Mengembalikan Peran TNI POLRI Sebagai Kekuatan Sosial Politik

Mengembalikan Peran TNI POLRI Sebagai Kekuatan Sosial Politik
Presiden Soekarno memeluk haru Jendral Sudirman ketika pulang dari gerilya menjelang pengakuan kedualatan RI oleh Belanda pada akhir tahun 1949. Mereka bertaruh jiwa dan raga untuk berdirinya negara ini.

(Bahan Kajian Diskusi Integritas TNI dan Sishankamrata di SESKOAD TNI AD & Teman-Teman LEMHANNAS)

Oleh Kanjeng Senopati

 

MENURUT saya TNI selayaknya kembali memiliki peranan sebagai DWI FUNGSI ABRI yaitu berperan sebagai kekuatan Sospol.

Dan bersatunya kembali antara TNI POLRI sebagai kekuatan sosial politik berperan sebagai pemimpin, pelopor, stabilisator dan dinamisator negara memang lebih pas dan tepat bila diterapkan kembali di Negara seperti Indonesia.

TNI sebagai alat negara berfungsi utama sebagai kekuatan sistem pertahanan. Dan TNI harus didampingi oleh komponen rakyat dan komponen kerajaan nusantara sebagai dua komponen pendukung dalam Sishankamrata.

Sishankamrata merupakan sistem pertahanan keamanan dengan berbagai komponen strategis yang memiliki potensi dan integritas yang sangat ditentukan oleh tingkat militansi rakyat dan komponen rakyat terlatih.

Tiga Komponen Inti

Komponen Sishankamrata terdiri dari kekuatan TNI dan rakyat. Yaitu Tiga Kompenen Inti Kekuatan Bangsa yaitu Rakyat / Umat Islam, Kerajaan Nusantara dan TNI Polri.

Kenapa umat Islam? Karena sangat WAJAR karena umat Islam adalah umat mayoritas adalah aset kekuatan bangsa pertahanan nasional maka harus dijaga dijalin energi team work sebagai pendamping utama bersama TNI.

Kolaborasinya Tiga Komponen inilah yang seharusnya sebagai leader, owner dan user negeri ini. Bukan dipegang oleh komponen radikal Troubel Maker yaitu kelompok liberal, sekuler dan komunis, mereka TIDAK layak untuk memimpin negeri ini, kecuali nanti yang terjadi adalah penderitaan rakyat dan “penggadaian” terhadap aset negeri.

Kita yakin jika TIGA Kompenen inti ini tidak berperan maka PASTI yang akan berperan adalah kelompok radikal yaitu kaum SEPILIS sekuleris, pluralis / liberal dan Komunis yang akan menguasi negeri ini sebagai leader dan user .

Maka mengembalikan TNI POLRI menjadi satu energi yaitu ABRI kembali menjadi satu komando. Merupakan solusi terakhir dalam menyelamatkan TNI itu sendiri dan otomatis menyelamatkan negeri ini. Karena kalau tidak Polri akan dimanfaatkan oleh penguasa sebagai ruling clas bemper kekuatan kekuasaannya.

Karena pengendalian ABRI terstruktur lebih Integral, kostruktif dan komprehensif bersifat mampu menangkap (menerima) dan mengawal negara dengan baik kondisi demokrasi negeri seperti saat ini.

Jangan alergi TNI

Menurut penulis sekarang jangan ada lagi pihak-pihak yang merasa ‘alergi’ dengan keberadaan TNI sebagai pemimpin dan pelopor negeri yang berperan sebagai Dwi Fungsi ABRI dengan kekuatan Sospolnya. Karena itu adalah merupakan misi gerakan propanda kelompok merah untuk memutilasi TNI POLRI agar TNI menjadi stroke tidak berdaya.

Bila ada rakyat yang alergi terhadap TNI dimaklumi saja karena dulu saat itu (Orde baru) kebijakan TNI masih banyak dipengaruh kelompok sekuler dan salibis yang berbau ‘kiri’ yang di komando oleh Benny Moerdani Boss TRG (The Red General) ‘Jenderal Merah’. Sehingga dibuat image oleh Benny bahwa Islam adalah bahaya laten jadi seakan-akan TNI anti Islam.

