Gelar FGD, CENITS Mendukung Upaya Penyelesaian RUU Migas

Seperti diketahui, Revisi UU Migas ini sudah dimulai sejak 2010 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, delapan tahun berlalu, pembahasannya tak kunjung kelar.Beberapa pasal UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 ini pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi

Zonasatu News–Telah lama dinanti kepastian hukum dalam tata kelola Minyak dan Gas Bumi. Pada tahun 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan sebagian gugatan terhadap Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dalam putusan bernomor 36/PUU-X/2012 itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka tata kelola migas menjadi sangat penting untuk segera adanya kepastian hukum di dalam pengelolaan migas nasional. Namun, hingga kini belum ada kepastian penyelesaian RUU Migas.

Oleh karena itu, CENITS (Centre for Energy and Innovation Technology Studies) yang memiliki kepedulian terhadap kondisi Migas Nasional menyelenggarakan Focus Group Discussion terkait RUU Migas.

Pendiri CENITS, Soni Fahruri, kepada zonastaunews.com mengaku, FGD akan diadakan pada akhir bulan Maret ini. 

“Akhir bulan ini, kira-kira tanggal 25 Maret 2019. Soal tanggal ini masih tentatif. Tapi akan diadakan pada bulan Maret ini. Pastinya nantilah setelah semuanya siap,” katanya.

Dia juga menjelaskan, forum FGD itu akan menghadirkan para pihak yang terkait dengan tata kelola migas, seperti Pemerintah (Kementrian ESDM), SKK Migas, BPH Migas, Pertamina, dan PN Gas.

“Prinsipnya CENITS Mendukung Upaya Penyelesaian RUU Migas, dan mendorong agar RUU tersebut segera dapat disahkan. Dengan demikian akan segera ada kepastian hukum dalam tata kelola migas nasional,” tegas Soni.

Mangkrak 8 tahun

Seperti diketahui, Revisi UU Migas ini sudah dimulai sejak 2010 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, delapan tahun berlalu, pembahasannya tak kunjung kelar.

Beberapa pasal UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 ini pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Diantaranya, pasal 28 ayat 2 dan 3 soal penyerahan penentuan harga BBM dan gas pada mekanisme pasar. Pasal itu dibatalkan lantaran MK berpendapat harus ada campur tangan pemerintah dalam penentuan harga BBM dan gas. Sebab, keduanya menyangkut hajat hidup orang banyak.

Mahkamah Konstitusi juga membatalkan 18 ketentuan terkait kedudukan, fungsi dan tugas BP Migas yang diatur dalam undag-undang itu. Akibatnya, BP Migas harus dibubarkan.

Ada pula revisi terhadap pasal 12 ayat 3 yang mengatur kewenangan Menteri ESDM dalam menetapkan badan usaha yang berhak melakukan eksplorasi maupun eksploitasi. Selain itu, masih ada pasal 22 ayat 1 yang mewajibkan badan usaha menyerahkan seperempat bagian hasil produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.

Mahkamah juga membatalkan pasal 11 ayat 2 yang mengatur tentang pemberitahuan kepada DPR atas kontrak kerjasama yang telah disepakati pemerintah dan investor. Pasal ini dinilai bertentangan dengan pasal 20A dan pasal 33 ayat 3 UUD 195. Mahkamah berpendapat proses kesepakatan kontrak kerjasama bukan dalam bentuk persetujuan, melainkan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPR.

Nasib SKK Migas dan BPH Migas

BP Migas dibubarkan berdasarkan Keputusan MK Nomor 36/2012. Namun, setelah membubarkan BP Migas, pemerintah membentuk SKK Migas di bawah Kementerian ESDM. Walhasil, keberadaan SKK Migas dianggap hanya sebagai lembaga sementara hingga berlakunya undang-udang yang baru.

Salah satu yang getol menuntut pembubaran SKK Migas adalah Kurtubi, anggota Komisi VII DPR RI. Anggota Fraksi Nasdem itu menilai pengelola migas harusnya perusahaan negara yakni Pertamina. Sehingga, kata dia, sebaikya SKK Migas dilebur ke Pertamina.

“Tapi, SKK migas ini lembaga yang melanggar konstitusi, kan BP (Badan Pelaksana) migas dulu dibubarkan karena melanggar konstitusi. Saya berbicara atas nama fraksi Nasdem mengusulkan dan memperjuangkan agar SKK migas dibubarkan dan digabungkan dengan pertamina, itu amanat MK, Kalau BPH Migas digabung saja dengan Dirjen Migas,” kata Kurtubi kepada media.

Selain itu, muncul pula usulan memperluas peran Pertamina sebagai representasi negara dalam penguasaan dan pengusahaan lahan migas. Pendapat ini menyarankan Pertamina diberi hak istimewa soal penawaran lahan migas baru maupun hak mengelola lahan yang kontraknya telah berakhir.

Sedangkan dalam draft yang disusun DPR, salah satu pasalnya mengatakan, harus ada badan usaha khusus baru di bidang minyak dan gas (BUK Migas) atau satu-satunya perwakilan negara di sektor ini.

Nantinya, BUK Migas akan memiliki wewenang yang saat ini dimiliki oleh regulator migas, yakni SKK Migas dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

Related Posts