan bangsanya, adil dan merata. Kontribusinya secara signifikan diperhitungkan masyarakat dunia. Bukan sekedar menjadi pasar, tetapi juga produsen yang setara.

20. Saat itulah mata uang Rupiah bernilai dan diterima dalam pergaulan dunia…yaitu saat para pemimpin negeri nyata-nyata membangun negara yang berproduksi, bukan negara yg sekedar memajaki rakyat yg sedang mengkonsumsi. (Sumber : WAG ITS)

Related Posts