Oleh: Isa Ansori, Kolumnis
Perubahan akan selalu terjadi sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Karena pada hakekatnya perubahan itu adalah suatu hukum alam yang harus diikuti. Dengan perubahan kita akan bisa bertahan dan bisa melanjutkan kehidupan. Itulah sejatinya gagasan continuity and change.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak bisa berdiri sendiri ditengah konstelasi geopolitik yang sedang berkembang didunia. Konstelasi perkembangan dunia yang sebelumnya berada dalam dua kutub blok Barat dan blok Timur dengan dua kekuatan besarnya aliansi militer NATO dan Pakta Warsawa.
Sesuai dengan kebijakan luar negeri Indonesia adalah negara yang tidak memihak pada salah satu blok, dan oleh sebab itulah pada tahun 1955, Soekarno melahirkan kebijakan luar negeri non blok yang kemudian mewujudkan Konfrensi Negara Negara Asia Afrika. Gagasan itulah yang kemudian Soekarno menjadi pemimpin yang disegani dan posisi Indonesia menjadi penting untuk menjadi penyeimbang kedua blok itu dalam menghapus penjajahan dan melahirkan perdamaian dunia.
Seiring dengan berakhirnya Perang Dingin dan berakhirnya blok blok tersebut, sejatinya peran Indonesia semakin penting dalam konstelasi negara-negara dunia.
Semenjak runtuhnya orde lama sampai dengan orde reformasi di pemerintahan SBY kecenderungan kerja sama negera banyak berafiliasi ke Barat, sehingga hubungan dengan negara – negara blok Timur dan China agak berkurang.
Naiknya Jokowi sebagai presiden menggantikan SBY adalah perubahan konstelasi, karena Jokowi mampu menjadi antitesa SBY. Jokowi mampu mengalahkan pasangan Prabowo – Hatta yang dianggap sebagai kelanjutan pemerintahan SBY, sama sama tentara dan berafiliasi ke Amerika yang dikonotasikan sebagai negara – negara kapitalisme.
Jokowi nampaknya membalikkan 180 ° model keberpihakan pemerintah dalam konstelasi global. Selama pemerintahan Jokowi cenderung berpihak kepada kepentingan China, yang sebelumnya cenderung kepada negara – negara Barat terutama Amerika.
Apalagi kebijakan Jokowi banyak memberikan previllege kepada China, misalkan investasi dari China tidak hanya modal berupa uang, tapi harus diikuti dengan hadirnya tenaga kerja dari China.
Kebijakan inilah yang kemudian menimbulkan pergolakan dalam dua skala besar baik nasional maupun internasional. Negara – negara Barat, terutama Amerika dan Australia mulai bersikap keras terhadap Indonesia, misalkan dalam kasus Papua, Indonesia tidak bisa bersikap tegas terhadap upaya – upaya separatis yang dilakukan oleh kelompok KKB.
Kelemahan Jokowi melakukan komunikasi Global dan cenderung pada kemauan China, inilah yang kemudian memunculkan gejolak pada skala nasional, kekuatiran bahwa negara ini akan menjadi persemaian ideologi komunis, apalagi dalam pembangunan IKN, kebijakan Jokowi memberi keluasaan pada oligarki dan investasi dari China.
Kebijakan inilah yang menyebabkan Jokowi saat ini menghadapi dua tantangan besar untuk bisa diatasi. Kelompok masyarakat yang menolak ideologi komunis dan kelompok kepentingan yang selama ini berpihak pada barat dan merasa terganggu.
Perlawanan rakyat terhadap kepentingan China di beberapa kawasan wilayah Timur Indonesia dan daerah daerah lain, seperti di Morowali, ini menjadi bukti bahwa kebijakan Jokowi dianggap salah dan tidak berpihak kepada masyarakat dan amanah konstitusi, negara harus mensejahterakan rakyatnya dan bumi, air dan kekayaan alam Indonesia harus dikuasai negara dan digunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Apalagi selama pemerintahan Jokowi rakyat terpecah belah, hukum tumpul tak berpihak pada kepentingan rakyat, kedamaian dan keadilan menjadi barang mahal untuk bisa didapatkan.
Bahkan terkesan pemerintahan Jokowi sangat melindungi mereka yang melakukan pembelahan dan berpihak pada kepentingan oligarki terutama China.
Konstelasi kepemimpinan nasional berdasar hasil lembaga survey hanya berputar pada tiga orang, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Prabowo dan Ganjar tidak memenuhi kontek masa depan dan model kepemimpinan baru, karena keduanya adalah kepanjangan pemerintahan yang dilakukan oleh Jokowi. Meski kalau kita melihat Prabowo adalah hasil proses dari pemerintahan yang sebelumnya, yang condong pada kepentingan Barat, yang tentu agak berbeda dengan kebijakan luar negeri Jokowi. Ganjar tentu agak sulit diharapkan menjadi sintesa, karena apa yang dilakukan Ganjar adalah kebijakan – kebijakan yang bersumber dari Jokowi sebagai presiden.
Hadirnya Anies sebagai calon pemimpin diluar kepentingan istana, dan bukti yang sudah dilakukan Anies di Jakarta setidaknya menjadi harapan baru bagi masyarakat yang merasakan kegelisahan dan kekuatiran terhadap kebijakan kebijakan luar negeri dan kebijakan dalam negeri Jokowi.
Anies tidak akan menjadi Antitesa, karena bagi Anies membangun negara itu dibutuhkan kesinambungan dan kebersamaan. Menyadari situasi geopolitik yang sudah terbangun dan suasana kebatinan masyarakat, bagi Anies memilih jalan sintesa adalah sebuah keniscayaan.
Bagi Anies jalan sintesa adalah jalan pilihan menyelamatkan Indonesia. Jalan Sintesa yang dilakukan oleh Anies ini adalah jalan sebagaimana Soekarno pernah pilih ketika menggagas Konfrensi Asia Afrika 1955. Kebijakan politik bebas aktif, kebijakan politik yang menolak penjajahan, baik itu penjajahan secara fisik atau modal.
Mengutip apa yang disebut oleh Chomsky, keadilan dan kesetaraan adalah jalan baru yang harus ditawarkan ketika kebijakan negara sudah menyimpang dari cita cita yang diamanahkan. Jalan itu adalah jalan Left Libertianisme. Jalan mengembalikan kembali kedaulatan negara.
Left Libertianisme! Something means a political philosophy that stresses both individual freedom and social equality.
Surabaya, 5 November 2022
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
dtr car detailingNovember 23, 2024 at 8:50 am
… [Trackback]
[…] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/membebaskan-indonesia-dengan-kepemimpinan-sintesa/ […]
right hereNovember 24, 2024 at 3:29 am
… [Trackback]
[…] Read More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/membebaskan-indonesia-dengan-kepemimpinan-sintesa/ […]
สล็อตเว็บใหญ่ ลิขสิทธิ์แท้ อัพเดทเกมใหม่December 19, 2024 at 7:25 pm
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/membebaskan-indonesia-dengan-kepemimpinan-sintesa/ […]