Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (27)

Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (27)
Dubes Muhammad Najib berada didepan Museum El Prado Madrid, Spanyol

Saingi Baghdad dan Cordoba

Di bawah Dinasti Fatimiah, Kairo mencapai kejayaan sebagai pusat pemerintahan. Dinasti ini menorehkan kegemilangan selama 200 tahun. Wilayahnya mencakup Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan Hijaz.

Kairo pun tumbuh sebagai pusat perdagangan di kawasan Laut Tengah dan Samudera Hindia. Sementara ibu kota Mesir sebelumnya, Fustat, menjadi bagian dari wilayah administratifnya.

Jika kedua dinasti lainnya mampu membangun istana, Bani Fatimiyah pun mampu mendirikannya. Selain itu, ketiga dinasti yang tersebar di tiga benua itu juga berlomba membangun masjid. Dinasti Abbasiyah di Baghdad bangga memiliki Masjid Samarra, Dinasti Umayyah memiliki Masjid Cordoba dan Fatimiyah memiliki Masjid Al-Azhar.

Fatimiyah mencapai kemajuan yang pesat dalam administrasi negara. Karena, pada saat itu, dinasti itu mengutamakan kecakapan dibandingkan keturunan dalam merekrut pegawai. Toleransi pun dikembangkan. Penganut Sunni yang profesional pun diangkat kedudukannya laiknya Syiah. Toleransi antarumat beragama pun begitu tinggi. Siapapun yang mampu bisa duduk di pemerintahan.

Seperti tiga metropolis intelektual era abad pertengahan, yaitu Baghdad, Cordoba, dan Bukhara, dari Kairo juga muncul sederet ilmuwan Muslim yang berpengaruh. Pasalnya, pada era kejayaan Dinasti Fatimiyah dan Mamluk Kairo telah menjadi kota tempat berkumpulnya para ilmuwan serta sarjana yang melakukan kegiatan ilmiah.

Setelah Dinasti Fatimiyah jatuh, pada tahun 1171 Masehi, Dinasti Ayyubiyah di bawah Shalahuddin Al Ayyubi memimpin Kairo. Di bawah pemerintahan Shalahuddin inilah Kairo semakin berkembang dan menyumbang banyak jasa terhadap peradaban Islam.

Salah satu prestasi Shalahuddin di Kairo adalah menyatukan Fusthat, Al Qatai dan Al Asqar ke dalam kota Kairo. Ia membangun dinding tebal mengelilingi keempat kota tersebut. Dengan penyatuan ketiga kota ini, menjadikan Kairo yang baru ini luasnya sepuluh kali lipat dari Kairo semasa pemerintahan Dinasti Fathimiyah.

Pada tahun 1250, Dinasti Mamluk berkuasa di Mesir. Di bawah pemerintahannya, Kairo terus berkembang menjadi pusat peradaban Islam, apalagi setelah Baghdad dihancurkan oleh Mongol. 

Di bawah pemerintahan Dinasti Turki Usmani, Kairo terus berkembang terutama dari sisi tata kota dimana banyak dibangun taman-taman luas dan indah, gedung-gedung tinggi. Kairo menjadi kota kedua terbesar di dalam Dinasti Utsmani setelah Istanbul.

Mantan budak mendirikan Universitas Al-Azhar

Panglima Besar Dinasti Fatimiyah, Jauhar As-Shaqaly membangun perguruan ini pada awalnya dari sebuah masjid al-Azhar.Nama Al-Azhar diambil dari nama putri Nabi Muhammad SAW, Fatimah Az Zahra, sebagai penghormatan kepada beliau.

Siapa pun tak menyangka bila hasil karya mantan budak yang kemudian menjadi Panglima Besar Dinasti Fatimiyah, Jauhar As-Shaqaly, abadi hingga kini.

Al-Azhar.menjadi salah satu perguruan tinggi Islam terbesar di dunia yang ada di Kairo. Dibangun pada tanggal 24 Jumadil Ula tahun 359 H April, 970 M. Kegiatan pembangunan ini baru selesai enam tahun kemudian atau tepatnya pada 365 H / 976 M.

Pada tahun itu pula dimulai kegiatan belajar mengajar dan pengkajian ilmu pengetahuan, seperti halnya yang terjadi di Universitas Baitul Hikmah di Baghdad, dan Universitas Cordoba di Andalusia (Spanyol). 

Bahkan, pada tahun 922 H / 1517 M, ketika Mesir berada di dalam kekuasaan Turki Utsmani, Al-Azhar pun senantiasa menjadi sentral pengembangan ilmu pengetahuan. Pada era ini kegemilangan perguruan tinggi ini tetap terjaga.

Ke halaman berikutnya

Last Day Views: 26,55 K