Jokowi Antara Ucapan dan Perbuatan, “Isuk Dele, Sore Tempe”

Jokowi Antara Ucapan dan Perbuatan, “Isuk Dele, Sore Tempe”
Isa Ansori

Isa Ansori, Kolumnis

 

Indonesia ini negara besar, hati – hati memilih pemimpin, pilihlah pemimpin yang mengerti denyut nadi rakyat. Itulah pesan yang disampaikan oleh Jokowi kepada para pendukungnya, Sabtu, 26 November 2022 di Gelora Bung Karno.

Bahkan Jokowi dalam kapasitasnya sebagai presiden mengarahkan para relawannya untuk memilih calon presiden dengan ciri ciri rambut putih, muka berkerut, itu sebagai tanda memikirkan rakyat.

Sebuah pesan yang sarat makna akan kriteria calon pemimpin Indonesia kedepan.

Nampaknya apa yang disampaikan oleh Jokowi adalah sebuah arah bahwa dirinya sudah berada di jalur yang tepat dalam memimpin bangsa ini selama 10 tahun dan arah itu harus dilanjutkan oleh sosok yang memenuhi kriterianya.

Jokowi adalah sosok yang sulit ditebak, bahkan ada adagium untuk memahami Jokowi yaitu dengan memahami yang sebaliknya. Kalau Jokowi sedang berbicara ekonomi kita meroket, maka sejatinya ekonomi kita sedang nyungsep.

Suatu saat Jokowi pernah berpidato bahwa untuk bisa menyelesaikan persoalan bangsa ini, baginya sangat mudah, kalau dia dipilih sebagai presiden, nyatanya setelah beliau hampir 10 tahun memimpin negeri ini, data mengatakan bahwa hutang LN kita meningkat.

Kemiskinan kita menurun, menurun kepada anak cucu kita.

Juga ketika Jokowi mengatakan bahwa disakunya ada uang 11.000 trilyun untuk membangun bangsa ini, kita tak perlu hutang. Nyatanya hutang kita juga meningkat bahkan kita berpotensi memasuki jebakan China dalam berhutang.

Ada lagi ketika Jokowi mengatakan produksi mobil nasional Esemka, yang menurutnya saat itu sudah ada yang indent sebanyak 6000 unit, namun nyatanya sampai periode kepemimpinannya 10 tahun kita tak melihat lalu lalang mobil Esemka.

Jokowi berupaya mendominasi makna, seolah dialah yang benar dan yang lain salah, Jokowi mengatakan dirinya adalah presiden yang merakyat dan dipilih secara demokratis, itulah yang oleh Gramscy disebut hegemoni.

Jokowi berupaya menghegemoni rakyat melalui makna yang disebar ke para relawannya. Mengapa itu dilakukan? Karena Jokowi sudah kehilangan trust bagi kebanyakan rakyat Indonesia kecuali kepada para pendukungnya yang membabi buta. Melalui pendukung dan relawannya itulah Jokowi ingin membenturkan rakyat dengan rakyat, antara pendukungnya dan oposisi.

Begitulah gaya Jokowi menjalankan kepemimpinannya. Berusaha membelah, mendukung yang sepaham dan menghantam yang dianggap bersebrangan. Kalau toh harus merangkul, maka Jokowi akan membuat kuncian agar yang dirangkul tak berkutik.

Pidato Jokowi dihadapan para relawan dan pendukungnya menegaskan karakter asli Jokowi bila dipahami apa yang sebaliknya. Memilih pemimpin yang merakyat, adalah memilih pemimpin yang menjadikan rakyat sebagai obyek ditangan para subyek oligarki yang mengambil untung banyak dari kekuasaan ini.

Hal lain yang bisa dimaknai dari pidato Jokowi dihadapan para relawannya dengan memberikan isyarat – isyarat tertentu bisa dimaknai sebagai kegalauan Jokowi terhadap sosok lain yang tidak sesuai dengan kriteria yang dia sebutkan, kegalauan Jokowi semakin menunjukkan kelas Jokowi bukanlah kelas negarawan apalagi mentor dan orang tua yang bijak dalam suksesi kepemimpinan dan demokrasi.

Harapan untuk menjadikan Jokowi sebagai negarawan hanyalah isapan jempol, karena Jokowi sejatinya masih belum mampu menempatkan dirinya sebagai negarawan.

Jokowi dalam perilakunya masih belum mampu konsisten, Jokowi ibarat pepatah Jawa “isuk dele, sore tempe”, sesuatu yang sulit dipegang, baik janji maupun perilakunya.

Sebagai presiden dan kepala negara, sikap Jokowi yang sulit ditebak dan berubah – ubah, tentu membuat rakyat akan kehilangan kepercayaan, apapun yang dikatakan tentu akan membuat rakyat abaikan dan tidak percaya. Hal seperti ini tentu akan menyulitkan dirinya membangun persatuan dan perdamaian.

Harapan tentu tetap akan kita semaikan kepada Jokowi, agar sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Jokowi mampu menempatkan dirinya dalam posisi yang bisa mengembalikan kepercayaan rakyat.

Kita berharap Jokowi menjadi semakin sadar dan bijak bahwa perilaku kepemimpinan yang dia semai selama ini adalah perilaku yang jauh dari nilai – nilai etik kepemimpinan.

Semoga saja semakin mendekati kontestasi pilpres, Jokowi mampu menjadi negarawan yang husnul khotimah.

Surabaya, 27 November 2022

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K