Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib (33): Renaissance of Islam

Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib (33): Renaissance of Islam
Tangkapan layar : Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO Dr Muhammad Najib menyampaikan pidato dalam diskusi yang diselenggarakan oleh RMOL.ID dengan topik "Dari Spanyol Menata Diaspora Muslim Indonesia", Selasa (21/12/2021)

DMI Gerakan Ilmu

Gagasan untuk mengembangkan Diaspora Muslim Indonesia (DMI), mulai mendapatkan sambutan dari berbagai diaspora Indonesia, terutama yang berada di Eropa dan negara-negara kawasan Afrika Utara. Selain itu, gagasan ini yang juga dimaksudkan untuk menjadikan Islam sebagai gerakkan Ilmu mendapatkan dukungan, terutama dari Jerman.

Kepada Rokib, mahasiswa Indonesia yang memimpin PCIM Jerman Raya di Jerman dan menekuni kitab-kita klasik, diusulkan untuk mengadakan forum dialog dalam bentuk tanya-jawab. Rokib menyetujui, dialog dengan tema: “Mengapa Ummat Islam Tertinggal, melalui Kajian Kitab-kitab Klasik”, kemudian disosialisasikan ke seluruh aktifis DMI di Kawasan Eropa dan Afrika Utara.

Jadilah akhirnya PCIM Jerman Raya mengadakan kajian Kitab Kuning karya Ibnu Rush yang berjudul: Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasyid. Buku ini membahas perbandingan fiqih dari berbagai mazhab yang diakui untuk menetapkan hukum dari berbagai persoalan yang dihadapi Umat Islam saat itu.

Dr muhammad Najib, Dubes Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO, melakukan kunjungan ke berbagai kampus di Barcelona salah satunya Universitat de Barcelona pada hari Sabtu, 18 Desember 2021.

Ibnu Rush yang lahir dan menghabiskan sebagian hidupnya (1126 M – 1198 M) di kota Cordoba, dalam Kitab ini menguraikan sekitar 3.400 persoalan, 1.034 disepakati atau sama pendapatnya dari mazhab-mazhab yang ada, dan 2.366 tidak disepakati. Sebagian masalah-masalah yang belum disepakati tersebut kemudian disepakati oleh para ulama yang lahir kemudian, sedangkan sebagian lagi masih menjadi perdebatan sampai sekarang.

Dr Muhammad Najib diminta untuk memberikan pengantar dalam kajian tersebut ini secara virtual oleh seluruh keluarga Muhammadiyah dari berbagai penjuru, baik di Indonesia maupun yang tinggal di negara luar. Dan Juga diikuti peserta dari masyarakat umum.

Dia mengupas buku karya Ibnu Rusyd tersebut disesuaikan dengan konteks aktual saat ini. Menurutnya, Ibnu Rusyd, yang oleh orang Barat dikenal sebagai Averroes, adalah ilmuwan muslim yang pertama kali mengajarkan liberalisme kepada masyarakat Barat (Eropa). Inti dari ajaran Ibnu Rustd adalah kebebasan berpikir.

“Umat Islam harus berpikir merdeka. Allah mendorong semangat kebebasan berpikir,” kata Muhammad Najib.

Di Barat saat itu dikenal sebagai masa kegelapan. Tradisi membaca tidak ada. Rakyat tidak diajari membaca. Yang boleh membaca kitab suci hanya pihak Gereja dan Kerajaan. Buku-buku disimpan di gereja dan kerajaan.

“Pihak Gereja dan Kerajaan saat itu mengangkangi kekuasaan, mengendalikan dan menikmata kekuasaan. Kondisi rakyat miskin dan terbelakang,” ujar Dubes Najib.

Dalam kondisi demikian, Ibnu Rusyd menawarkan gagasan baru, yaitu kebebasan berpikir. Gagasan itu disambut baik oleh masyarakat Eropa, yang merasa tertindas oleh kekuasaan Gereja dan Kerajaan

Salah satu tokoh ilmuwan Eropa yang sangat tertarik dengan gagasan Ibnu Rusyd adalah Thomas Aquinas. Ia pergi ke Toledo untuk mempelajari secara khusus dan mendalam gagasan Ibnu Rusyd.

Thomas Aquinas membawa semangat baru kebebasan berpikir itu ke Italia, dan menyebarkannya di kalangan masyarakat Italia dan Eropa.

“Akhirnya lahirlah gerakan kebangkitan atau kelahiran kembali yang dikenal dengan nama Renaisance di Italia, dengan tokoh-tokohnya seperti Michel Angelo, Leonardo Da Vinci, Keppler, Bacon, Issac Newton, dan sebagainya,” ujar Najib.

Dibidang agama, semangat kebebasan berpikir itu mengakibatkan munculnya gerakan protes di Jerman, terhadap otoritas Gereja yang saat itu dikuasai Kristen Katolik. Maka munculah Kristen Protestan.

Muhammad Najib menegaskan, ajaran Ibnu Rusyd menganggap perbedaan pendapat itu biasa. Tidak perlu dipersoalkan.

“Yang penting niatnya saja, beda itu tidak apa-apa,” ungkap Najib menirukan pendapat Ibnu Rusyd.

Yang penting dicatat, menurut Najib, hasil Renaisance sangat dahsyat. Barat sangat maju, baik ilmu pengetahuan maupun teknologinya.

Sekitar 200 tahun setelah Renaisance lahirlah Revolusi Industri di Inggris, dan Revolusi Politik di Perancis.

“Barat menjadi hebat setelah belajar dari umat Islam, lewat Ibnu Rusyd,” ungkapnya.

Mengapa justru umat Islam sekarang mundur, padahal dahulunya sangat maju, dan menjadi mercusuar dunia? Ada pelajaran yang perlu diperhatikan.

Dr. Muhammad Najib, Duta Besar RI untuk Spanyol bersama pengurus KAHMI Eropa Raya pada FGD, yang juga diikuti PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammdiyah) dan PPI-Madrid (Persatuan Pelajar Indonesia) di KBRI Madrid, 2 Juli 2022.

Puncak ilmu pengetahuan dalam dunia Islam dicapai saat pemerintahan Khalifah Harun Al Rashid dan diteruskan oleh Khalifah Al Makmun di Bagdad, Irak.

Pada masa itu terjadi gerakan ilmu pengetahuan secara besar-besaran. Menterjemahkan buku-buku asing (Yunani, India,China,dll) dan membahasnya, sehingga lahir ilmu-imu baru.

Melakukan riset diberbagai bidang yang luas seperti alchemy (kimia), ekonomi, astronomi, matematika, fisika, biologi, sejarah, sosiologi, geografi, dan sebagainya.

“Jadikan Islam sebagai gerakan ilmu, bukan gerakan politis. Karena gerakan Ilmu itu menyatukan, sedang gerakan politis cenderung memecah,” ungkap Najib.

Gagasannya Diaspora Muslim Indonesia (DMI) mengambil inspirasi gerakan ilmu ini. 

“Diaspora Muslim Indonesia adalah gerakan Ilmu,” pungkas Najib

EDITOR:REYNA

 

 

 

 

Last Day Views: 26,55 K