Namun pada masa pimpinan Soeharto mulai 1987 pengaruh oligarki ‘Benny cs’ sudah berhasil diberangus sendiri oleh Soeharto.

Dan endingnya harmonisnya hubungan antara Soeharto dan umat Islam diikuti pembenahan dan perbaikan hubungan TNI dengan umat Islam. Disana TNI atau ABRI semakin kokoh.

Namun lagi-lagi gerakan Benny cs tidak senang di masa akhir 10 tahun melihat keharmonisan dan ‘hijrahnya’ Soeharto kepada Islam dan dekatnya Soeharto kepada para Ulama Islam, mereka mulai munculkan kembali fitnah Orde baru lama yang sudah ditinggal Soeharto dan issue utang IMF demi hancurkan Soeharto.

Pada 1998 dengan gerakan Benny cs bersama CSIS, kelompok Marhaein PDI Megawati yang ber-aliansi neo Komunis dan para Taipan berhasil sebagai ‘grand Design’ atau otaknya untuk menjatuhkan Soeharto yang terakhir sudah condong ke Islam bersamaan dengan itu pula nama TNI kembali suram dimata rakyat.

Harus dipahami dipecah-pecahnya TNI POLRI atau ABRI merupakan keberhasilan peranan kelompok radikal kiri, sekuler, liberal dan komunis yang menyusup kedalam barisan reformasi.

Berawal dari momentum perubahan yang tak terbendung pasca-tumbangnya orde baru Suharto ini lalu menjadi lahan subur bagi lahirnya aturan perundang-undangan di bidang sosial-politik yang jauh lebih terbuka, longgar, pro-perubahan dan dengan massif memungkinkan siapa saja dengan mudah dan otonom berpartispasi dan terlibat dalam proses-proses politik praktis tanpa melihat latar belakang pendidikan, sosial, dan etnis dan budayanya.

Sebuah pemandangan yang tentu saja tidak terlihat pada saat jaman Orba. Perubahan situasi yang memungkinkan keterbukaan dan kebebasan yang ekstrim bagi setiap orang dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya dengan pemilihan langsung yang kemudian ter-fragmentasi dalam berbagai motif, ideologi, dan partai politik lebih condong kepada terjadinya keriminalisasi politik. Bahkan puncaknya dengan kebebasan munculnya wacana akan mencabut TAP MPRS No. XXV/1966 (tentang larangan bahayanya paham komunisme).

Sebuah sistem yang telah melahirkan radikalisasi demokrasi (sistem demokrasi yang radikal dan semakin kotor dan bebas) yang dipelopori dan dikuasai oleh kelompik kiri yaitu kaum sekuler, liberal dan komunis. Perubahan kondisi sistem demokrasi seperti ini tentu sangat menguntungkan kelompok kiri dan merupakan lahan subur bangkitnya kelompok komunis baru.

Dihilangkannya Dwi Fungsi ABRI atau fungsi Sospol dan dipecah-pecahnya ABRI antara TNI dan POLRI, ini yang diharapkan kelompok kiri agar nantinya mereka dapat lebih bebas dan leluasa mengambil peranan sebagai pengontrol dan penguasa. Dan sekarang telah TERBUKTI bukan?

Kemenangan SEPILIS

Kondisi hari ini adalah kemenangan gemilang bagi kaum proletar kiri yaitu kelompok merah SEPILIS (Sekuler, Pluralisme / Liberal dan Komunis) telah berhasil BERKUASA dan sedang berlangsung di dalam pemerintahan Jokowi.

Memerahkan ABRI (TNI POLRI) saat ini adalah wacana “koalisi merah” sebagai penguasa oligarki yang dipelopori oleh TRG yang semua ini untuk kepentingan proyek besar asing bos jalur sutra yaitu China Komunis.

Sebenarnya wacana “memerahkan” ABRI dulu pernah dijalankan oleh Jendral LB Moerdani dijaman orde baru dengan mendekati presiden Soeharto agar mencurigai dan menjauhi umat Islam bahwa Islam lah sumber bahaya laten. Tapi itu berhasil digagalkan oleh Jenderal M Yusuf. Dan terakhir wacana “memerahkan” ABRI pernah akan dilakukan lagi di masa pra reformasi oleh Beni Moerdani tapi sekali lagi itu dapat digagalkan kembali oleh Prabowo yang berakhir dengan dilengserkannya Beni Moerdani oleh Soeharto.

