Catatan Prof. Dr. Muhammad Chirzin
(Gubes UIN Jogjakarta )
Salah satu media sosial mengunggah tulisan: π₯ππ£ π£ππ πππ¨, πͺππππ’π π ππππππ§ππ§π’π₯ππ‘. Pilkada 2022 diundur, dan ditunjuk Penjabat.
Sementara itu, jabatan Presiden selesai Oktober 2024. Niatnya Pilkada dan Pilpres serentak 2024, artinya berbarengan. Tapi ternyata tidak juga, jaraknya jauh.
Pilpres 14 Februari 2024, sedangkan Pilkada 27 November 2024. Jadi, apa gunanya Pilkada diundur dan dilakukan serentak? Di mana penghematannya?
Dengan jadwal Pilpres dan Pilkada seperti itu, apa gunanya menunda Pilkada 2022: toh tidak serentak juga? Mengapa juga jadi terbalik pelaksanaan Pilpres terlebih dahulu? Dengan jadwal seperti ini, mana bisa dianggap akan berlangsung Jurdil ?
Penundaan Pilkada dan Penunjukan Penjabat Kepala Daerah sementara jelas demi melanggengkan kekuasaan, dibantu dengan kotak kardus? RIP pemilu.
Seharusnya Pilpres yang semestinya dimajukan ke 2022, terlebih dengan batasan defisit anggaran 3% harus kembali di 2023.
Dengan kelonggaran itu APBN masih cukup ruang untuk mengatasi kendala pendanaan Pemilu, yang bahkan sampai hari ini pun belum ada kesepakatan budget final.
Sementara itu gerakan masif menggalang dukungan 3 periode terus berlangsung. Pidato Jokowi agar bawahannya tidak bahas 3 periode hanya sebatas meredam protes saja.
Jika sampai dilakukan amandemen UUD agar Jokowi bisa 3 periode, maka akan ada periode ke 4, 5, dst.
Faham ‘legalisme’ yang menggunakan hukum sebagai justifikasi untuk berbuat semaunya adalah cikal bakal kediktatoran.
Masa jabatan Gubenur/Walikota/Bupati jelas diatur dalam UUD/UU, yaitu 5 tahun.
Saat masa jabatannya selesai, otomatis selesailah posisinya sebagai pejabat, dan pejabat tersebut sudah tidak punya legitimasi/kekuatan hukum untuk tetap menjabat.
Apalagi secara sepihak memperpanjang masa jabatannya/menolak diganti. Sampai hari ini tidak ada UUD/UU yang memberikan hak itu.
Kalau Penjabat/Pejabat Sementara Gubernur/ Walikota/Bupati itu bertugas selama 2,5 tahun apakah ini wajar? (Wajar menurut Penguasa yang bikin peraturan)
Ya, karena kita berada di negara yang ada aturan hukumnya. Aturan hukumnya sangat jelas. Dan itu bukan baru kemarin dibuat. Malah sudah ada sejak tahun 2016.
Kalau memang tidak setuju, ajukan ke MK. Tapi ke mana saja selama ini dari tahun 2016 baru bangun di tahun 2022?
FPKS di DPR sudah beberapa kali mencoba mengkoreksi. Tapi mayoritas Fraksi dan Pemerintah tetap berpendapat begitu.
Sudahkah pakar-pakar yang hebat itu mempergunakan hak formal konstitusional sejak awal? Bukan hanya teriak di medsos.
Jika ada pihak yang tidak setuju dan tidak puas dengan Undang-Undang dan Peraturan yang telah disahkan/ditetapkan, pihaknya dipersilakan mengajukan gugatan ke MK.
Pengalaman bertahun-tahun, sejak Pilpres terdahulu hingga Pilpres berikutnya, termasuk gugatan atas beberapa Undang-Undang, terakhir tentang Presidensial Treshold 20% dan UU IKN, apakah MK telah berpihak pada kebenaran dan keadilan?
Jadi lingkaran setan perundang-undangan dan penegakan hukum di Nusantara.
Susahnya, MK sudah dalam genggaman kekuasaan.
Bahkan sudah berubah menjadi Mahkamah Keluarga. Keadaan ini harus dilawan dengan keras. Perjuangan dengan jalur konstitusi sudah menjadi mainan penguasa Oligarki.
Ya itu lah konsekuensi dari aturan yang ada. Juga pentingnya menang Pemilu. Sama saja di lingkungan ASN, Perguruan Tinggi, Ormas, bahkan Pesantren, selalu ada ketentuan/aturan yang tidak memuaskan semua pihak.
Dalam konteks Negara, masih ada peluang untuk JR, bukan hanya ke MK, tapi juga ke. MA. Semoga Rakyat/Umat Islam tak hanya jadi komentator, tapi menangkan Pemilu 2024 untuk koreksi berbagai hal yang bermasalah itu.
Semua Warga Negara dengan demikian niscaya berusaha sungguh-sungguh menegakkan kebenaran dan keadilan di NKRI sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan kapasitas pada bidang-bidangnya.
EDITOR: REYNA
Baca Juga:
- Seorang RT Di Bogor Diminta Membuatkan KTP Warga Negara China, Dengan Imbalan Rp 12 Juta Per KTP
- KAMI Menolak Kenaikan Tarif Listrik Dan Penghapusan Subsidi Listrik Bagi Rakat
- 25 Tahun Mega Bintang, Mudrick Ajak Masyarakat Semakin Berani Melakukan Perlawanan
- Bicara Presidential Threshold, Ketua DPD RI Minta Presiden Tunjukkan Sikap Pro Konstitusi
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
how much are tokens on my free camNovember 11, 2024 at 10:56 pm
… [Trackback]
[…] There you will find 45075 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/curhat-amanat-penjabat-catatan-guru-besar-uin-jogjakarta/ […]
free camsDecember 15, 2024 at 3:15 am
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/curhat-amanat-penjabat-catatan-guru-besar-uin-jogjakarta/ […]
cinema ruleDecember 28, 2024 at 11:33 pm
… [Trackback]
[…] Here you can find 39021 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/curhat-amanat-penjabat-catatan-guru-besar-uin-jogjakarta/ […]
Pharmaceutics1January 8, 2025 at 8:54 am
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/curhat-amanat-penjabat-catatan-guru-besar-uin-jogjakarta/ […]