Gerakan Mahasiswa : Harapan Baru Univeritas Lampung

Oleh : Fajar Agung Pangestu
(Presiden Mahasiswa Universitas Lampung 2019)

Sosial control dan Guardian of Value seringkali menjadi peranan yang terlupa dilakukan oleh mahasiswa, dimana mereka terlalu sibuk dengan aktivitas perkuliahan yang padat sehingga membuatnya lupa bahwa tugas mahasiswa tidak hanya belajar dikelas. Mahasiswa lebih dari itu, Dia bergelar Maha dari para siswa yang lain karena ada tugas besar yang harus dikerjakan semasa mudanya, tidak hanya berkutat dengan materi di ruang kelas atau sibuk mendalami potensi diri dengan kegiatan non akademik.

Namun dia harus memiliki peran sosial control yang menjadi corong aspirasi masyarakat disekitarnya dalam setiap kebijakan yang terjadi (ex: kenaikan harga BBM, ketidak sesuaian uang kuliah tunggal yang mahal dengan sarana prasana yang didapatkan, minimnya dana kemahasiswaan kampus) agar tidak terjadi kesewenang – wenangan para pemilik kebijakan dalam mengambil keputusan, karena mahasiswa adalah kaum intelektual yang memiliki immunitas (kekebalan) dalam menyampaikan aspirasi nya kepada para pemangku kebijakan.

Dia kebal karena tidak memiliki rasa takut melawan kebathilan dan tidak berada pada ancaman sebuah jabatan maupun kekayaan, yang mana dia tidak takut dipecat(jabatan) dalam menyampaikan aspirasinya dan tidak takut kehilangan hartanya karena bersuara sebab mahasiswa bebas dan selalu “berpikir merdeka” dalam melihat setiap kebijakan maupun permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat serta mereka penjaga nilai kebaikan maupun keadilan (Guardian of Value) pada setiap perjuangannya. Maka kemurnian gerakan mahasiswa dalam setiap mengawal setiap kebijakan yang ada menjadi sebuah kemewahan yang tidak pernah bisa dibeli dengan apapun.

Sebegitu idealisnya gerakan mahasiswa sehingga bergerak bukan hanya tugas lembaga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) melainkan tugas kita semua sebagai seorang maha-nya siswa yang posisinya sudah naik tingkat dari masa sekolah, dimana tugasnya hanya belajar menjadi siswa yang berpikir kritis dan memiliki dua peran tambahan yaitu sosial control dan guardian of value di dalam kampus yang membuatnya terlihat berbeda, jika kampus adalah miniatur sebuah negara, maka tugas mengawasi kebijakan dan menjaga nilai kebaikan bukan hanya tugas ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun presiden yang saling melakukan check and balance dalam pemerintahan, melainkan tugas kita semua sebagai warga negara Indonesia.

Jadi jelas bahwa BEM hanyalah wadah kosong yang menginisiasi gerakan, tapi bergerak adalah tugas semua mahasiswa. Mustahil akan terjadi perubahan ketika kita tidak bergerak, mustahil ingin menjadi penggerak tetapi diri kita tidak bergerak, mustahil keadaan negara indonesia kita akan sejahtera jika kita tidak bergerak, mustahil fasilitas yang kita dapat didalam kampus akan kita sesuai dengan UKT yang dibayarkan jika bukan kita yang bergerak dan mustahil dana kemahasiswaan akan dinaikkan sesuai kebutuhan, jika bukan kita sendiri yang menjadi penggeraknya.

Maka gerakan mahasiswa adalah sebuah keniscayaan yang tidak akan bisa dihindari maupun diwakili hanya dengan BEM, sebab identitas gerakan mahasiswa adalah dengan kekuatan massa (people power) yang memiliki kesamaan tujuan bukan tokoh seorang personal mahasiswa.

Berbicara mengenai mahasiswa tentu tidak dapat dipisahkan dengan kampus, dimana kampus yang dipimpin oleh rektor akan terus dikawal setiap kebijakannya oleh mahasiswa. Adapun rektor akan terus berganti kepemimpinan setiap 4 tahun sekali, salah satu kampus yang tahun ini melaksanakan pemilihan rektor adalah Universitas Lampung (unila).

Maka Rektor baru yang terpilih nanti, akan memimpin unila dengan menjadi harapan baru yang membimbing kampus mencapai visinya “Menuju Top 10 University tahun 2025” ditengah posisi kampus yang terjun bebas pada mencapai peringkat 46 serta banyaknya permasalahan kampus yang belum selesai.

