Gitu Lho Mas Cara Menjawabnya

Gitu Lho Mas Cara Menjawabnya

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Banyak media sudah memberitakan hasil wawancara presiden terpilih Jendral Purn TNI Prabowo dengan wartawan Al Jazeera maupun wartawan senior Haslinda Amin di Qatar Economic Forum baru-baru ini Rabu 15 Mei 2024. Saya tidak ingin banyak membahas isi wawancara itu, namun tentang bagaimana pak Prabowo menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menohok, memojokkan. Pak Prabowo mungkin karena sejak kecil menempuh dan hidup di negara-negara maju maka sudah terbiasa dengan budaya jurnalis luar negeri yang kritis dalam bertanya dan seringkali memojokkan sehingga bisa terjebak dengan frame atau konstruksi yang sudah dibangun wartawan luar negeri itu. Selain itu berani blak-blak-an untuk mengimbangi budaya wartawan luar negeri yang kritis tapi kadang sepihak.

Selain itu, usia pak Prabowo yang seusia dengan saya diatas 70 itu mengalami betul perjalanan sejarah bangsa ini dimasa penjajahan yang pahit sampai naik turunnya demokrasi di Indonesia. Misalkan ketika Prabowo pada waktu pertemuan para menteri pertahanan di Singapura di pojokkan oleh seorang delegasi dari Jerman tentang sikapnya soal perang Rusia dengan Ukraina. Yang cenderung pro Rusia. Prabowo dengan tegas mengatakan kepada audien bahwa jangan menggurui soal perang itu karena Indonesia ratusan tahun punya pengalaman perang dijajah ratusan tahun bangsa Eropa. Dalam interview dengan jaringan dari Qatar saluran TVl Al Jazeera, Prabowo menjawab dengan jawaban hampir sama ketika ditanya pejabat Jerman itu “Southeast Asia had experienced wars, foreign colonization, and interference in internal politics. But, he added, “We solved it without foreign interference, we talked, we met. “The comments came in response to a question on what meaning the term “Asian Way”.

Dengan segala hormat kepada pejabat-pejabat negara yang usianya jauh dibawah pak Prabowo, seringkali jawabannya normatif misalkan soal Palestina dengan menjawab bahwa sejak dulu Indonesia membela Palestina. Tanpa berani bertanya balik misalnya: “kenapa anda tidak mengkritik Amerika Serikat di Vietnam, Haiti, Irak, Afganistan, Libia dsb”. Itu karena pengetahuan tentang sejarah Indonesi sendiri kurang, kalau toh tahu tidak menjadi bahan jawaban.

Sebaliknya Prabowo berani mencecar pewawancara yang memojokkan bahwa demokrasi Indonesia akan menurun dibawah kepemimpinan dia nantinya, “siapa yang mengatakan seperti itu? Siapa?” dan mengatakan bahwa dia sudah empat kali mengikuti pilpres dan selama tiga kali ditolak oleh rakyat, dan baru sekarang rakyat mendukungnya. Dia tahu karena dia turun menemui rakyat langsung, sambil mengatakan bahwa orang yang mengatakan bahwa demokrasi Indonesia turun itu hanyalah segelintir orang “the press”.

Ketika ditanya kenapa Indonesia menganut prinsip proteksionisme dalam perdagangan dunia, Prabowo menjawab bahwa seluruh negara di dunia ini akan melindungi kepentingan nasional, mengolah sumber daya alam sendiri dan menghindari ketergantungan impor luar negeri. Jawaban seperti ini tentu membius penanya yang sebelumnya punya frame tersendiri karena pada kenyataannya Amerika Serikat, atau negara-negara maju Eropa juga melakukan proteksi.

Pertanyaan lain yang dijawab Prabowo tentang dugaan gaya kepemimpinan militer nya dalam memimpin negara; dia menjawab sudah mundur dari militer 25 tahun lalu dan dia mengatakan ingin menjadi diri nya sendiri. Jawaban ini tentu debatable karena bisa jadi atau tidak nanti jiwa militernya mendominasi kepemimpinannya. “Artinya, saya akan berjalan sesuai prinsip, idealisme, dan nilai patriotik. Masyarakat saya harus aman, harus hidup lebih baik,” ujar Prabowo menjelaskan ketika ditanya lebih spesifik.

Saya menilai secara subyektif bahwa cara Prabowo menjawab dengan tegas dalam berbagai forum internasional itu lebih bagus dari jawaban-jawabannya ketika debat presiden sebelum pilpres kemarin. Namun harus diakui untuk menjawab secara tegas dengan menjelaskan kondisi dan sejarah Indonesia itu dikarenakan Prabowo banyak membaca punya – memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi banyak buku; dan yang saya tahu yang punya pengalaman luas karena membaca buku itu ya Anies Baswedan, Prof. Mahfud MD, Rocky Gerung, almarhum KH Ghofar Ismail (ayah dari budayawan Pak Taufik Ismail), menteri luar negeri almarhum Cak Ruslan Abdul Gani, almarhum menlu Ali Alatas dsb.

Saya faham ketika pak Prabowo berkunjung ke Qatar bertemu dengan para penguasa Qatar mengajak mas Gibran untuk dikenalkan, namun dibalik itu ibarat dokter muda yang belajar praktek kedokteran selalu mengikuti dan melihat dokter senior yang melakukan tindakan medis misalnya operasi – mas Gibran juga begitu, masih harus banyak magang- maklum masih muda yang belum tahu banyak sejarah Indonesia. Sepertinya mas Gibran disuruh melihat cara Prabowo menjawab pertanyaan secara tegas dan diplomatis – “gitu lho mas kalau menjawab itu”.

Editor : Reyna
Artikel sama dimuat di Optika.id

Last Day Views: 26,55 K