Oleh : Ridwan Saidi, Budayawan
Kalau Rhoma Irama terlibat politik, dia memang punya perhatian dan kecintaan pada politik. Violist bekend Idris Sardi di masa akhir hidupnya suka menghadiri diskusi politik.
Politik dan seni sebenarnya harus bertemu. Retorika presiden-presiden Amerika semua menarik. Di Indonesia terutama di era reformasi seni sudah hilang dari politik.
Tapi bagaimana Be, di era Orde Baru Menteri Agama Alamsyah tampar Mendikbud Daoed Joesoef dalam rapat yang dipimpin Menko Surono?
Sepertinya tidak ditampar, kalau tampar ke muka, kalau jitak ke embun2an kepala, ini tangan Mendikbud yang digeprak karena interupsi lagi Alamsyah bicara. Lebih jernih kita merujuk pada biografi Alamsyah Ratuperwiranegara yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan thn 1995.
Dubes Saudi ajukan niat mau mendirikan sekolah bahasa Arab. Kelak bekend sebagai LIPIA. Dalam percakapan telpon, Mendikbud merespon: Buat apa kursus bahasa Arab, umat Islam Indonesia itu sudah fanatik, bagaimana kalau dikursus Arab?
Daoed Joesoef pada 1971 ikut mendirikan CSIS. Menag konsultasi ke Mebdikbud karena izin kursus dan semacamnya mereka yang keluarkan.
Di setiap forum Daoed menolak kursus Arab, padahal kedubes2 Perancis, Belanda, Spanyol bikin kursus disini, kok kedubes Saudi Arabia tak boleh.
Menlu Muchtar Kusuma Atmaja punya gagasan bahwa karena kursus ini tetkait kegiatan kedubes, izin bisa dikeluarkan Deplu.
Ide Menlu dibahas rapat terbatas yang dipimpin Menko Surono. Menag Alamsyah bicara lebih dulu, Rusia dan China yang komunis boleh buka kursus, kenapa Saudi tak boleh?
Alamsyah belum selesai Daoed terus2an berusaha Interupsi. Alamsyah geprak dia, kacamata Daoed terlempar.
Pelanggaran etika rapat dilakukan Daoed dulu. Harusnya ini peristiwa dapat dicegah seandainya pimpinan tegur Daoed sebelum Alamsyah bertindak.
Di tahun2 terakhir kehidupannya saya acap ketemu Daoed di pelbagai kesempatan. Bahkan ketika dalam suatu acara dimana saya tak tau kalau ada Daoed, saya bernyanyi keroncong Rindu Malam dalam kesempatan itu.
Usai nyanyi eh Daoed hampiri saya memberi apresiasi. Lalu ia mengajak berphoto bertiga isterinya. Lalu kemudian dari pada itu saya mendengar Daoed Jusuf meninggal.
Penyesalan memang menyiksa diri. (RSaidi)
EDITOR : REYNA
Related Posts

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik

Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global




CC link cableDecember 19, 2024 at 9:09 am
… [Trackback]
[…] There you will find 70527 more Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/catetan-babe-ridwan-saidi-18-art-politics-alamsyah-vs-daoed-jusuf/ […]
pgslotJanuary 8, 2025 at 4:39 pm
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/catetan-babe-ridwan-saidi-18-art-politics-alamsyah-vs-daoed-jusuf/ […]