Berikut ini merupakan permasalahan yang sedang menjadi perbincangan kebanyakan mahasiswa seperti uang kuliah yang sering dianggap tidak sesuai dengan fasilitas yang didapatkan, kesenjangan fasilitas tiga kampus yang berbeda (kampus pusat, kampus A dan Kampus B), pelayanan birokrasi yang sulit, pembangunan rumah sakit yang mangkrak, minimnya dana kemahasiswaan untuk mengembangkan potensi mahasiswa, sulitnya proses pencairan dana kemahasiswaan, tidak adanya sekretariat beberapa unit kegiatan mahasiswa di graha kemahasiswaan, proses pengelolaan sampah yang belum baik dilingkungan kampus, dan masih banyak permasalahan lainnya yang masih membuat unila harus bekerja ekstra mengejar ketertinggalannya.

Permasalahan ini akan lebih cepat selesai apabila para bakal calon rektor yang berkontestasi memiliki komitmen kuat dalam membangun unila, dan komitmen itu dapat dilihat dari luasnya gagasan yang dimiliki pada visi, misi maupun program kerja yang diusungnya, permasalahan tersebut tidak akan mudah untuk diselesaikan karena menuju Top 10

University tidak hanya akan dikerjakan oleh rektor saja atau tidak hanya didukung oleh pemerintah pusat (kemenritekdikti) saja. Namun semua elemen akan terlibat didalamnya, serta menjadi partner terbaik dalam mewujudkan visi tersebut.

Bagaimana para calon rektor bisa membawa kampus mencapai visinya jika pada proses tahapan pemilihan terlalu sibuk berebut 35% suara menteri? Bagaimana kita bisa mengerti kualitas calon pemimpin unila apabila gagasan mereka masih sulit untuk diakses oleh civitas akademika? Apakah menduduki jabatan tertinggi dikampus jauh lebih penting daripada menyelesaikan masalah yang ada? Lantas siapa yang harus memperjuangkan semua aspirasi mahasiswa tentang uang kuliah mahal, pembangunan yang mangkrak, dan kemahasiswaan yang minim dan sebagainya? Jelas jawabannya adalah mahasiswa.

Lantas dengan apa mahasiswa memperjuangkan aspirasinya? Tentu dengan gerakan mahasiswa yang sudah jauh dibahas diawal paragraf, kalau bukan kita yang menjadi penggerak dalam mengawal proses pemilihan rektor maka aspirasi kita tidak akan tersampaikan dan apabila tidak menjadi sebuah gerakan yang massive mungkin saja aspirasi kita hanya ditaruh diatas meja maupun loker kerja rektor yang terpilih.

Maka, harus ada gelombang massa untuk memastikan seluruh aspirasi mengenai permasalahan kampus dapat segera diselesaikan oleh calon rektor yang ada, ini menjadi hal penting karena membawa aspirasi kepentingan mahasiswa, bukan kepentingan pribadi, BEM atau bahkan Kepentingan Kelembagaan Mahasiswa. Ini tentang sebuah komitmen para calon rektor ketika mereka terpilih akan merealisasikan janji – janji manis nya dalam menjawab semua keresahan mahasiswa, karena peran kita sebagai seorang sosial kontrol dan penjaga nilai kebaikan maka harus kita kawal sebelum ada pemenang dari kontestasi ini, agar kedepan ketika mereka terpilih dapat kita tagih semua aspirasi yang telah kita sampaikan.

Jadi harapan unila bukanlah pada calon rektor maupun rektor terpilihnya tapi terdapat pada mahasiswa yang masih menjaga marwah perjuangannya, yang senantiasa berkomitmen dalam bergerak pada kebaikan. Maka ketika banyak yang pesimis dengan gerakan mahasiswa dalam mengawal pemilihan rektor, ini saatnya kita bangunkan rekan kita yang lain, yang barangkali sedang tertidur dengan rutinitas perkuliahannya, atau yang sedang bertengkar dan meninggikan egoisme ditengah kerumunannya, yang lupa bahwa bukan saatnya saling bersaing menimbulkan konflik horizontal. Namun ini saatnya mahasiswa kembali menyatukan sikap dan tujuan karena kitalah harapan unila kedepan. Panjang Umur perjuangan, Tuhan merestui jalan cinta para pejuang!

Hidup Mahasiswa!

Editor :Setyanegara 

Related Posts