Oleh: Iswan Noor
Itu karena sebagian terbesar kader HMI dan KAHMI meyakini bahwa pemenjaraan Anas Urbaningrum karena “dendam politik” oleh rezim yang berkuasa saat itu.
Memang sih prinsip-prinsip hukum untuk pidana seorang anak manusia itu bisa saja karena beralasan karena “bukti-bukti material” yang ditemukan penyidik hukum sudah cukup untuk dihukum dan kemudian hakim mempercayainya.
Tapi hakim pun hanya manusia biasa yang juga punya sifat “dhoif” ketika dia harus memutuskan nasib sesorang yang jadi pesakitan di pengadilan itu. Begitu dhoifnya mereka itu sehingga Rasullullah SAW pernah bersabda bahwa bila ada 3 hakim, maka yang 2 akan masuk neraka akibat keputusan yang dibuatnya diatas meja pengadilannya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rosulullah SAW menjelaskan tiga tipe hakim, Nabi SAW bersabda,
“Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga. Pertama, seseorang (Hakim) yang menghukumi secara tak benar padahal ia mengetahui mana yang benar, maka ia di neraka. Kedua, seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia, maka ia di neraka, dan ketiga seorang hakim yang menghukumi dengan benar, maka ia masuk surga.”
(HR. Tirmidzi No.1244)
Bahkan di masa lalu ketika umat Islam hidup dalam sistem kekuasaan Kekhalifahan yang praktek kenegaraannya berlandaskan Al-Qur’an dan hadits saja, ternyata masih saja bisa ditemukan 3 tipe hakim seperti itu. Apalagi dalam sistem pemerintahan sekuler di masa kini.
Yang juga meyakinkan kader HMI dan KAHMI se Indonesia meyakini bahwa Anas Urbaningrum hanya sekedar difitnah, itu berdasarkan fakta bahwa:
(1). Anas Urbaningrum berani menawarkan untuk dilakukannya “SUMPAH MUBAHALAH” di depan para hakim, jaksa, dan pembelanya untuk mencari kebenaran yang hakiki, yaitu sumpah kepada Allah dengan risiko dikutuk-Nya bila dari 2 pihak yang bersengketa tentang kebenaran (hukum) itu, ternyata ada yang berdusta.
Bagi kaum muslimin di seluruh dunia, bila ada seorang muslim berani mengangkat sumpah Mubahalah ini, maka otomatis mereka akan menarik diri dan menyerah, lalu menyerahkan penegakan keadilan itu sepenuhnya kepada Allah SWT. Bahkan para Hakim di masa kekhilafahan Islam dulu pun, akan membebaskan tersangka bila ybs sudah berani mengambil jalan sumpah Mubahalah itu.
(2). Perkembangan fakta maupun opini yang terjadi usai vonis diputuskan, ada beberapa saksi yang mengatakan bahwa sebenarnya nama Anas Urbaningrum tidak ada diantara nama-nama orang yang menerima aliran uang dari korupsi proyek Hambalang tsb. Bahkan orang yang jadi pemfitnah pertama dalam kasus hukum Anas Urbaningrum itu, ketika sama-sama di dalam penjara, dikabarkan datang bersimpuh kepada Anas Urbaningrum untuk meminta maay padanya karena telah memfitnahnya sehingga akibat fitnah yang dia lontarkan kepada Anas itu, pihak KPK kemudian mendalami kasusnya dan akhirnya menjadikannya tersangka.
(3). Ada pengakuan dan penyesalan dari seorang perempuan asal Surabaya yang mengaku disuruh bikin pengakuan palsu sehingga dapat memenjarakan AU.
(4). Fakta persidangan terdapat 2 hakim yang disenting opinion, ini sangat luar biasa diragukannya (40%) dari akurasi keputusan yang ditetapkan oleh suara terbanyak majelis hakim yang menetapkan AU bersalah untuk proyek Hambalang.
Masalah kepercayaan (trust) seseorang itu, apalagi dalam masyarakat muslim, tidaklah datang begitu saja. Tapi mereka tentu berlandaskan banyak referensi tentang karakter orang yang bersangkutan selama mereka bergaul dengannya.
Seseorang yang terbiasa berdusta misalnya, otomatis masyarakat dan teman-temannya tidak mudah mempercayai satu patah kata pun yang dia katakan.
Tetapi seseorang yang jujur dan baik, seperti kisah Rasulullah SAW di kalangan masyarakat Arab-Quraisy sebelum beliau memperoleh gelar kenabiannya misalnya, Nabi SAW digelari mereka dengan sebutan “Al-Amin”. Sebaliknya Amr’ bin Hisyam meski cerdas, berilmu, dan bisa tulis baca, tapi karena kekerasannya dalam menantang kebenaran yang disampaikan nabi SAW, dia digelari sebagai “Abu Jahal” atau ‘bapak kebodohan”.
Begitu pulalah dalam kasus seorang Anas Urbaningrum itu. Rekan-rekan seperjuangannya saat dia masih di mahasiswa dulu, hingga menjabat ketua PB HMI, yakin betul dengan karakternya yang baik, jujur, dan amanah. Nggak mungkinlah dia terpilih menjadi ketua ormas mahasiswa Islam terbesar di Indonesia saat ini, bila mentalnya seperti Abu Jahal, bukan? Bahkan rekannya sesama partai Demokrat yang termasuk paling gigih membelanya dalam kasus Hambalang itu, ternyata seorang non-muslim penganut Hindu-Bali.
Wallahu a’lam
EDITOR: REYNA
Related Posts

Perang Dunia III di Ambang Pintu: Dr. Anton Permana Ingatkan Indonesia Belum Siap Menghadapi Guncangan Global

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama



chat roomsNovember 19, 2024 at 1:31 pm
… [Trackback]
[…] Here you can find 78915 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/mengapa-warga-hmi-dan-kahmi-sambut-meriah-atas-kebebasan-anas-urbaningrum/ […]