Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Ada yang salah dalam mensikapi persatuan bangsa dan kemudian angkat senjata, ada yang sulit bersepakat dalam menentukan arah politik kedepan sehingga terpaksa berganti UUD sampai 4 kali.
Bung Hatta terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden 1 Desember 1956 karena tidak sejalan dengan Bung Karno.
Dan paling mengenaskan adalah ada yang berhianat terhadap Pancasila dan dengan biadab menumpahkan darah sesamanya dengan terjadinya “Kudeta G 30 S PKI”.
Dalam peristiwa itu melahirkan kecurigaan tentang keterlibatan etnis Cina yang boleh jadi kepanjangan tangan dari negara leluhurnya yang komunis dari RRC.
Simaklah dialog antara Aidit dan Mao Tse Tung tanggal 5 Agustus 1965 di Zhongnanhai – Peking, menjelang Kudeta G 30 S PKI :
Mao : Kami harus bertindak cepat .
Aidit : Saya khawatir AD akan menjadi penghalang.
Mao : Baiklah, lakukan apa yang saya nasihatkan kepadamu: habisi semua Jenderal dan para perwira reaksioner itu dalam sekali pukul. Angkatan Darat lalu akan menjadi seekor naga yang tidak berkepala dan akan mengikutimu.
Aidit : Itu berarti membunuh beberapa ratus perwira.
Mao : Di Shensi utara saya membunuh 20.000 orang kader dalam sekali pukul saja.
Saat ini justru terjadi lagi poros Jakarta – Peking, apalagi warga Cina sudah leluasa masuk dan ikut mengatur negara, bahkan sebagian mereka telah memiliki partai politik tersendiri dan beberapa etnis Cina sudah bisa sebagai pejabat negara sekelas Walikota dan lainnya.
Bermacam-macam aturan telah memperkuat jaringan bisnis Cina lebih leluasa dalam mengembangkan modal sosial dan budaya yang dimiliki dengan “bonding” , yaitu memperkuat ikatan dan kohesi dalan kelompok jaringan sosial serta memperkuat “brigding dan linking” nya di Indonesia.
Jaringan bisnis Cina antara lain melalui naga Oligargi makin kuat makin menggurita dan tentakelnya sudah menguasai seluruh wilayah Nusantara.
Munculah konglomerat baru etnis Cina yang sukses menguasai sumber daya alam dan menguasai jalur informasi, produksi, dan distribusi barang. Bahkan etnis Cina sudah mampu menguasai dan memanfaatkan modal politik, sosial, budaya dan ekonomi bahkan sudah menguasai kebijakan politik pemerintah.
Rezim saat ini benar-benar lengah dan ceroboh. Sebuah awal yang didambakan etnis Cina untuk tampil aktif dalam bidang-bidang yang selama 32 tahun tertutup, telah jebol bahkan di jebol oleh rezim saat ini.
Begitu bodohnya, sejak Pemilu 2004 lalu, ada kandidat Presiden dan Wakil Presiden menggunakan aksara Cina dalam selebaran kampanye untuk mengambil hati mereka. Saat ini gejalanya makin terang terangan.
Tidak bisa dibayangkan saat ini sangat mengerikan justru terjadi akses pekerjaan yang berdalih investasi, mensyaratkan bahasa Cina untuk menerima pekerja pribumi.
Saat ini negara telah jebol di serbu etnis Cina, tidak hanya fokus bidang bisnis, mereka telah bisa mendirikan partai politik, LSM dan Ormas.
Keruntuhan negara sudah didepan mata tanpa disadari oleh para pemangku kekuasaan saat ini. Ironisnya dikembangkan bahkan dilindungi sekedar ikut mengais makan dari etnis Cina yang kekayaannya justru dengan jalan merampok dan merampas sumber daya alam kita.
Hanya ada jalan untuk mengatasi pertempuran ini, negara mutlak harus segera kembali ke UUD 45. Kalau tidak warga negara pribumi dan anak cucu kita akan terbunuh, dibunuh dan terusir dari tanah airnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
No Responses