Keadilan Dalam Penyelesaian Proyek Reklamasi Teluk Jakarta

Para pihak yang selama ini ngotot, yakin, dan bahkan dengan sombong menantang kepada siapapun bahwa proyek reklamasi tersebut tidak akan ada yang bisa menghentikan, menjadi kehabisan kata-kata. Mereka diam dan tentunya menjadi malu sendiri.

Oleh : Aghsoni Fanan, Pemerhati Lingkungan Hidup, Surabaya

Ada catatan menarik dari hasil bincang santai bersama Mas Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. beberapa hari yang lalu, di Surabaya. Para mantan aktifis pergerakan mahasiswa berkumpul. Berdiskusi.

Soal proyek reklamasi, Mas Anies meluruskan istilah yang sudah kadung beredar di masyarakat. Istilah “Pulau Reklamasi”, dia meluruskannya sebagai “Pantai Reklamasi”.

Proyek Reklamasi di Pantai Utara Jakarta merupakan Proyek Pemerintah Pusat yang meliputi 17 lokasi reklamasi, dan untuk memudahkan penyebutan rencama lokasi-lokasi tersebut dalam gambar rencana diberi tanda “P.A, P.B, P.C, dan seterusnya. Huruf P disitu bukan merupakan kependekan dari “Pulau” tapi “Pantai”. Jadi terdapat Pantai A, Pantai B, dst; sebagaimana proyek reklamasi Pantai Indah Kapuk dan Pantai Ancol. Karena dalam konsep reklamasi tersebut tidak bermaksud membuat pulau baru, namun masih dalam kesatuan Pulau Jawa di Pantai Utara Kota Jakarta.

Mas Anies menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan Proyek Reklamasi tersebut yang sepenuhnya memang diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta oleh pemerintah pusat, kontraktor pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah DKI tidak dibayar dengan imbalan berupa uang yang diambilkan dari APBD. Namun mereka di beri imbalan berupa Hak Kepemilikan Lahan 100 persen atas hasil lahan reklamasi yang sudah di kerjakan.
Disitulah terdapat letak celah, dimana mulai muncul banyak persoalan sosial.

Belum lagi persoalan pengelolaan dampak lingkungan yang terjadi. Dalam dokumen amdal yang sudah disusun lama oleh Pemerintah DKI sebelumya, telah memberikan banyak sekali kewajiban bagi kontrakor, tetapi banyak yang tidak dipenuhi.
Sebagai konsekuensi dari ketidak taatan mereka, akhirnya mereka mendapat sanksi hukum yakni pencabutan ijin reklamasi yang sudah mereka kantongi.

Disinilah hukum tetap harus ditegakkan. Dari 17 Pantai Reklamasi yang sudah dikerjakan terdapat 14 Kontraktor pelaksana di 14 lokasi yang dicabut ijinnya. Dan mereka tidak bisa berkata apa-apa, karena memang menyalahi aturan yang mereka sepakati bersama pemerintah DKI.

Jadi soal pencabutan ijin disini tidak ada hubungannya sama sekali dengan urusan politik kekuasaan seorang Gubernur, yang sebelumnya sangat kontrovesial dan seolah menguatkan kesimpulan bahwa keputusan pencabutan ijin reklamasi tersebut merupakan keputusan politik.

Para pihak yang selama ini ngotot, yakin, dan bahkan dengan sombong menantang kepada siapapun bahwa proyek reklamasi tersebut tidak akan ada yang bisa menghentikan, menjadi kehabisan kata-kata. Mereka diam dan tentunya menjadi malu sendiri.

Masyarakat juga sudah sempat membayangkan akan terjadi konflik yang berdarah-darah karena adanya penghentian proyek reklamasi yang dilakukan oleh Mas Anies sebagai Gubernur DKI terpilih setelah mengalahkan Basuki Tjahaya Purnama. Nyatanya tidak terjadi apa-apa.

Kekhawatiran itu dipicu, karena memang sejak awal proyek reklamasi itu dipenuhi isu-isu yang kontroversial. Sebagai Gubernur DKI kemudian Anies berupaya mengurai satu persatu melalui pembentukan sebua badan, yaitu Badan Pelaksana Reklamasi Teluk Jakarta. Badan ini bertugas melakukan audit pelaksanaan proyek reklamasi yang sudah dikerjakan. Alhasil, banyak terbongkarlah pelanggaran yang dilakukan oleh para kontraktor.

Banyak hal-hal aneh yang terjadi. Oleh karena itu kemudian terdapat perubahan kebijakan terhadap pelaksanaan reklamasi di teluk Jakarta. Salah satunya dengan membuka akses daerah-daerah yang di reklamasi itu kepada masyarakat umum. Caranya, dengan
membangun berbagai fasilitas yang juga diperuntukkan rakyat banyak, bukan hanya untuk pemilik modal.

Yang sebelumnya kepemilikan lahan 100 % diberikan sepenuhnya kepada Kontraktor, mulai saat ini masyarakat umum diberikan hak kepemilikian lahan tersebut berkisar 30-40 persen, sisahnya adalah hak kontraktor. Dengan begitu lahan reklamasi akan dapat diakses dan dirasakan oleh masyaraka Jakarta secara umum.

Mas anis juga sempat bilang kalau kita berada di lokasi reklamasi, pemandangan amat indah sekali. Akan sangat senang jika semua rakyat Jakarta bisa menikmatinya.

Related Posts