Oleh: Isa Ansori, Kolumnis
Selalu ada masa kelam Indonesia ketika negara sedang merintis jalannya mengisi kemerdekaan. Masa kelam yang dimaksud adalah masa dimana ketika pemerintah berusaha menjalankan amanah untuk memenuhi tugas konstitusi mencerdaskan, mensejahterakan dan menciptakan perdamaian, saat itu muncul gangguan untuk membelokkan arah, sehingga negara menjauh dari tujuan mulia kemerdekaan.
Gangguan-gangguan itu biasanya bersumber dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yaitu gangguan yang berasal dari dalam pemerintahan negara sendiri. Gangguan untuk memperkuat kekuasaan yang berujung pada keserakahan kekuasaan. Misalnya yang dilakukan oleh PKI.
Karena ingin menguasai kekuasaan sendirian, maka PKI dengan tipu daya liciknya berusaha menyingkirkan partai politik lain, Masyumi dan NU dengan jalan menebar fitnah kepada Presiden Soekarno.
Akibat ulah PKI itulah kemudian terjadilah masa otoritatinisme pemerintahan, dimana saat itu Presiden mentasbihkan dirinya sebagai presiden seumur hidup.
Sebagaimana pernyataan Lord Acton, “Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” yang bermakna bahwa kekuasaan cenderung korup, tetapi kekuasaan mutlak benar-benar korup. Ini benar-benar menggambarkan situasi pasang surut pemerintahan Indonesia dari masa ke masa.
Di zaman orde Baru juga pernah terjadi hal yang sama, ketika Soeharto juga mentasbihkan dirinya sebagai presiden seumur hidup, meski jalan yang dipilihnya seolah demokratis. Korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela.
Gangguan keserakahan kekuasaanpun terulang di masa Reformasi, ketika memasuki usianya yang ke 22, reformasi dicederai oleh keserakahan kekuasaan yang dikendalikan oleh oligarki.
Akibatnya negara dalam situasi menjauh dari rakyat dan tugas konstitusi yang diemban. Oligarki mengontrol penuh jalannya kebijakan pemerintahan, sehingga rakyat hidup dalam penderitaan panjang semena mena oligarki.
Undang-undang cipta kerja adalah bukti, rakyat pekerja, buruh dan karyawan “boleh” dilakukan semena-mena demi kepentingan oligarki.
Penderitaan itupun kian bertambah ketika pejabat istana serakah dan oligarki berselingkuh dalam kekuasaan dan melahirkan kebijakan kotor merugikan rakyat.
Naiknya harga BBM, hilangnya minyak goreng di pasaran dan harganya yang melambung mengikuti kemauan oligarki adalah fakta konkrit culasnya pemerintahan.
Demi menguatkan cengkraman itu, pemerintah pun tak malu menggulirkan gagasan presiden tiga perode dan perpanjangan masa kekuasaan dengan cara penundaan pemilu.
Sedang yang dimaksud dengan faktor eksternal yang mengganggu kekuasaan itu adalah faktor – faktor yang berasal dari luar kekuasaan. Misalkan ancaman penggantian ideologi negara Pancasila dengan ideologi-ideologi lain yang tidak sejalan, misalkan ideologi komunis, liberalis dan ideologi lain yang bertentangan.
Isu hak asasi manusia yang kemudian membolehkan ideologi – ideologi lain menumpang hidup tentu ini akan menjadi ancaman bagi kita semua.
Pembelahan bangsa yang dilakukan oleh para buzzer bayaran juga merupakan ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan negara.
Sehingga negara mengalami keterpurukan menata jalannya menjalankan amanat konstitusi.
Ditengah situasi ancaman negara yang begitu massif ini dibutuhkan kembali re proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Keberanian untuk mengembalikan kembali jalan kemerdekaan Indonesia. Keberanian sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Bunga Karno bahwa rakyat Indonesia akan melawan apapun yang berbau penjajahan dan rongrongan terhadap tujuan negara ini diproklamasikan.
Saat ini re proklamasi itu bisa ditegaskan dalam bentuk penegasan keberanian melawan dominasi oligarki yang nyata – nyata menjajah dan merampas kemerdekaan Indonesia.
Dalam rangka menata kembali jalan kemerdekaan Indonesia itu, kita butuh pemimpin yang berani, cerdas, berwibawa dan terukur dalam bertindak dan yang paling utama berpihak pada kepentingan rakyat serta tidak menjadi bagian dari oligarki jahat yang sedang merajalela ini.
Ditengah keterpurukan kemerdekaan Indonesia dan semangat bangkitnya lagi mengembalikan jalan baik Indonesia, kita diberi tawaran calon – calon pemimpin Indonesia masa depan.
Tak ada pilihan bagi kita semua sebagai rakyat untuk membebaskan Indonesia dari cengkraman oligarki kecuali kecuali dengan memilih pemimpin yang baik dan amanah serta bukan bagian dari oligarki.
Anies adalah pemimpin yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia untuk menata ulang jalan kemerdekaan. Anies bukan bagian dari oligarki bahkan Anies adalah musuh oligarki.
Anies adalah ancaman bagi oligarki dan para buzzer yang dibiayai. Menyatunya rakyat bersama Anies Baswedan akan menjadi ancaman bagi pejabat dan oligarki serakah kekuasaan.
Surabaya, 19 Mei 2022
EDITOR: REYNA
Tags:Related Posts
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Tanah Yang Diwariskan Nabi Ibrahim Pada Anak-anaknya Dan Tanah Hak Suku Filistin (Palestin) Dalam Ayat-ayat Taurat
Bilad RafidainNovember 18, 2024 at 6:43 am
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/dari-jakarta-anies-menata-ulang-jalan-kemerdekaan-indonesia/ […]
sexy-goldDecember 15, 2024 at 6:53 pm
… [Trackback]
[…] Read More on to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/dari-jakarta-anies-menata-ulang-jalan-kemerdekaan-indonesia/ […]
weight lossDecember 28, 2024 at 1:36 am
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/dari-jakarta-anies-menata-ulang-jalan-kemerdekaan-indonesia/ […]