Kenaikan Pajak Mengubah Indonesia Emas Menjadi Indonesia Cemas

Kenaikan Pajak Mengubah Indonesia Emas Menjadi Indonesia Cemas
Isa Ansori

Oleh: M. Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi, Wakil Ketua ICMI Jawa Timur, Tinggal di Surabaya

Indonesia Emas yang selama ini menjadi impian kolektif kini terancam oleh kebijakan fiskal yang cenderung memberatkan masyarakat, terutama kelompok menengah dan bawah. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga 66% merupakan keputusan yang mengundang kekhawatiran. Kebijakan ini seakan-akan mengubah narasi optimisme menuju Indonesia Emas menjadi Indonesia Cemas.

Analisis Kenaikan Pajak

Beban Ekonomi Masyarakat
Kenaikan PPN akan langsung berdampak pada harga barang dan jasa, yang berarti daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah dan bawah, akan semakin tergerus. Pada saat yang sama, kenaikan PKB yang signifikan memberatkan kelompok yang bergantung pada kendaraan bermotor sebagai alat transportasi atau mata pencaharian, seperti pengemudi ojek online dan usaha logistik kecil.

Potensi Stagnasi Ekonomi

Konsumsi masyarakat adalah salah satu motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Dengan beban pajak yang lebih tinggi, konsumsi rumah tangga berpotensi menurun drastis, sehingga memicu perlambatan ekonomi. Sektor-sektor yang bergantung pada daya beli masyarakat, seperti perdagangan dan jasa, juga akan merasakan imbas negatifnya.

Ketimpangan Sosial

Kebijakan ini cenderung regresif, karena lebih berdampak pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah daripada kelompok kaya. Hal ini dapat memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi, bertentangan dengan semangat mewujudkan Indonesia Emas yang adil dan sejahtera.

Dampak Sosial dan Psikologis

Selain dampak ekonomi, kebijakan ini juga menciptakan kecemasan sosial. Masyarakat merasa semakin jauh dari cita-cita kesejahteraan yang dijanjikan. Narasi Indonesia Emas menjadi sulit dipercaya ketika rakyat harus berjuang lebih keras hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Peran Cendekiawan dalam Menyongsong Indonesia Emas

Cendekiawan memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk membantu masyarakat menghadapi tantangan ini. Berikut adalah langkah strategis yang dapat diambil:

Menyuarakan Keadilan Kebijakan Publik

Cendekiawan harus berani mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat kecil melalui kajian ilmiah dan opini publik. Analisis mendalam tentang dampak kenaikan pajak dapat menjadi bahan advokasi untuk mendesak pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut.

Memberdayakan Masyarakat

Melalui program edukasi dan pelatihan, cendekiawan dapat membantu masyarakat memahami strategi mengelola keuangan di tengah tekanan ekonomi. Contohnya, pelatihan kewirausahaan berbasis digital dapat membantu masyarakat mencari sumber pendapatan tambahan.

Mendorong Inovasi Ekonomi
Dalam jangka panjang

Cendekiawan dapat mendorong kebijakan yang mengurangi ketergantungan pada pajak konsumtif dengan mendorong inovasi di sektor produktif. Ini termasuk mendukung UMKM dan startup berbasis teknologi untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Menghidupkan Solidaritas Sosial

Cendekiawan juga bisa menjadi motor penggerak solidaritas sosial dengan memfasilitasi inisiatif berbasis masyarakat, seperti koperasi atau sistem barter lokal, untuk mengurangi tekanan finansial masyarakat.

Kesimpulan

Kenaikan pajak seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengorbankan kesejahteraan rakyat. Indonesia Emas hanya bisa terwujud jika kebijakan publik berpihak kepada masyarakat luas, terutama mereka yang paling rentan. Cendekiawan memiliki peran strategis untuk memastikan narasi optimisme tetap hidup dan masyarakat dapat bangkit dari tekanan ekonomi. Dengan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan cendekiawan, era Indonesia Emas bukan sekadar angan-angan, melainkan sebuah kenyataan yang inklusif dan berkeadilan.

Surabaya, 15 Desember 2024

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K