Oleh : Salamuddin Daeng
Konon katanya transisi energy adalah bisnis masa depan, ekonomi masa depan. Cukup beralasan, karena seluruh lembaga keuangan internasional dan bank bank raksasa telah memangkas pembiayaan fosil mereka dan mengalihkan kepada energy baru yang terbaharukan dan ramah lingkungan.
Lembaga keuangan intermasional tentu rasional, selain mereka didesak publik atas penggunaan dana masyarakat dunia, lembaga keuangan terutama bank-bank besar tidak mau menghadapi berbagai hambatan keuangan dan perdagangan, pajak karbon dan berbagai kewajiban lainnya yang akan dipikul jika mereka tetap membiayai fosil.
Kalau memang demikian mengapa di Indonesia oligarki politik kelas satu yang menguasai bisnis dan perdagangan seperti cacing kepanasan. Apakah swata indonesia beserta penguasa Indonesia memang tidak bisa move on sehingga kelojotan menghadapi agenda perubahan iklim dan transisi energi?
Dengan terburu buru mereke lari ke ketiak PLN dan Pertamina unruk bersembunyi, cari selamat dengan memakan daging PLN dan Pertamina. Mereka tidak dapat mencari peluang bisnis sendiri secara mandiri. Padahal jelas transisi energi akan dan telah membagi rata sumber daya baik kepada swata maupun kepada negara.
Di PLN swasta Indonesia mencoba menyusupkan iseu Power Wheeling ke dalam UU EBT. Yakni skema memanfaatkan jaringan PLN untuk berbisnis tanpa melakukan investasi. Kalau bahasa orang kampung Sumbawa mereka ingin menggoreng dengan lemak. Tidak mau beli minyak goreng. Maunya dapat cuan besar, dapat portofolio transisi energi tanpa mengorbankan sumber daya.
Di Pertamina lebih dahsyat lagi, swasta langsung memanfaatkan seluruh keuangan pertamina beserta infrastrukturnya intuk menjual mimyak sawit kepada masayarakat melalui program B35, yakni bahan bakar hasil pencampuran minyak sawit dan solar. Program solarisasi sawit benar benar memakan mentah mentah uang Pertamina dengan menjual isue EBT.
Proyek B35 jelaa lelucon, karena tidak diakui oleh siapapun komunitaa internasional sebagai angenda transisi energi. Perusahaan sawit sendiri dalam arus utama isue lingkungan hidup sekarang telah dikategorikan sebagai penjahat lingkungan nomor satu karena melalukan pengrusakan hutan dalam skala yang sangat besar. Lebih dari 13 juta hektar lahan sawit berasal dari kawasan hutan dan luasnya setara dengan 13 kali luas pulau Sumbawa.
Ini sungguh aneh bisnis transisi energi membuat pengusaha swata indonesia tak berani berdiri dari tempat duduknya tanpa disuntik oleh negara dan tanpa bantuan BUMN. Padahal selama ini mereka dalang dibalik pelemahan BUMN, lalu mengapa sekarang malah bersembunyi dibalik ketiak BUMN?.
Katanya pengusaha pengusaha Indonesia ini jagoan, berani menghadapi asing. Ayo hadapi sendiri segera sambut uang besar dalam pembiayaan transisi energi, katanya pro pasar, tak mau intervensi negara, peran negara minimal. Mana dengkulmu?
EEDITOR: REYNA
Related Posts

Perang Dunia III di Ambang Pintu: Dr. Anton Permana Ingatkan Indonesia Belum Siap Menghadapi Guncangan Global

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama



articleDecember 2, 2024 at 4:12 pm
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/kalau-memang-transisi-energy-adalah-bisnis-masa-depan-mengapa-swasta-harus-menumpang-pada-pertamina-dan-pln/ […]
บาคาร่าเกาหลีDecember 21, 2024 at 1:38 pm
… [Trackback]
[…] Here you will find 4007 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/kalau-memang-transisi-energy-adalah-bisnis-masa-depan-mengapa-swasta-harus-menumpang-pada-pertamina-dan-pln/ […]