JAKARTA – Rusaknya sebuah negara adalah akibat dari penguasa atau pemimpin yang tidak taat akan hukum dan konstitusi yang ada. Apalagi pemimpin atau penguasa tersebut berpihak pada satu kelompok dan golongan. Inilah yang sedang terjadi dan menimpa republik ini.
” Sekarang ini tinggal bagaimana rakyat. Mau pasrah hingga negeri ini hancur, atau melakukan perlawan terhadap rezim dinasti cawe cawe yang telah menganiaya kontitusi dan melanggar etika,” ujar Ketua Umum Generasi Cinta Negeri (Gentari) Habib Umar Alhamid kepada wartawan, Rabu (21/2/2024).
Menurutnya, persoalan yang terjadi pada pemilu saat ini jika di serahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sama saja bohong. Tidak akan menyelesaikan masalah yang ada, justru akan muncul masalah baru.
“Sebab masalah pemilu yang terjadi sekarang ini, semuanya disebabkan oleh MK yang salah dalam mengambil keputusan soal usia cawapres. MK bukan lagi menjadi Mahkamah Konstitusi, tapi telah berubah menjadi ‘ Mahkamah Kebohongan’. Rakyat sudah tidak percaya lagi terhadap lembaga tersebut ,” tutur Habib Umar.
Dikatakan Habib Umar, Pak Jokowi sekarang ini bukan lagi sebagai Presiden buat rakyat Indonesia. Tapi, Pak Jokowi sekarang ini sudah berubah menjadi sebuah ‘berhala’ sulit untuk dikembalikan layaknya manusia.
“Saya lihat sekarang ini yang terjadi adalah akibat efek dinasti Jokowi yang telah merusak tatanan konstitusi, hukum, etika dan budaya yang menyebab Pak Jokowi di elu elukan seperti ‘berhala’. Yang tidak dapat diterima dan dipertahankan oleh masyarakat yang beretika.” jelasnya.
Lebih jauh Habib Umar mengatakan, sebaiknya dalam masalah ribut ribut pemilu ini, KPU dan Bawaslu harus berani dan tegas. Tidak berpihak pada siapapun baik penguasa maupun kelompok manapun.
“Jangan mengulangi sejarah buruk pada 2019. KPU dan Bawaslu harus berani jujur dan bersikap adil pada siapapun. Menoreh sejarah dengan berdiri di atas kebenaran adalah sebuah keharusan. Saya yakin rakyat dari lapisan manapun akan mendukung dan berada di belakangnya,” tegasnya.
“Saya bertanya kepada KPU dan Bawaslu? Jika masih mempunyai keberanian, kejujuran serta kebenaran, katakan saja apa yang terjadi. Ingat nasib rakyat di republik ini selama 5 (lima) tahun ke depan berada di tangan penyelengara pemilu, bukan di tangan MK. Selesaikan dengan baik, atau rakyat yang akan menyelesaikan dengan cara rakyat yang terbaik,” katanya. (NHH).
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
No Responses