10 tahun terakhir Soeharto lebih mendekat kepada Islam dan umat Islam semakin kuat di lima tahun terakhir kekuasaannya yang sebelumnya umat Islam sebagai mayoritas selalu dicurigai dan di anak tirikan Soeharto.

Kenapa koalisi merah yang di pimpin TRG sangat kuatir akan bersatunya kekuatan hegemoni antara ABRI dan rakyat atau umat Islam? Karena kelompok kiri atau koalisi merah yang dibantu oleh asing China sangat kuatir akan mergernya ABRI dan umat Islam.

Bagi koalisi merah TRG dua kekuatan besar ini yang dapat menghalangi proyek besar untuk menjadikan China sebagai proyek Mersuar China akan terancam gagal dan akan menghalangi intervensi China ke dalam Indonesia yang saat ini sedang terajut hubungan mesra dengan pemerintahan.

Harusnya mereka mengetahui bahwa ABRI merupakan bagian dari kekuatan umat Islam begitupun sebaliknya. Karena secara filosofisnya lahirnya ABRI adalah dari rakyat yang dibidani dari laskar Hizbullah dan laskar Fisabilillah kemudian transformasi menjadi TRI lalu menjadi TNI.

Tidak dapat dipisahkan, ABRI lahir dari rakyat dan untuk rakyat, yaitu lahir dari umat Islam dan untuk umat Islam. Ibarat umat Islam adalah sang ibunya ABRI karena lahir dari rahim umat Islam.

Mengapa TNI dan umat Islam sangat anti Komunisme karena antara TNI dan umat Islam memiliki nasib historis yang sama yaitu dalam rekam sejarah PKI pernah membantai para kyai-kyai dan dalam sejarah PKI pernah membantai para Jendral TNI. Jadi TNI dan Umat Islam memiliki trauma yang sama.

TNI dan Umat Islam

ABRI atau TNI sangat butuh umat Islam untuk melawan paham radikal sekuler dan komunisme dengan pergerakan rakyat semesta,

Sementara Umat Islam butuh ABRI sebagai kekuatan yang memiliki amunisi dan angkatan bersenjata. Dua kekuatan ini harus menjadi hegemoni kekuatan besar yang akan memimpin negeri tentunya ini pasti akan ditakuti komunisme dan asing.

Tapi fakta dan konsekuensi sejarah pernah menempatkan TNI sebagai bagian kekuasaan yang nyaris paripurna di era pemerintahan Orde Baru. Sebaliknya, pasca-Orde Baru tumbang, TNI mengalami penurunan atau degradasi legitimasi dan kepercayaan dari rakyat.

Pada awal reformasi, sikap simpatik rakyat terhadap TNI pernah berada pada posisi titik nol terendah akibat kekecewaan rakyat. Jangan sampe kondisi itu terulang kembali.

Maka kembalikan TNI POLRI kepada jatidirinya yaitu ABRI maka itu akan terwujud bila umat Islam yang memegang peranan memimpin negeri ini sebagai leader dan user dinegeri ini. Bukan kelompok kiri liberal dan sekuler yang memimpin negeri ini.

Padahal, rakyatlah yang sebenarnya menjadi pemilik TNI. Ini adalah keberhasilan strategi kelompok kiri dalam mengadu domba antara TNI dan umat Islam. Waspadai bibit perpecahan !

Penulis adalah :
(Analis Spiritual Geostrategi Geopolitik & Pemerhati Kerajaan Nusantara)

EDITOR : SETYANEGARA

Last Day Views: 26,55 K

2 Responses

  1. แผ่นปูทางเท้าNovember 27, 2024 at 5:44 am

    … [Trackback]

    […] Find More here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/mengembalikan-peran-tni-polri-sebagai-kekuatan-sosial-politik/ […]

  2. HUAYYIMJanuary 29, 2025 at 7:43 am

    … [Trackback]

    […] There you can find 55003 more Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/mengembalikan-peran-tni-polri-sebagai-kekuatan-sosial-politik/ […]

Leave a Reply