Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (23)

Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (23)
Dubes Muhammad Najib sedang berpidato diforum temu bisnis dan investasi di Valladolid

Oleh: Budi Puryanto, Jurnalis

 

Baghdad Kota Metropolitan

Dr Muhammad Najib mengatakan, kota Baghdad di masanya, merupakan salah satu kota terbesar dan termaju di dunia sebagai simbul keunggulan Peradaban. Di baliknya ada kemajuan ilmu konstruksi, arsitektur, ilmu bahan, dan ilmu-ilmu lain, yang mendukung kemajuan peradaban.

Pada abad ke-8 dan 9, Bagdad dianggap sebagai kota terkaya di dunia. Para pedagang Tiongkok, India, dan Afrika Timur bertemu di sini, bertukaran benda-benda kebudayaannya dan melambungkan Bagdad menjadi renaisans intelektual. Rumah sakit dan observatorium dibangun; para penyair dan seniman dibina; dan karya besar filsuf dan ilmuwan Yunani, diterjemahkan ke bahasa Arab.Begitu juga karya-karya dari India, China, dan Persia, Syria, Byzantium (Romawi).

Bagdad adalah salah satu dari kota terbesar dan paling kosmopolitan di dunia dan menjadi rumah bagi umat Muslim, Kristiani, Yahudi dan penganut paganisme dari seluruh Timur Tengah dan Asia Tengah.

Khalifah-khalifah setelah al-Mansur membangun Kota Baghdad dengan mendirikan sarana-sarana ibadah, pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Sehingga, pada tahun 800 M, Kota Baghdad telah menjelma menjadi kota besar yang menjadi pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik. Penduduknya kala itu berjumlah lebih dari satu juta jiwa.

Kota Bulat

Kota Bulat: Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.

Desain Kota Bulat Bagdad, dibangun kembali oleh Guy Le Strange (1900)

Kota Bulat adalah ciri khas Bagdad, yang dibangun oleh Khalifah Abbasiyah al-Mansur pada 762–766 M sebagai kediaman resmi istana Abbasiyah. Nama resminya di masa Abbasiyah adalah Kota Damai ( Arab: Madīnat as-Salām ). Baitul Hikmah, yang terkenal sebagai Rumah Kebijaksanaan terletak di dalam pekarangan Khalifah.

Rencana pembangunan kota telah disusun, tetapi baru pada tanggal 2 Agustus 762 pembangunan dimulai, di bawah pengawasan empat arsitek. Sumber daya yang sangat besar dikumpulkan untuk proyek tersebut. Penulis Arab melaporkan, puluhan ribu pekerja dan pengrajin terlibat, dan sejumlah 18 juta dinar emas atau 100 juta dirham perak. Istana khalifah Gerbang Emas dan masjid utama, serta beberapa kantor administrasi, tampaknya telah selesai pada tahun 763, memungkinkan al-Mansur untuk memindahkan kediamannya ke kota, dan sisa Kota Bundar diselesaikan selesai pada 766. 

Baghdad melampaui Ctesiphon, ibu kota Kekaisaran Sasania (Persia), yang terletak sekitar 30 km (19 mi) di tenggara, yang telah berada di bawah kendali Muslim sejak 637, dan yang dengan cepat ditinggalkan setelah berdirinya Bagdad.

Ctesiphon adalah ibu kota musim dingin Kekaisaran Sasania sampai penaklukan Muslim atas Persia pada tahun 637 M.

Situs Babel (ibu kota kerajaan Babilonia kuno) yang telah ditinggalkan sejak abad ke-2, terletak sekitar 90 km (56 mil) di selatan.

Kota ini dirancang sebagai lingkaran dengan radius sekitar 1 km (0,62 mil), sehingga dikenal sebagai “Kota Bulat”. 

Desain aslinya menunjukkan cincin struktur perumahan dan komersial di sepanjang bagian dalam tembok kota, tetapi konstruksi akhir menambahkan cincin lain, di dalam yang pertama. Di tengah kota terbentang masjid, serta markas untuk penjaga

Ini menunjukkan fakta bahwa itu didasarkan pada preseden Persia. Dua desainer yang disewa oleh al-Mansur untuk merencanakan desain kota adalah Naubakht, seorang mantan penganut Zoroaster, dan Mashallah ibn Athari, seorang astrolog/astrolog Yahudi Persia.

BACA JUGA:

Kota Ilmu

Puncak kejayaan Baghdad dicapai pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan Khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Keduanya punya perhatian besar pada pendidikan dan ilmu pengetahuan. Khalifah Harun ar-Rasyid mendirikan lembaga penerjemahan buku bernama Bayt al-Hikmah (Rumah Kearifan). Lembaga ini kemudian dikembangkan oleh al-Ma’mun menjadi lembaga pendidikan tinggi, perpustakaan, dan pusat penelitian. Ratusan ribu buku dari Yunani, India, Persia, Byzantium, dan Syria berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Tak heran jika Philip K Hitti dalam Capital Cities of Arab Islam menyebut Baghdad sebagai kota intelektual. Karena, di sana lahir banyak intelektual Muslim agung yang mengembangkan ilmu pengetahuan, seperti bidang kedokteran, kimia, fisika, biologi, matematika, astronomi, astrologi, farmakologi, gaografi, filsafat, historiografi, sastra, seni, tafsir, hadis, fikih, teologi, bahasa, dan tasawuf.

