Dalam Politik Tidak Ada Teman Abadi Dan Musuh Abadi Yang Ada Kepentingan Pribadi Yang Abadi

Dalam Politik Tidak Ada Teman Abadi Dan Musuh Abadi Yang Ada Kepentingan Pribadi Yang Abadi
Kanjeng Senopati

Oleh: Kanjeng Senopati

 

DIDALAM tatanan sistem negara demokrasi TIDAK ADA teman abadi dan musuh abadi, tapi yang ada adalah Kepentingan Pribadi yang Abadi.

Didalam negara Indonesia yang menganut sistem republik demokrasi maka yang ada terjadi adalah “Politics is interest” (politik adalah kepentingan).

Dan didalam sistem republik demokrasi tidak akan dikenal “Our ideology is our principle” (ideologi adalah prinsip bangsa) itu adalah bulshit..!

Karena menurut saya Politik itu sendiri bersifat dinamis, tidak harus idealis saklek atau kaku tapi harus fleksibel. Ingat dalam dunia “politik demokrasi” tidak ada teman abadi ataupun musuh abadi, yang ada adalah “Kepentingan abadi”.

Tidak ada seorangpun yang pernah mengira bahwa yang tadinya rival (musuh politik) nanti bisa saja jadi teman, sebaliknya sekarang jadi teman suatu saat bisa menjadi musuh rivalnya.

Kita lihat Fadli Zon dia dulu adalah relawan militan berat Jokowi Ahok, sekarang? Sekarang penentang terberat Jokowi cs.

Lihat partai PAN dan Golkar dulu adalah anti Jokowi sekarang? Sekarang pendukung koalisi terkuat Jokowi.

Lihat masa lalu Ngabalin dan TGB (Tuan Guru Bajang) dulu sangat terkenal pro Prabowo, sekarang?

Begitulah jika kita mengikuti laju fragmen politik di negara demokrasi yang dinamis, pastinya akan disuguhkan dengan berbagai drama manuver-manuver oleh para aktor politik partai-partai politik para politikus dengan menghalalkan segala cara yang saling berebut kekuasaan untuk menjadi PENGUASA.

Tidak komitmennya atau perubahan karakter aktor politik itu dapat terjadi karena adanya TIGA faktor.

Faktor pertama, tentunya karena demi kepentingan pribadi untuk mendapatkan kekuasaan, kedudukan dan uang.

Faktor kedua, karena demi mendapatkan perlindungan hukum bagi pribadinya yang sudah mulai terancam oleh penguasa atau terancam gugatan hukum.

Faktor ke tiga, karena ketidaknyamanan. Ini berurusan dengan akal sehat ini yang masih memiliki hati nuraninya. Bila yang dibela dinilai sudah salah arah dan menyalahi visi misi dan prinsip ideologi, agama dan kemanusiaan atau bertentangan dengan prinsip pribadinya atau hati nuraninya maka ia akan meninggalkannya.

Seperti misal yang terjadi pada partai PPP sekarang pendukung Jokowi. Menyebabkan banyak para kader yang militan partai tersebut resign keluar dari PPP.

PPP telah menggadaikan azas visi misi partai sebagai partai yang membawa warna Islam berubah menjadi pendukung kelompok Sosialis Sekuler pendukung PDIP dan underbownya.

Bisa jadi Jokowi secara pribadi meninggalkan PDIP dan Megawati dan sekarang sudah terbukti Jokowi diklaim sudah tinggalkan PDIP dan Megawati, walaupun itu bisa jadi hanya trik, drama dan permainan strategi politik dari koalisi merah.

Karena adanya strategi dan kepentingan Jokowi di dalam peta politik kedepan jika bertahan di kubu Megawati yang mungkin tidak ada jaminan keamanan bagi pribadinya dan keluarganya dimasa depannya.

Laju politik di negara yang menganut sistem demokrasi tidak bisa lurus-lurus saja tidak bisa harus idealis kadang harus mencampakkan prinsip, keyakinanan, hati nurani dan ideologi bangsa.

Berbeda dengan negara yang menganut sistem monarki / kerajaan rakyat tidak perlu ribut-ribut saling cakar²an rakyat diadu domba ambil pusing dengan membuat banyak partai-partai politik dalam pilih pemimpin sebagai penguasa.

Realitanya memilih pemimpin sebagai penguasa dalam sistem demokrasi selamanya tidak bisa murni bersih membawa aspirasi rakyat selalu ada “permainan” kotor money politic dan manipulasi politik. Jadi Pemilu hakekatnya bukan membawa aspirasi rakyat tapi hanya membawa aspirasi kaum high finansial kaum yang berduit besar besar alias para kapitalis, akhirnya mereka jugalah yang mengontrol kebijakan negara, sungguh parah !

Harus diakui idalam tatanan negara republik demokrasi dimana Kekuasaan dipegang oleh “para pemain” yaitu para elite politikus merekalah predator oligarki yang menyusup didalam barisan Partai-Partai Politik.

Apabila para politikus sudah error dan goncang ideologinya maka dia lebih senang sebagai aktor politik dia dapat bermanufer politik, daripada sebagai karakter militan dalam politik.

Sehingga baginya dalam politik tidak ada kawan sejati yang abadi atau musuh adadi, yang ada adalah Kepentingan Pribadi yang Abadi. Yang jauh mengalahkan prinsip, ideologi dan keyakinan (agama).

Mari kita yang merasa rakyat biasa ini sadar dan ingat bahwa politik di negara ini hanya permainan drama yang dinamis yang mengasyikkan tapi juga menyakitkan.

Jangan terlalu SERIUS, jangan terlalu tegang, jangan terlalu ghuluw (terlalu berlebih-lebihan) mengidolakan terhadap seorang tokoh yang kita pilih wajar-wajar aja lah. Politik didalam sistem Demokrasi rakyat siap untuk kecewa dan merana. Karena ingat, saat ini NEGARA kita bukan lah negara yang IDEAL tapi hanya Negara Republik Boneka Demokrasi (made in yahudi).

Di negara demokrasi semua bisa berubah bisa jadi “negara merah” atau “negara putih” tergantung siapa yang paling kuat UANGNYA itulah yang siap berkuasa sebagai PENGUASA. Inilah NEGARA DEMOKRASI berlomba-lomba menjadi penguasa pemimpin demi UANG dan demi KEPENTINGAN PRIBADI !

Saya sebagai Putra Wangsa Nusantara yang memiliki waskito (prediksi) kedepan mereka suatu saat Prabowo dan Jokowi yang dulu adalah rival dan saling serang mereka berdua akan diatas duduk bersama minum kopi sambil ketawa ketiwi aja ngeliat kita berdebat kusir, menghabiskan energi. Kemudian mereka berdua akan berpisah lagi percayalah !

Akhirnya sekali lagi saya katakan sebuah negara didalam tatanan politik dinasti demokrasi tidak ada kawan abadi atau musuh abadi yang ada adalah Kepentingan Abadi..
“Nothing is impossible in politics…!”

Surakarta, 01 November 2021

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K