ZONASATUNEWS.COM, JAKARTA – Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menilai penggabungan pemilu tidak perlu dipertahankan karena tidak cocok dengan situasi sosial budaya politik Indonesia yang sangat beragam, selain beban kerja yang sangat berat.
“Kita tidak cukup berhenti dan mengatakan, telah sukses tingkat partisipasi saja. Tetapi buat masyarakat, penggabungan pemilu itu memilih calon yang mempunyai integritas tinggi,” kata Hader dalam Gelora Talks “Menakar Pileg dan Pilpres 2024 Digelar Terpisah: Mungkinkah?, Rabu (8/6/2022) petang.
Dia mencontohkan Pemilu Serentak 2019 lalu mengungkapkan sebuah fakta adanya kesalahan dan ketidaksahan suara yang tercoblos sangat tinggai, yaitu mencapai 11 persen atau sekitar 17 jutaan.
Angka tersebut, bukan angka yang kecil dibandingkan dengan negara lain, yang paling tinggi pada kisaran angka 6 persen.
“Kesalahan tersebut akibat publik lebih merespon pilpres ketimbang pileg. Penyelenggara pemilu sendiri juga tidak terlalu menyadari itu dengan memberi ruang-ruang lebih untuk pilpres ketimbang pileg. Yang menonjol tereskpos di masyarakat adalah pilpres, sehingga pileg terlupakan,” jelasnya.
Selain itu, pengadaan logistik pemilu juga menjadi tidak mudah karena memiliki batas waktu dan mesti diadakan dalam masa berkampanye. Padahal pengadaan logistik untuk pileg membutukan waktu yang lebih panjang dibandingkan pilpres.
“Karena itu, pileg jauh lebih rumit dibandingkan pilpres. Maka sebaiknya dipisah, tidak digabungkan. Pilpres bisa digelar dua bulan setelah pileg, ini pengalaman kita dulu,” katanya.
Hadar Gumay menegaskan, dirinya tidak terlalu bangga dengan sistem pemilu serentak saat ini, karena banyak hal-hal yang tidak pas diterapkan seperti kasak-kusuk yang dilakukan partai politik tertentu menjelang Pemilu 2024.
“Padahal situasi politik 5 tahun lalu, dengan situasi sekarang sangat mungkin berbeda di 2024. Mereka bisa tidak terpilih lagi, tapi sudah membuat koalisi-koalisi. Jadi mohon maaf, hal seperti ini tidak perlu diteruskan,” katanya.
Pelaksanaan pemilu serentak dalam pandangannya tidak mencerminkan sistem presidensil yang mendapatkan dukungan kuat dari legislatif. Sebaliknya, situasi sekarang menjadi anomali dan kontra produktif di publik dan ketatanegaraan.
“Sepengetahuan saya di Korea Selatan, Prancis maupun negara lain di dunia, siklus Pemilu 5 tahunan itu tidak dibangun dari suara 5 tahun lalu, tetapi berdasarkan survei atau suara terdekat. Ini hanya terjadi di Indonesia, makanya saya tidak begitu bangga dengan Indonesia, dan harus saya katakan itu. Menurut saya, itu bertentangan dengan konstitusi,” tegas Hadar. (*)
EDITOR: REYNA
Related Posts
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
PT Soechi Lines Tbk, PT Multi Ocean Shipyard dan PT Sukses Inkor Maritim Bantah Terkait Pemesanan Tanker Pertamina
ISPA Jadi Alarm Nasional: Yahya Zaini Peringatkan Ancaman Krisis Kesehatan Urban
Kerusakan besar ekosistem Gaza, runtuhnya sistem air, pangan, dan pertanian akibat serangan Israel
Ilmuwan Gunakan AI untuk Ungkap Rahasia Dasar Laut Antartika
Kepala Desa Tirak, Suprapto, Membisu Soal Status Anaknya Yang Diduga Pembebasan Bersyarat (PB) Kasus Narkoba, Lolos Seleksi Calon Perangkat Desa
Jerat Jalur Merah: Ketika Bea Cukai Jadi Diktator Ekonomi
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Mahfud MD Guncang Kemenkeu: Bongkar Skandal 3,5 Ton Emas dan TPPU Rp189 Triliun di Bea Cukai!
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
纸飞机下载December 25, 2024 at 5:20 pm
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/nasional/hadar-nafis-gumay-pemilu-serentak-tak-cerminkan-sistem-presidensial/ […]
สล็อตวอเลท ฝากถอนออโต้ เบทเกมต่ำสุด 1บาทJanuary 19, 2025 at 12:36 pm
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/nasional/hadar-nafis-gumay-pemilu-serentak-tak-cerminkan-sistem-presidensial/ […]