Kemajuan Baghdad di bidang ilmu pengetahuan tersebut berpengaruh besar pada kota-kota Islam lainnya, seperti Kairo, Basrah, Kufah, Damaskus, Samarkand, Bukhara, dan Khurasan (kini Iran). Para pelajar dari kota-kota itu berdatangan ke Baghdad untuk menuntut ilmu.

Beberapa khalifah yang terkenal di Baghdad termasuk Al-Rashid dan Al-Ma’mun telah mengambil peran penting.peletakan batu pertama serta mengumpulkan sejumlah buku dari Timur dan Barat. Para khalifah tersebut membawa para ulama dari berbagai penjuru dunia Muslim untuk membuat salah satu akademi intelektual terbesar dalam sejarah.

Baghdad awalnya dibangun oleh Khalifah Harun Al-Rashid (786-809 M) sebagai perpustakaan termegah bernama Khizanat al-Hikmah (perpustakaan pengetahuan). Tempat menyimpan buku-buku, termasuk naskah dan buku yang dikumpulkan oleh ayah dan kakeknya tentang berbagai mata pelajaran tentang seni dan ilmu pengetahuan dan dalam bahasa yang berbeda.

Tiga dekade kemudian, koleksi perpustakaan bertambah. Khalifah Al-Ma’mun membuat perluasan untuk bangunan asli hingga mengubahnya menjadi sebuah akademi besar yang bernama Baitul Hikmah (Rumah Pengetahuan) yang bertempat di berbagai cabang di Baghdad. Kemudian, Al-Ma’mun menambahkan banyak pusat studi lain untuk memungkinkan lebih banyak sarjana untuk mengejar penelitian dan membuat observatorium pada 829 M.

Kota Baghdad yang dijuluki sebagai ‘Rumah Pengetahuan’ ini, berkumpul para penerjemah, ilmuwan, ahli-ahli Taurat, penulis, sastrawan, penyalin, dan lain-lain saling bertemu dan berdiskusi untuk memenuhi kebutuhannya. Banyak naskah dan buku dalam berbagai mata pelajaran ilmu pengetahuan serta konsep filosofis dan ide-ide dalam bahasa yang berbeda diterjemahkan.

Orang-orang dari seluruh dunia Muslim berbondong-bondong ke Baghdad, baik laki-laki maupun perempuan, dan dari berbagai agama dan etnis. Salah satunya akademisi yang terkemuka yakni Al-Kindi yang menerjemahkan karya filsuf terkenal, Aristoteles dan Hunyan bin Ishaq yang diterjemahkannya dari Hippocrates.

Selain itu ada Banu Musa bin Shakir Al-Munajjim (ahli astronomi), Yahya bin Abi Mansur Al-Munajjim Al-Ma’muni (ahli astronomi), Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi, Sa’id bin Harun Al-Katib (penulis), Hunayn bin Ishaq Al-‘Ibadi dan putranya, Thabit bin Qurra, serta ‘Umar bin farrukhan Al-Tibat.

Beragam bahasa termasuk bahasa Arab, Persia, bahasa Aram, Ibrani, Suriah, Yunani, dan Latin digunakan di ‘Rumah Pengetahuan’.

Para ahli terus bekerja menerjemahkan tulisan lama ke dalam bahasa Arab untuk memungkinkan para ulama untuk memahami. Di antara para penerjemah yang terkenal adalah Youhanna bin Al-Batriq Al-Turjunan (Penterjemah Yunus bin Patriarki), yang menerjemahkan Kitab Al-Haywan oleh Aristoteles. Juga Hunayn bin Ishaq.

Khalifah Al-Ma’mun mengatakan telah mendorong penerjemah dan ulama untuk menambah perpustakaan di ‘Rumah Pengetahuan’ dengan membayar bobot masing-masing buku dalam bentuk emas.

Menyebar

Peralihan pengetahuan dan penciptaan pusat belajar yang suskes di Baghdad bergema di banyak kota-kota lain di seluruh peradaban Muslim. Di Kairo, Darul Hikmah dibangun pada 1005 M oleh Khalifah Al-Hakim dan berlangsung selama 165 tahun. Kota-kota lain di provinsi timur dunia Islam juga mendirikan Darul Ilmu (Rumah Pengetahuan) yang pada abad ke-9 dan ke-10 untuk meniru Baghdad.

Pada abad ke-12, Toledo di Andalusia (Spanyol) menjadi fokus dari upaya terjemahan besar. Karya Arab yang diterjemahkan ke bahasa Latin menerjemahkan beberapa teks Yunani kuno dan Kristen. Sarjana Muslim dan Yahudi berbondong-bondong ke Andalusia untuk menerjemahkan perjanjian Yunani dan Arab kuno ke bahasa Latin dan kemudian ke dalam bahasa Eropa.

