JAKARTA — Indonesia seolah kembali berdiri di tepi jurang krisis kesehatan. Lonjakan tajam kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di berbagai kota besar kini tak lagi sekadar statistik penyakit musiman — melainkan alarm nasional yang menuntut respons serius.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menyebut situasi ini sebagai “peringatan dini terhadap rapuhnya sistem pencegahan penyakit menular di perkotaan.” Ia menyoroti bahwa hingga Oktober 2025, DKI Jakarta mencatat hampir dua juta kasus ISPA, dengan peningkatan konsisten sejak Juli lalu.
“Kita tak boleh lagi menunggu angka melonjak baru bertindak. Ini sinyal bahwa sistem kesehatan komunitas di kota besar belum siap menghadapi ancaman penyakit berbasis polusi dan cuaca ekstrem,” ujar Yahya di Jakarta, Selasa (21/10).
Bayang-Bayang Pandemi: Gejala Serupa Covid-19, Polusi Memperparah
Fenomena ISPA yang kini merebak di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, hingga Tabanan Bali memperlihatkan pola serupa dengan fase awal pandemi Covid-19 — gejala ringan yang menyebar cepat, ditopang oleh polusi dan lemahnya imunitas masyarakat.
Yahya mengingatkan, jangan sampai pemerintah kembali terjebak dalam pola reaktif, seperti yang terjadi pada awal 2020. Menurutnya, pergeseran musim dan buruknya kualitas udara harus dipandang sebagai faktor epidemiologis yang nyata, bukan sekadar masalah lingkungan.
“Kualitas udara yang menurun dan stres akibat tekanan hidup urban membuat daya tahan masyarakat melemah. Kombinasi ini bisa menjadi bom waktu kesehatan,” katanya.
Sistem Kesehatan Komunitas: Garda Terdepan yang Rapuh
Politikus Partai Golkar itu mendesak Kementerian Kesehatan memperkuat Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) di level puskesmas dan fasilitas kesehatan primer. Ia menilai, jika pendeteksian dini tidak berjalan cepat, penyebaran kasus akan sulit dikendalikan.
“Puskesmas seharusnya menjadi radar pertama, bukan sekadar tempat berobat terakhir. Kemenkes harus perbaiki jalur data, koordinasi, dan pelaporan kasus agar keputusan bisa diambil lebih cepat,” ujarnya.
Lintas Kementerian Harus Turun Tangan
Menurut Yahya, ISPA bukan hanya urusan kesehatan, tapi juga lingkungan, transportasi, dan tata kota. Karena itu, ia mendorong koordinasi lintas sektor antara Kemenkes, Kementerian Lingkungan Hidup, dan pemerintah daerah.
Ia menekankan bahwa pengawasan kualitas udara, pengendalian emisi kendaraan, serta edukasi publik menjadi langkah tak terpisahkan dari mitigasi kesehatan.
“Kalau Kemenkes bekerja sendirian, hasilnya tambal sulam. Polusi dari kendaraan dan padatnya permukiman ikut mempercepat penyebaran penyakit,” tegasnya.
Pelajaran dari Pandemi: Data dan Pencegahan adalah Kunci
Yahya Zaini menutup pernyataannya dengan nada peringatan: “Kita tak boleh membiarkan ISPA menjadi ‘Covid versi ringan’ yang diabaikan sampai terlambat.”
Ia menegaskan, pendekatan preventif berbasis data, edukasi publik, dan kesiapsiagaan lintas kementerian harus dijalankan sekarang — bukan setelah krisis meledak.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
PT Soechi Lines Tbk, PT Multi Ocean Shipyard dan PT Sukses Inkor Maritim Bantah Terkait Pemesanan Tanker Pertamina
Kerusakan besar ekosistem Gaza, runtuhnya sistem air, pangan, dan pertanian akibat serangan Israel
Ilmuwan Gunakan AI untuk Ungkap Rahasia Dasar Laut Antartika
Kepala Desa Tirak, Suprapto, Membisu Soal Status Anaknya Yang Diduga Pembebasan Bersyarat (PB) Kasus Narkoba, Lolos Seleksi Calon Perangkat Desa
Jerat Jalur Merah: Ketika Bea Cukai Jadi Diktator Ekonomi
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Mahfud MD Guncang Kemenkeu: Bongkar Skandal 3,5 Ton Emas dan TPPU Rp189 Triliun di Bea Cukai!
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Skandal Tirak: Dinasti Narkoba di Balik Kursi Perangkat Desa Ngawi
No Responses