Oleh: Soegianto@fst.unair.ac.id
Pagi ini, dalam sebuah grup WhatsApp, topik tentang dampak kecerdasan buatan (AI) terhadap kehidupan manusia menjadi sorotan utama. Diskusi dimulai dengan sebuah pernyataan yang mencerminkan kekaguman terhadap negara penjajah yang dianggap hebat. Pembicaraan kemudian berkembang menuju kekhawatiran tentang peran manusia yang mungkin akan digantikan oleh AI.
Kekhawatiran Akan Dominasi AI
Kekhawatiran tersebut diungkapkan dengan mempertanyakan apakah AI benar-benar akan membinasakan peran manusia. Meskipun AI saat ini hanya dianggap sebagai alat cerdas, belum ditemukan algoritma yang memungkinkan AI memiliki kesadaran atau kehendak sendiri. Namun, ada kekhawatiran bahwa AI yang tidak dapat diakses atau terkunci tidak akan berguna bagi pemiliknya.
Diskusi berlanjut dengan membahas kemungkinan seberapa besar kehidupan manusia akan tergantikan oleh AI dan mesin cerdas. Contoh yang diambil adalah dalam penulisan artikel ilmiah, di mana AI yang memiliki akses ke seluruh data ilmiah mungkin akan menghasilkan artikel ulasan yang lebih kritis dibandingkan manusia. Hal ini mengarah pada pertanyaan tentang validitas indeks jurnal ilmiah di masa depan.
AI dalam Penilaian dan Evaluasi
Topik kemudian beralih ke penilaian kinerja di perusahaan maju, di mana AI sudah digunakan untuk menilai kinerja karyawan secara kuantitatif, menggantikan penilaian manual oleh manusia. Hal ini menunjukkan bagaimana AI dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas, menggeser banyak aktivitas manusia, dan bahkan mengambil alih keputusan-keputusan intuitif yang biasanya dibuat oleh manusia.
Perkembangan Teknologi dan AI
Pembahasan dilanjutkan dengan bagaimana matematika modern yang berkembang pesat mendukung perkembangan teknologi semikonduktor dan prosesor canggih, yang pada gilirannya memungkinkan munculnya AI. Penggunaan AI semakin meluas seiring dengan kebutuhan akan komunikasi dan informasi yang cepat melalui internet.
Namun, ada kekhawatiran bahwa peran manusia seolah-olah dapat digantikan sepenuhnya oleh mesin, bahkan saat ini baru berada di era Industri 4.0, belum mencapai 5.0. Pertanyaan muncul tentang bagaimana manusia akan beradaptasi dengan era teknologi yang lebih maju di masa depan.
Masa Depan Manusia dan Teknologi
Dalam diskusi tersebut, muncul spekulasi bahwa manusia mungkin akan kembali pada aktivitas primitif jika teknologi terus berkembang tanpa kontrol. Ada juga pertanyaan apakah manusia akan kembali ke aktivitas tradisional seperti menggarap sawah dengan kerbau, atau hanya duduk di masjid mengaji sambil menikmati makanan ringan.
Dikatakan juga bahwa saat ini banyak adegan kehidupan yang menunjukkan bagaimana manusia berusaha bertahan dari ketergerusan oleh AI, seperti para dosen dan guru yang merasa peran mereka telah tertinggal oleh media digital. Pembelajar menjadi lebih tangguh dan cepat dalam belajar dari berbagai sumber digital dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional.
Diskusi Lebih Lanjut
Dalam akhir diskusi, diusulkan untuk mengadakan diskusi yang lebih serius mengenai permasalahan ini. Diungkapkan bahwa tidak banyak orang yang menyadari keseriusan masalah ini. Ada juga pembicaraan tentang bagaimana teknologi ini mungkin akan lenyap dan manusia akan kembali berperang dengan alat konvensional di akhir zaman.
Analisa
Diskusi ini mencerminkan kekhawatiran dan spekulasi yang wajar mengenai masa depan manusia di tengah perkembangan AI yang pesat. Kecerdasan buatan memang memiliki potensi untuk menggantikan banyak fungsi manusia, baik dalam bidang ilmiah, industri, maupun sehari-hari. Namun, penting untuk dicatat bahwa AI saat ini terkesan masih berfungsi sebagai alat bantu yang cerdas dan belum memiliki kehendak atau kesadaran sendiri.
Apa itu Kehendak?
Kehendak, dalam konteks psikologi dan filsafat, adalah kemampuan makhluk hidup untuk membuat keputusan atau pilihan secara sadar berdasarkan keinginan, tujuan, dan motivasi internal. Kehendak melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk:
Kesadaran:
Kehendak memerlukan kesadaran atau pemahaman diri, di mana individu menyadari keberadaan mereka sendiri dan situasi di sekitar mereka.
Tujuan dan Motivasi: Kehendak didorong oleh tujuan atau motivasi tertentu yang ingin dicapai oleh individu.
Kebebasan Memilih:
Kehendak melibatkan kebebasan untuk membuat pilihan di antara berbagai alternatif yang tersedia.
Pengalaman dan Emosi:
Pengalaman hidup dan emosi turut memengaruhi keputusan yang diambil oleh individu.