Daulah Abbasiyah atau Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan Islam ketiga yang berkuasa antara 750-1258. Selain menjadi kekhalifahan yang paling lama memerintah, yaitu selama lima abad, Abbasiyah berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia.

Dukungan Perekonomian

Kemajuan kota Baghdad tak dapat dilepaskan dari topangan perekonomian negara. Perekonomian yang maju pesat, terutama disokong oleh tiga sektor, yaitu sektor perdagangan, industri, dan pertanian. Tiga sektor ekonomi ini pada masa Dinasti Abbasiyah tersebut berperan penting dalam kemajuan negara.

Sektor pertanian

Dalam perkembangan kota metropolitan, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa tanah yang subur menjadi faktor paling penting.

Hal itu terjadi pada Bagdad, yang menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah pada masa jayanya.

Perpindahan ibu kota Abbasiyah dari Damaskus ke Bagdad yang dilakukan pada masa Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur ternyata memiliki maksud sendiri.

Pindahnya ibu kota ke Bagdad mempermudah pengawasan di jalur perdagangan yang melalui Sungai Eufrat dan Tigris.

Selain itu, lahan yang subur di Bagdad dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Dinasti Abbasiyah dengan meningkatkan produksi pertanian.

Pemanfaat pertanian dan hasil buminya membuat Dinasti Abbasiyah memiliki pemasukan dan kas negara yang sangat besar.

Salah satu kawasan potensial di bidang pertanian Abbasiyah adalah Sawad, yang berada di antara Sungai Eufrat dan Tigris.

Pemerintah sangat memperhatikan kawasan ini dengan melakukan pembangunan irigasi guna menunjang produksi pertanian di Sawad.

Kawasan ini dikelola dengan serius hingga mendatangkan para ahli dan pakar pertanian guna memaksimalkan pemanfaatan lahan yang subur.

Dinasti Abbasiyah juga membangun kanal Nahr Isa dan kanal Sharah sebagai penunjang pengairan pertanian di Sawad.

Dengan berbagai pembangunan penunjang pertanian, pada masanya, Dinasti Abbasiyah menjadi kawasan pemasok gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami.

Sektor perdagangan

Di bidang perdagangan, pada masa Khalifah Al-Abbas, menugaskan beberapa orang Islam dari Persia dan Timur Tengah yang menetap di China, ditugaskan menjalin kerja sama dengan China.

Pada awalnya hanya perdagangan kapas, namun kemudian bekembang untuk mengurusi semua barang yang dibutuhkan dari China. Semacam konsulat perdagangan, kalau dalam istilah sekarang.

Selain dengan China, Dinasti Abbasiyah juga melakukan kontak perdagangan dengan wilayah Asia lainnya, dengan mengimpor rempah-rempah dan kapur barus.

Wilayah Laut Kaspia kemudian menjadi salah satu tempat pertemuan perdagangan internasional antara Abbasiyah dengan negara atau kota lain.

Adapun barang yang biasa diperdagangkan adalah hasil pertanian dan perkebunan seperti kurma, gula, kapas, dan kain wol.

Dinasti Abbasiyah juga melakukan impor dari Afrika, khususnya untuk gading, kayu eboni, dan budak kulit hitam.

Sedangkan para penguasa lokal yang umumnya para saudagar yang sangat kaya, juga akan melakukan perdagangan di wilayah Abbasiyah dan berbagai penjuru dunia.

Mereka biasanya berdagang berlian dengan berlayar ke berbagai negara. Upaya khalifah dan luasnya wilayah kekhalifahan pun membuat perdagangan di masa Dinasti Abbasiyah semakin maju.

Sektor industri

Perdagangan Abbasiyah dengan berbagai wilayah di dunia sangat dipengaruhi oleh aktivitas perindustrian dalam negeri.

Hal itu dibuktikan dengan adanya pusat industri sutra, kapas, kain wol, satin, brokat, sofa, dan karpet di sebelah barat Bagdad.

Dinasti Abbasiyah memiliki teknologi tercanggih pada masa itu yang digunakan untuk memprodukti berbagai jenis kain.

Industri tekstil Dinasti Abbasiyah pun menjadi salah satu yang paling maju di dunia dan menjadi rujukan berbagai negara di Eropa, seperti Spanyol, Perancis, dan Italia.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

5 Responses

  1. Alumni Ekonomi UNAIR: Road To Sambang Kampus Chapter Jawa Timur - Berita TerbaruAugust 13, 2022 at 9:49 am

    […] Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (23) […]

  2. Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (25) - Berita TerbaruAugust 28, 2022 at 10:43 am

    […] Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (23) […]

  3. read the articleOctober 25, 2024 at 2:35 am

    … [Trackback]

    […] Here you can find 63062 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaissance-islam-23/ […]

  4. รถเช่าในญี่ปุ่นพร้อมคนขับNovember 10, 2024 at 12:01 pm

    … [Trackback]

    […] Find More Information here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaissance-islam-23/ […]

  5. สล็อตเกาหลีDecember 21, 2024 at 1:43 pm

    … [Trackback]

    […] Read More Info here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaissance-islam-23/ […]

Leave a Reply