ZONASATUNEWS.COM, JAKARTA – KH Ahmad Sanusi ajengan (Kyai/Ulama) asal Sukabumi. Anggota BPUPKI dan KNIP.
Dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2022.
Lahir pada 3 Muharam 1036/18 September 1889. Putra daerah asal Kampung Cantayan, Desa Cantayan, Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi.
Ahmad Sanusi mendapatkan pendidikan agama pertamanya secara tradisional dari sang ayah, KH Abdurrahim bin H. Yasin, keturunan Syekh Abdul Muhyi, penyebar Islam di Tasikmalaya.
Ia melanjutkan pendidikan ke beberapa pondok pesantren di Jawa Barat seperti di Cianjur, Garut dan Tasikmalaya.
Sekitar tahun 1910 Ahmad Sanusi bersama istrinya pergi ke Mekkah untuk melanjutkan belajar ilmu agama.Di Tanah Suci ia berguru kepada ulama-ulama besar, seperti Shaikh Salih Bafadil, Shaikh Ali Maliki al-Tayyibi dan lain-lain.
Ia juga bertemu dengan tokoh pembaharu Muhammad Abduh dan Rashid Rida. Pada Juli 1915 Ahmad Sanusi kembali ke Pesantren Cantayan untuk membantu ayahnya mengajar santri.
Sang ayah mendorong Ahmad Sanusi mendirikan pesantren di kampung Genteng. Santri pertamanya dari pesantren ayahnya.
Dia sering membuka diskusi mengenai persoalan pemikiran keagamaan berkaitan dengan gerakan pembaharuan.
Ahmad Sanusi menjadi Kyai sekaligus penulis dalam disiplin ilmu fikih, tauhid, tasawuf dan tafsir Al-Qur’an. Karyanya yang mahsyur: Siraj al-Azkiyya, Malja’ al-Talibin, Raudat al-Irfan fi Ma’rifat Al-Qur’an.
Karangan lainnya dalam bentuk manuskrip yang sudah tercetak diperkirakan jumlahnya sekitar 400-an judul. Kitab-kitab itu berada di tangan perorangan, di perpustakaan negara Belanda atau tempat lain.
Kitab-kitab yang ditulisnya berasal dari permintaan masyarakat untuk membahas dan mengkaji permasalahan yang berkembang saat itu. Misalnya permasalahan sosial, keagaaman dan negara.
Ahmad Sanusi terlibat dalam merumuskan berdirinya negeri. Ahmad Sanusi diangkat sebagai anggota BPUPKI dan berjuang bersama tokoh-tokoh lainnya.
Ahmad Sanusi diangkat sebagai anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), anggota Dewan Penasehat Daerah Bogor (Giin Nogor Shu Sangi Kai) dan Wakil Residen Bogor (Fuku Syucokan).
Dia juga yang membentuk Tentara PETA (Pembela Tanah Air), BKR (Badan Keamanan Rakyat) Sukabumi, KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah) Kotapraja Sukabumi dan bersama Mr. Syamsuddin diangkat sebagai pengurus Jawa Hokokai (Kebangkitan Jawa).
Menjadi anggota Sarikat Islam Cabang Sukabumi. Mendirikan organisasi AII (Al-Ittihad Al-Islamiyah) yang sempat dibubarkan Jepang, dan berdiri lagi dengan nama Persatoean Oemat Islam Indonesia (POII) atau Persatuan Umat Islam (PUI).
AII berazaskan Islam dengan tujuan “Menuju Kebahagiaan Umat dengan mamakai jalan atau madzhab Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah.”
Kegiatan AII diisi dengan pengajian, tabligh, dan mendorong para kyai untuk mendirikan madrasah-madrasah.
Ia berperan penting dalam perkembangan intelektualisme Sunda. Kiprahnya dalam pergerakan Islam menjadi jembatan antara kelompok Islam tradisonalis dan modernis.
Ia pernah ditahan dan diasingkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pada bulan Agustus 1927, Ahmad Sanusi difitnah terlibat dalam insiden perusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi, Bandung, dan Bogor.
