Gila Beneran Gila, Rakyat Masih Terpukau Panggung  Drama Politik Sandiwara

Gila Beneran Gila, Rakyat Masih Terpukau Panggung  Drama Politik Sandiwara
Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

Oleh: Sutoyo Abadi

Satu tahun lebih berkuasa Presiden Prabowo Subianto, secercah harapan masih menggantung tertutup awan hitam pekat oleh drama politik sandiwara.

Semua pejabat negara sudah lulus sensor sebagai sudradara drama politik sandiwara. Semua urusan mengangkut apapun dengan hidup dan matinya rakyat tenggelam dalam drama politik sandiwara.

Banjir bandang di Aceh, Sumut dan Sumbar sekitar 600 orang meninggal, muncul drama politik menunda status darurat nasional, skenario drama politik sandiwara masih sibuk memastikan apakah darurat nasional ini aman bagi portofolio para pemangku kekuasaan atau tidak

Air bah menghanyutkan rumah, tanah longsor menelan desa, anak–anak hilang, jembatan runtuh— drama politik politik hanya membaca satu hal: harga saham tambang dan perkebunan. Bahkan drama politik sandiwara di Morowali lebih parah karena tampil dengan telanjang bulat.

Waktu terus berlalu apakah Presiden masih menunggu waktu atau sedang kehilangan waktunya karena tersesat dalam drama politik sandiwara para menterinya yang dungu dan primitif.

Panggung drama politik sandiwara sangat kuat mengelilingi mengira semua bisa berlindung dengan harapan yang tetap jauh dari kenyataan semua dikemas dalam kebohongan dan tipuan.

Dalam kasus lain tampak jelas Presiden ragu – ragu dalam melangkah sesekali  menterinya dipasang sebagai bemper didepan, hitungan jam kembali di tarik kebelakang.

Kasus Purbaya, rakyat gegap gempita akan  membersamai  dalam hitungan menit ditarik kembali kebelakang, semoga Menhan Syafrie Syamsuddin dilepas kedepan menghadapi pada perampok dan penghianat negara terasa kembali meredup.

Sejarah mencatat sekedar drama politik sandiwara, sikapnya maju mundur seperti udur – udur tidak akan bisa melahirkan pemimpin sebagai simbol perjuang pahlawan sejati

Perdetik waktu memberi peluang Presiden untuk segera bertindak tegas situasi negara makin tidak terkendali oleh buasnya penghianat negara terus merampas kekayaan negara. Mereka bebas lalu lalang menguras sumber daya alam, banjir bandang dimana – mana.

Semua tenggelam dalam drama politik sandiwara mata uang, citra menjadi modal, dan persepsi menjadi kekuasaan. Politik tidak lagi bicara kinerja, melainkan kisah naratif—semanis apa dongengnya, sedalam apa dramanya.

Konsisten dalam politik Indonesia, kebenaran selalu dikalahkan oleh dramatis drama politik gombalan. Politik berubah menjadi pasar bebas drama politik sekelas  masyarakat barbar dan primitif, siapa paling pandai tampil, paling laku. Sandiwara politik menjadi lebih halus, lebih kreatif, dan lebih manipulatif.

Kekuasaan tidak dibangun oleh integritas, tetapi oleh kemampuan memainkan drama panggung politik kelas bangsa primitif.

Elite berganti, presiden berganti, partai berganti  tetapi panggung sandiwara politik tetap sama, hanya aktornya yang berbeda.

Kultur politik patrimonial, kekuasaan dianggap hak, bukan amanah. Publik yang mudah dipengaruhi pencitraan visual: politik lebih dekat ke industri drama politik hiburan. Institusi negara sangat lemah, hukum, demokrasi, dan transparansi mudah dipelintir untuk kepentingan elite.

Selama struktur kekuasaan tidak berubah, selama publik hanya menjadi penonton, dan selama kebenaran dianggap fleksibel, maka politik Indonesia akan terus berada dalam pusaran drama politik kebohongan, tupuan kolektif yang dilegalisasi.

Gila beneran gila, rakyat masih terpukau oleh panggung  drama politik sandiwara, para elite akan terus menulis naskah baru, mengganti aktor lama, tetapi mempertahankan plot yang sama. Siapa yang paling pandai berbohong, dialah yang berkuasa. (*).

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K