Oleh: Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi
Anies, Partai Nasdem, PKS dan Demokrat nampaknya semakin sulit dibendung, terlihat seolah semakin digdaya. Keadaan inilah yang memaksa partai – partai politik pendukung pemerintah dan aktor – aktornya harus pening dan mencari jalan keluar ditengah kebuntuan jalan menggagalkan Anies sebagai capres.
Deklarasi pencapresan Ganjar oleh PDI-P terkesan sangat pongah, merasa kuat, merasa yakin bahwa setelah deklarasi akan banyak partai yang merapat, ternyata salah total dugaannya. Hanya PPP, PAN dan PSI yang berusaha merapat, namun bagi PDIP partai – partai ini tak banyak punya arti, karena memang hanya saham kosong yang dijanjikan, apalagi PSI, lebih tragis lagi, tak diakui dukungannya.
Tentu keadaan ini bukan tidak mungkin telah diketahui oleh istana, istana pasti memahami konstelasi yang sesungguhnya terjadi. Logikanya sederhana kalau Ganjar dan Prabowo dianggap mengungguli Anies diberbagai survey, maka istana tak perlu lagi membuat manufer – manufer yang mendiskreditkan Anies, menjegal Anies dan bahkan mengembangkan narasi narasi rasial yang bertujuan memecah belah anak bangsa dan melemahkan pendukung – pendukung Anies.
Istana nampaknya mengalami jalan buntu, menekan Anies dengan instrumen hukum melalui KPK, nampaknya mulai belum memperlihatkan hasil, meski intensitasnya terus dilakukan, membegal partai Demokrat melalui kakak pembina buzzer, Moeldoko, sampai saat masih mendapatkan perlawanan dari AHY. Memalukan, seharusnya dalam militer, Junior menghormati senior dan senior melindungi juniornya, disini tidak terjadi, karena sebagai senior, Moeldoko telah menjual harga dirinya.
Dukungan terhadap Anies dan simpati kepada AHY justru semakin meningkat. Serangan bertubi tubi kepada Anies pun tak berhenti, namun Anies bukan malah takut, Anies pun mengibarkan bendera perlawanan. Dalam pidatonya di deklarasi relawan Amanat Indonesia, Anies mengatakan kita tak akan gentar menghadapi musuh yang kuat, kita akan hadapi, karena Tuhan bersama kita.
Hal yang sama dilakukan oleh AHY di partai Demokrat, semakin ditekan, beliau bersama Demokrat juga semakin tegas melawan. Bahkan tak goyah dengan rayuan dan bujukan, sebagaimana yang dikatakan oleh Cak Imin, PKB, bahwa kedatangannya ke Demokrat, sejatinya untuk mempengaruhi AHY, sayangnya beliau imannya kuat.
Ditengah kepanikan mengalami jalan buntu, nampaknya istana tak berputus asa, mereka merubah strateginya, kalau tak bisa memukul kenapa tak dirangkul? Istanapun mulai mencari cara bagaimana membuat Anies lunak. Sebagai orang yang senior dan kenyang makan asam garam dalam militer dan karir politik, LBP mulai mendekati Surya Paloh, sang dirigen Koalisi Perubahan dari Partai Nasdem. Luhut bahkan tiga kali mendatangi SP, pertama di London, kedua di Jakarta dan yang ketiga juga di Jakarta, katanya sebagai silaturahmi. Dalam pertemuan itu, LBP, sebagaimana yang dikatakan SP dalam konferensi persnya, bahwa pak Luhut juga menanyakan siapa cawapres Anies dan bahkan juga mengusulkan siapa cawapres yang layak mendampingi Anies.
Sikap tegas dan tegak lurusnya Nasdem dan SP terhadap pilihan mencalonkan Anies, membuatnya berbagai tekanan tak mempan menaklukkannya. “Iman ” SP dan Nasdem terhadap Anies semakin kokoh. Berbagai jurus melemahkan dan tekanan yang dilakukan tak mampu melunakkan, ini yang membuat istana semakin panik dan cemas bahkan frustasi, pilihan merangkul dan melunak terhadap pencalonan Anies adalah pilihan realistis, apalagi calon yang digadang-gadang, juga mengalami stagnasi dan bahkan cenderung redup, sampai sampai ketika kunjungan sosialisasi ke daerah harus menunggangi acara yang diadakan oleh daerah, seperti yang terjadi di Surabaya.
Demokrasi harus dimenangkan, kedaulatan rakyat harus diperjuangkan, begitulah fatsun yang terjadi dalam demokrasi Pancasila. Kesadaran rakyat yang merasakan bahwa kedaulatannya telah diamputasi oleh rezim, dan diserahkan ke oligarki, membuat genderang perubahan semakin tak bisa dibendung lagi. Indikasinya jelas, kedatangan Anies di berbagai daerah selalu dipenuhi massa, meski tak pakai sogokan sembako. Rakyat mulai sadar bahwa rezim ini sudah tak bisa diharapkan lagi. Perubahan harus terjadi. Anies sebagai simbol perubahan tak lagi bisa dibendungdibendung. Dukungan dan soliditas partai pengusung Anies, Nasdem, Demokrat dan PKS, ditambah lagi munculnya partai partai baru yang juga mengusung Anies, akan semakin membuat arus perubahan bertambah dahsyat. Pilihan merangkul dengan membiarkan Anies melaju ke kursi presiden adalah jalan tengah yang realistis yang harus dipilih Jokowi dan istana, kalau tak ingin tergilas dan menghadapi pengadilan rakyat. Semoga saja!
Surabaya, 11 Mei 2023
EDITOR: REYNA
Related Posts

Perang Dunia III di Ambang Pintu: Dr. Anton Permana Ingatkan Indonesia Belum Siap Menghadapi Guncangan Global

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama



cam girl 25 tokens equal a dollarNovember 12, 2024 at 2:35 am
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/jalan-buntu-istana/ […]
you can find out moreFebruary 6, 2025 at 12:47 am
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/jalan-buntu-istana/ […]