Peristiwa tersebut dijadikan alasan pemerintah Hindia Belanda untuk menangkap dan menahan Ahmad Sanusi, karena jaraknya tak jauh dari pesantren Genteng, pesantren yang ia pimpin.
Beliau dimasukkan ke penjara Cianjur selama sembilan bulan sampai Mei 1928. Ahmad Sanusi (39 tahun) dipindahkan ke penjara di Kota Sukabumi sampai bulan November 1928.
Selama sebelas bulan Ahmad Sanusi diinterogasi oleh pemerintah Belanda, tetapi tak ada satu pun bukti yang menyatakan dirinya terlibat dalam peristiwa tersebut.
Gubernur Jenderal de Jonge memutuskan untuk mengasingkan Ahmad Sanusi ke Tanah Tinggi di Batavia Centrum. Keputusan itu untuk menjaga ketentraman umum, karena pemikiran Ahmad Sanusi berpotensi menumbuhkan semangat revolusioner dan nasionalisme bagi masyarakat.
Beberapa tahun kemudian, Ahmad Sanusi tinggal di Gunung Puyuh dan mendirikan Pesantren Syamsul Ulum pada 1934. Sepuluh tahun berselang, tahun 1944, saat Jepang masuk ke Indonesia, Ahmad Sanusi diangkat menjadi Foku Shuchohan (Wakil Residen wilayah Bogor). Setelah itu, diangkat sebagai anggota BPUPKI.
Dalam sidang-sidang BPUPKI pada sidang pleno 10 Juli 1945 ketika membahas bentuk negara kelak setelah Indonesia merdeka. Ahmad Sanusi menjadi penengah antara Mr. Soesanto dan Prof. Muhammad Yamin.
Mr. Soesanto mengusulkan agar Negara itu berbentuk Kerajaan. Usulan ini di tentang oleh Prof. Muhammad Yamin dari kelompok Nasionalis yang menghendaki bentuk Negara itu Republik.
Secara total Ahmad Sanusi memberikan gagasannya mengenai bentuk Negara dari perspektif Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadist.
Menurut Ahmad Sanusi sebaiknya Negara Indonesia ini berbentuk Imamat yang dipimpin oleh imam. Dengan kata lain berbentuk Republik yang dipimpin oleh seorang Presiden.
Ahmad Sanusi wafat pada umur 63 tahun di Pesantren Gunung Puyuh. Beliau mendapatkan pengahargaan sebagai perintis kemerdekaan dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Soeharto, dan Bintang Maha Putra Adipradana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 November 2009.
Namanya diabadikan oleh Pemerintah Kota Sukabumi menjadi salah satu nama Terminal dan jalan di kota Sukabumi, yang menghubungkan antara jalan Cigunung sampai Degung dengan nama jalan KH. A. Sanusi.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Reformasi Polisi dan Kebangkitan Pemuda: Seruan Keras Dr. Anton Permana di Hari Sumpah Pemuda
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
PT Soechi Lines Tbk, PT Multi Ocean Shipyard dan PT Sukses Inkor Maritim Bantah Terkait Pemesanan Tanker Pertamina
ISPA Jadi Alarm Nasional: Yahya Zaini Peringatkan Ancaman Krisis Kesehatan Urban
Kerusakan besar ekosistem Gaza, runtuhnya sistem air, pangan, dan pertanian akibat serangan Israel
Ilmuwan Gunakan AI untuk Ungkap Rahasia Dasar Laut Antartika
Kepala Desa Tirak, Suprapto, Membisu Soal Status Anaknya Yang Diduga Pembebasan Bersyarat (PB) Kasus Narkoba, Lolos Seleksi Calon Perangkat Desa
Jerat Jalur Merah: Ketika Bea Cukai Jadi Diktator Ekonomi
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Mahfud MD Guncang Kemenkeu: Bongkar Skandal 3,5 Ton Emas dan TPPU Rp189 Triliun di Bea Cukai!
No Responses