Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Frasa yang ada di judul tulisan saya itu sering kita saksikan dikehidupan politik baik nasional maupun internasional. Pihak yang menyebut pihak lain sebagai musuh, pesaing dan mati-mati an menyebarkan berita bahwa musuhnya itu adalah pihak yang harus dihindari karena sangat berbahaya; lalu ketika pihak tersebut memerlukan “musuh nya” demi untuk mencapai tujuan politiknya, maka pihak yang dulu disebut musuh itu sekarang dirangkul sebagai sahabat.
Hal itu sekarang kita saksikan di Suriah pasca jatuhnya rejim Bashar Al Assad yang dengan keluarganya melarikan diri ke Rusia. Jatuhnya rejim Al Assad itu setelah pasukan pemberontak secara cepat bergerak dari Suriah utara yaitu Idlib dan Aleppo menuju ke ibukota Suriah Damaskus tanpa adanya perlawanan dari tentara pihak Al Assad. Ada bermacam-macam faksi pasukan pemberontak di Suriah, namun yang terkenal sampai menguasai Damaskus itu adalah pasukan Hayat Tahrir Al-Sham yang dikomandani Muhammad Al-Jawlani yang memilki nama asli Ahmed Hussein al-Sharaa (lahir 1982).
Dia adalah seorang militan revolusioner Suriah yang telah menjabat sebagai emir Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) sejak 2017. Sebagai pemimpin HTS, ia memainkan peran kunci dalam serangan oposisi Suriah 2024, yang pada akhirnya menyebabkan penggulingan rezim Assad. Banyak sumber telah menggambarkannya sebagai pemimpin de facto Suriah.
Al-Sharaa lahir di Riyadh, Arab Saudi, dari keluarga Suriah dari Dataran Tinggi Golan. Sesaat sebelum invasi Irak tahun 2003, ia bergabung dengan al-Qaeda di Irak dan berjuang selama tiga tahun dalam pemberontakan Irak. Pasukan Amerika menangkap dan memenjarakannya dari 2006 hingga 2011. Pembebasannya bertepatan dengan revolusi Suriah, dan dia mendirikan Front al-Nusra pada tahun 2012 dengan dukungan al-Qaeda untuk mengambil bagian dalam perang saudara Suriah melawan pemerintah Ba’ath Bashar al-Assad. Sebagai emir Front al-Nusra, al-Sharaa membangun benteng di Kegubernuran Idlib barat laut dan menentang upaya Abu Bakr al-Baghdadi untuk mengintegrasikan al-Nusra ke dalam ISIS. Perselisihan ini menyebabkan konflik terbuka antara al-Nusra dan ISIS.
Departemen Luar Negeri AS memasukkan al-Sharaa atau Al- Jawlani dalam daftar “Teroris Global” pada Mei 2013, dan empat tahun kemudian mengumumkan hadiah $10 juta bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi tentang keberadaanya agar bisa ditangkap. Namun dunia dikejutkan dengan keputusan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat bahwa tawaran hadiah itu dibatalkan pada Desember 2024 lalu setelah al-Sharaa bertemu dengan delegasi Amerika yang dipimpin oleh Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat Barbara A. Leaf.
Bagi Amerika Serikat tidak masalah melakukan kebijakan “double standard” dengan merangkul orang yang dulu di anggap sebagai teroris dunia – musuh AS untuk menjadi sahabat AS demi kepentingan AS melemahkan pengaruh Rusia dan Iran di Suriah (to weaken Russia and Iran) serta demi melindungi kepentingan sekutu abadinya Israel yang memiliki rencana mencaplok kawasan Lebanon, Suriah menjadi bagian dari negara Israel Raya.
Negara-negara sekutu AS seperti Inggris, Perancis dan Jerman juga mengikuti langkah AS dengan secara cepat mengakui kepemimpinan baru Al Sharaa atau Al Jawlani ini dengan mengirim delegasi kementrian luar negeri nya ke Damaskus dan berencana membuka Kedutaan Besar nya di Damaskus. Turkiye juga pada tanggal 23 Desember 2024 mengirim Menteri Luar Negeri nya untuk bertemu dengan tokoh yang dulu di beri label “teroris dunia” oleh barat dan mengutarakan keinginan negaranya untuk melakukan kerja sama dengan Al Jawlani.
Jadi dalam politik kita jangan heran apabila ada kebijakan politik yang mengatakan “My Enemy is My Friend”.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Serangan Israel menewaskan 42 orang di Gaza karena kedua belah pihak mengatakan pihak lain melanggar gencatan senjata
Iran, Rusia, dan Tiongkok mengirim surat ke PBB yang menyatakan kesepakatan nuklir dengan Teheran telah berakhir
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Wapres Afrika Selatan: Mineral kritis di pusat industrialisasi Afrika
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
No Responses