Catatan Yudi Imansah
Di antara jadwal kunjungan Pak Anies ke Sukabumi, sesi kuliah Kebangsaan bagian yang ingin saya ikuti, namun sayang, karena jadwalnya mundur, saya tidak bisa ikut, sebab sebelum pukul 17.00 harus sudah ada di Baros mengambil ban pesanan konsumen.
Sampai di rumah pukul 20.00, Alhamdulillah di YouTube sudah ada video kuliah Kebangsaan di Institut Madani Nusantara.
Kuliah Kebangsaan dengan durasi hanya 10 menit, namun Pak Anies mampu memaparkan hal-hal prinsip dan mendasar tentang kebangsaan.
Pesan yang saya titipkan ke Bapak Mustafa Kamal untuk Pak Anies, terjawab di kuliah 10 menit ini. Ada beberapa catatan, dan ini menguatkan keyakinan saya tentang pentingnya mengangkat potensi kebangsaan sebagai solusi dari melemahnya fungsi pemerintah sebagai penyelenggara negara.
Catatan pertama, tentang Bangsa Indonesia lahir sebagai wujud persenyawaan dari berbagai unsur, sehingga hadirlah unsur baru yang mewadahi unsur awal tanpa menghilangkan unsur pertamanya.
Sebagai contoh H2O, adalah dua unsur yang bersama, sehingga menjadi unsur baru, yakni air. Hidrogen itu bukan air, demikian pula oksigen itu bukan air. Namun di dalam air itu ada hidrogen dan ada oksigen.
Catatan kedua, tentang sudut pandang terhadap falsafah bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Penjelasan ini masih rangkaian penjelasan tentang proses persenyawaan.
Tatakelola bangsa yang terbentuk dari proses persenyawaan antar elemen, sehingga lahir unsur baru, maka fokus pemberdayaannya harus diarahkan kepada unsur barunya, bukan ditarik kepada tatakelola unsur awal atau pengelolaan secara sendiri-sendiri.
Pada penjelasan narasi inilah pikiran saya terbuka, terkait bagaimana entitas Ulama yang merupakan wakil dari elemen bangsa. Gerakan Ulama dalam konteks kebangsaan harus terintegrasi dengan tatakelola bangsa di mana kita sebagai sebuah bangsa memiliki tatakelola yang diperankan oleh negara melalui pemerintahan yang berdasar atas konstitusi yang disepakati oleh seluruh wakil dari setiap elemen bangsa.
Dengan demikian akan terhindar sebuah gesekan non produktif antara kuasa negara dengan kuasa umat yang diperankan oleh Ulama.
Pada bagian lain Pak Anies dalam sesi tanya jawab, menyampaikan perihal pentingnya ruang diskusi tentang pemikiran pemikiran terkait penggalian esensi dari Pancasila, sehingga lahir sebuah kerangka pemikiran yang relevan dengan kebutuhan dasar manusia.
Sebagai contoh, bagaimana negara mengukuhkan jati diri bangsa melalui religiusitas, hal ini sangat relevan, karena sila pertama Pancasila adalah ketuhanan yang maha esa.
Pendapat ini dilontarkan Pak Anies saat merespons salah satu pertanyaan dari peserta, tentang esensi atau nilai dari kata “tunggal” di bawah lambang Garuda Pancasila yang menurutnya dan didasarkan pada sejarah awal kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari sebuah prasasti tugu berisi sebuah kutipan dari kitab Sutasoma (Salah satu dari karya pengarang jawa kuno Mpu Tantular).
Menurut penanya kata “tunggal” itu biasa ia ajarkan di kampus kepada para mahasiswa dengan narasi yang diarahkan kepada sesuatu yang mahakuasa, yang maha memiliki. Karena mayoritas mahasiswa yang diajarnya muslim, maka ia jelaskan bahwa kata “Tunggal” itu melekat pada esensi Allah SWT atau Ketuhanan.
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Pak Anies dengan ajakan untuk sering mendiskusikan hal ini, dan beliau menyatakan kesepahaman atas statement yang disampaikan penanya.
Pak Anies pun mengutarakan kalimat di dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa negara ini hadir bukan karena perjuangan, namun atas berkat Rahmat dari Allah SWT yang telah mengabulkan keinginan yang luhur dari para penduduk Bangsa Indonesia.
Ide gagasan Desa Religius Mubarokah yang hendak mengkolaborasikan kerja Keulamaan dan pemerintah sebagai pihak yang menjalankan peran Keumaroan semakin tampak benang merah historisnya.
Catatan ketiga, tentang guru honorer dan maraknya pinjaman ojol, Pak Anies memberikan pandangan tentang keberpihakan negara harus hadir kepada para guru, dan khusus pinjaman ojol yang kini marak dan membelit permasalahan di tengah masyarakat Pak Anies memberikan pernyataan tentang pentingnya kita menghadirkan instrumen keuangan melalui koperasi atau secara kongkritnya seperti semodel BMT.
Irisan-irisan pemikiran Pak Anies bagi saya pribadi cukup memberikan harapan, karena ia sosok yang paham akan pentingnya sejarah, paham bagaimana memadukan keberagaman, sehingga semua mampu bersenyawa dalam ruang kebangsaan dan bernegara tanpa menghilangkan entitas awalnya, dan yang paling penting ia memiliki pandangan perihal keutamaan religiusitas dalam perjalanan pembangunan peradaban sebuah bangsa.*
EDITOR: REYNA
Related Posts

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama

Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan

Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum




No Responses