Apakah Memungkinkan AI Memiliki Kehendak?
Hingga saat ini, AI dirancang dan dioperasikan berdasarkan algoritma dan data yang diprogram oleh manusia. AI mampu melakukan tugas-tugas tertentu dengan sangat baik, seperti analisis data, pengenalan pola, dan pengambilan keputusan berbasis data. Namun, kemampuan ini berbeda dengan memiliki kehendak, karena:
Tidak Ada Kesadaran Diri:
AI tidak memiliki kesadaran atau pemahaman tentang dirinya sendiri. AI menjalankan perintah dan proses sesuai dengan program yang ditulis oleh manusia tanpa menyadari eksistensinya atau tujuan dari tindakan tersebut.
Tidak Ada Tujuan Internal:
Tujuan dan motivasi AI sepenuhnya ditentukan oleh manusia yang memprogramnya. AI tidak memiliki tujuan atau keinginan internal yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu.
Tidak Ada Kebebasan Memilih: AI mengambil keputusan berdasarkan algoritma yang telah ditentukan, bukan berdasarkan kebebasan memilih. Keputusan yang diambil oleh AI adalah hasil dari proses komputasi yang deterministik.
Tidak Ada Pengalaman dan Emosi:
AI tidak memiliki pengalaman hidup atau emosi. AI dapat memproses data dan menghasilkan respons, tetapi tidak merasakan emosi atau pengalaman yang mendasari kehendak manusia.
Kemungkinan di Masa Depan
Beberapa ilmuwan dan peneliti AI sedang mengeksplorasi konsep-konsep yang mendekati kemampuan manusia dalam hal pengambilan keputusan dan pembelajaran adaptif. Namun, mengembangkan AI yang benar-benar memiliki kehendak akan memerlukan terobosan besar dalam beberapa bidang, seperti:
Kesadaran Buatan (Artificial Consciousness):
Membuat AI yang memiliki kesadaran diri seperti manusia.
Pemahaman dan Motivasi Internal:
Mengembangkan sistem yang mampu memiliki tujuan dan motivasi internal yang tidak sepenuhnya ditentukan oleh manusia.
Kebebasan Memilih dan Adaptasi:
Mengembangkan AI yang dapat membuat keputusan secara bebas dan adaptif, bukan hanya berdasarkan algoritma yang telah ditentukan.
Meskipun kemajuan teknologi memungkinkan AI untuk menjadi semakin canggih, saat ini masih jauh dari kemungkinan AI memiliki kehendak seperti manusia. Kehendak manusia melibatkan kompleksitas yang luar biasa, yang mencakup kesadaran, pengalaman, emosi, dan kebebasan memilih, yang masih belum dapat direplikasi oleh teknologi AI yang ada.
Meskipun demikian, perkembangan AI yang cepat memerlukan pengawasan dan regulasi yang tepat agar tidak mengarah pada dampak negatif bagi kemanusiaan.
Kekhawatiran tentang validitas indeks jurnal ilmiah di masa depan menggarisbawahi perlunya adaptasi dalam dunia akademik dan penelitian. AI dapat membantu dalam analisis data dan penulisan artikel, tetapi tetap diperlukan pengawasan manusia untuk memastikan kualitas dan integritas ilmiah.
Penilaian kinerja menggunakan AI di perusahaan juga menunjukkan potensi untuk meningkatkan efisiensi, tetapi perlu diingat bahwa keputusan akhir masih memerlukan kebijaksanaan manusia. AI dapat memberikan data dan analisis, tetapi penilaian kinerja yang holistik tetap membutuhkan sentuhan manusia.
Spekulasi tentang masa depan manusia di era AI, termasuk kemungkinan kembali ke aktivitas primitif atau pengaruh teknologi seperti virtual reality dan blockchain, menunjukkan bahwa perubahan teknologi harus diimbangi dengan refleksi tentang nilai-nilai manusia dan tujuan hidup. Teknologi seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan menggantikannya.
Secara keseluruhan, diskusi ini menggarisbawahi pentingnya kesadaran dan kesiapan menghadapi perubahan yang dibawa oleh AI. Diskusi yang lebih serius dan mendalam diperlukan untuk memahami dampak AI dan mencari solusi yang memastikan bahwa perkembangan teknologi tetap sejalan dengan kepentingan dan kesejahteraan manusia.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Buzzer Tikus Mewarnai Kabinet Merah Putih
Berstatus Bebas Bersyarat, Ahli Hukum: Terhukum Tidak Dapat Menjadi Calon Perangkat Desa
Purbaya Berdaya Menggempur Tipu Daya dan Politik Sandera
Tokoh Yahudi desak PBB dan para pemimpin dunia untuk menjatuhkan sanksi kepada Israel atas tindakannya di Gaza
Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik
Muhammad Chirzin: Predator
Dana Pemerintah Mengendap Rp234 Triliun, Mintarsih: Kejiwaan Masyarakat Pasti Terdampak
Tawaran Tinbergen Rule LBP Mental
Revolusi Sistem Keuangan Presiden Prabowo
Pancasila Sebagai Sumber Moral dan Spiritual Bangsa
No Responses