Klarifikasi dan proses hukum, termasuk pertanggungjwaban pemerintah, harus dituntaskan minimal atas permasalahan berikut.
Pertama, pengiriman militer ke wilayah sekitar tambang dinilai illegal, tanpa didukung oleh Kepres dan persetujuan DPR, sehingga melanggar Pasal-pasal 17, 18, 19 dan 20 UU No.34/2004 tentang TNI.
Kedua, ketiadaan instruksi resmi dapat menjadi indikasi pengiriman pasukan dan operasi militer di Intan Jaya tidak semata soal penumpasan kelompok bersenjata, namun justru terkait erat dengan kepentingan ekonomi bisnis tambang.
Ketiga, karena kekuasaan dan pengaruh Menko LBP sangat besar ditengarai terjadi penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan, akses lokasi, sertifikat clean and clear, dan pemanfaatan TNI-POLRI guna mendukung kelancaran dan keamanan para perusahaan bisnis tambang, termasuk PTMQ.
Peran dan kekuasaan LBP yang sangat besar itu secara gamblang termuat dalam Laporan Tahunan MMW 2017. Tampaknya, karena peran tersebutlah WWM mengganjar TSR dengan saham besar, 30%, di PTMQ.
Keempat, kepentingan ekonomi perusahaan dan militer terselip dari serangkaian kekerasan operasi TNI-POLRI yang melanggar HAM di Intan Jaya dan sekitarnya. Dampaknya, sejumlah penduduk sipil Papua menjadi korban konflik bersenjata antara militer dengan TPNPB.
Beberapa di antara mereka harus mengungsi dan bahkan meregang nyawa. Mereka telah menjadi korban industri pertambangan ekstraktif yang akan mengeruk kekayaan alam di tanah tempat kelahiran mereka sendiri!
Kelima, sebagian besar masyarakat adat tidak menyetujui penambangan emas di wilayahnya. Oleh karena itu, konsesi tambang yang telah diberikan perlu dicabut oleh pemerintah.
Dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah perlu memperbaiki kebijakan tambang di Papua, yang harus mengutamakan keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan rakyat sekitar.
Permasalahan dan dugaan penyelewengan seputar bisnis tambang dan operasi militer di Intan Jaya sangat besar untuk dibandingankan dengan gugatan perdata & pidana Menko LBP terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidianty atas dasar ungkapan “Lord Luhut bermain bisnis tambang”.
Padahal, dialog Haris dan Fatia hanya menjelaskan laporan dan temuan Koalisi 10 LSM tentang berbagai pelanggaran operasi aparat TNI-POLRI di Intan Jaya. Temuan tim 10 LSM tampaknya bukan sekedar “permainan” remeh temeh.
Laporan pun telah terpublikasi sejak Agustus 2021. Namun, tindakan korektif dan tindak lanjut dari pemerintah dan DPR sangat tidak jelas.
Jangan-jangan gugatan tersebut dimaksudkan mengalihkan perhatian dan/atau menutupi isu besar terkait keterlibatan dan penyelewengan sejumlah pejabat negara dalam operasi militer dan bisnis tambang di Intan Jaya.
Apapun itu, demi kedaulatan, hukum dan keadilan di NKRI kita mendesak DPR dan Presiden Jokowi segera menuntaskan kasus besar itu.
Tidak ada tempat bagi siapa pun yang memiliki kekuasaan sangat besar dan kuat untuk berada di atas negara, konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.
Sambil mengapresiasi hasil kerja koalisi 10 LSM dan “umpan terobosan” Haris dan Fatia, mari kita tunggu langkah konkrit dari DPR dan Presiden Jokowi, “The Real President”!
EDITOR: REYNA
Related Posts

Perang Dunia III di Ambang Pintu: Dr. Anton Permana Ingatkan Indonesia Belum Siap Menghadapi Guncangan Global

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama



Heng888 แทงหวยDecember 30, 2024 at 6:08 am
… [Trackback]
[…] Find More on to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/marwan-batubara-usut-tuntas-peran-luhut-panjaitan-di-tambang-emas-seputar-intan-jaya-papua/ […]