Menjadi Santri Abadi

Menjadi Santri Abadi
Ilustrasi: Pondok Pesantren Markaz Syariah di Megamendung, Bogor

Oleh: Muhammad Chirzin

 

Bangsa Indonesia baru saja memperingati Hari Santri Nasional, tanggal 22 Oktober 2025. Istilah “santri”, “pesantren”, dan “kiai” memiliki akar yang kuat dalam tradisi pendidikan Islam di Indonesia, khususnya di Jawa.

Istilah “santri” berasal dari bahasa Sanskerta, “shastri”, yang berarti “kitab suci” atau “ajaran agama”. Dalam konteks Jawa, santri merujuk pada murid atau pelajar yang belajar agama Islam di pesantren.

Istilah “pesantren” berasal dari kata “santri” dan awalan “pe-” yang berarti “tempat”. Jadi, pesantren dapat diartikan sebagai “tempat para santri” atau “sekolah agama”. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang menyediakan pendidikan agama, dan ilmu-ilmu lainnya.

Istilah “kiai” berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “guru” atau “pendidik”. Dalam konteks pesantren, kiai merujuk pada guru atau pendidik yang mengajar agama Islam dan ilmu-ilmu lainnya. Kiai adalah figur yang dihormati dan dipercaya dalam masyarakat, karena mereka memiliki pengetahuan yang luas tentang agama dan tradisi Islam.

Dalam tradisi pesantren, kiai berperan sebagai guru, pendidik, dan pemimpin spiritual. Mereka bertanggung jawab untuk mengajar dan membimbing santri dalam memahami agama Islam dan mengembangkan karakter yang baik. Sementara itu, santri diharapkan untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan mengikuti ajaran kiai untuk menjadi pribadi yang beriman dan berakhlak mulia.

Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen, Jawa Tengah, dianggap sebagai pesantren tertua di Indonesia, berdiri sejak tahun 1475 M. Didirikan oleh Syekh As-Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani, seorang ulama asal Yaman. Pesantren ini memiliki bukti autentik berupa prasasti Batu Zamrud Siberia di dalam masjid kompleks pesantren yang menunjukkan usianya lebih dari 500 tahun.

Beberapa pesantren lain yang termasuk tua adalah sebagai berikut.

Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan (1745 M)

Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo (1742 M)

Pondok Pesantren Buntet, Cirebon (1750 M)

Pondok Pesantren Nazhatut Thullab Sampang Madura (1702 M)

Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon (1705 M)

Pesantren-pesantren ini tidak hanya berperan dalam pendidikan Islam, tetapi juga dalam penyebaran agama Islam dan perjuangan melawan penjajah di Indonesia.

Peran pesantren dan santri di Indonesia sangatlah signifikan dan beragam dari masa ke masa. Berikut beberapa peran penting mereka.

Pertama, pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia dan berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, terutama pada abad ke-13 hingga ke-16.

Kedua, santri dan pesantren menjadi pusat perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti dalam Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Peran Pesantren di era modern, pertama, pendidikan dan pembentukan karakter. Pesantren tidak hanya mendalami ilmu agama, tetapi juga memperkenalkan ilmu pengetahuan umum, keterampilan, dan teknologi untuk membentuk karakter santri yang beriman dan berakhlak mulia.

Kedua, sebagai pusat pengembangan ekonomi dan sosial. Santri mengembangkan peran dalam bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan sosial kemasyarakatan, sehingga menjadi solusi konkret bagi kemajuan bangsa.

Ketiga, menjaga moral dan akhlak bangsa. Pesantren menjadi benteng dalam menangkal paham radikal yang mengancam persatuan bangsa dan menjadi tempat pembinaan moral bagi generasi muda.

Keempat, menghadapi globalisasi. Santri diharapkan mampu mengimbangi derasnya arus globalisasi dengan tetap menjaga jati diri bangsa dan memiliki landasan iman yang kokoh.

Belakangan ada tren pengembangan pesantren tahfizh Quran, dan di lingkungan Muhammadiyah ada Muhammadiyah Boarding School (MBS),lembaga pendidikan yang memadukan antara pengetahuan agama dan umum dalam proses pendidikannya. MBS tidak hanya fokus pada pendidikan formal, tetapi juga membekali santrinya dengan hafalan Al-Qur’an dan kemampuan bahasa Arab dan Inggris.

Makna dari pengembangan MBS di lingkungan Muhammadiyah adalah sebagai berikut. Pertama, MBS bertujuan untuk mencetak generasi yang tidak hanya memiliki pengetahuan akademis yang baik, tetapi juga memiliki dasar keimanan yang kuat dan kemampuan Al-Qur’an yang baik.

Kedua, MBS menawarkan pendidikan yang seimbang antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum, sehingga santrinya dapat menjadi individu yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.

Ketiga, MBS menggabungkan kurikulum nasional dengan kurikulum khas pesantren, sehingga santrinya dapat memperoleh pendidikan yang komprehensif dan berkualitas.

Pesantren penghafal Quran untuk anak-anak memiliki tujuan utama untuk membekali anak-anak dengan kemampuan menghafal Al-Qur’an sejak usia dini.

Pertama, membantu anak-anak menghafal Al-Qur’an sejak usia dini, sehingga mereka dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan lebih baik.

Kedua, menghafal Al-Qur’an meningkatkan kemampuan kognitif anak-anak, seperti memori, konsentrasi, dan disiplin.

Ketiga, membentuk membentuk karakter anak-anak yang baik, seperti sabar, disiplin, dan bertanggung jawab.

Usia dini (3-6 tahun) adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan anak-anak dengan Al-Qur’an dan memulai proses menghafal. Pada usia ini, anak-anak dapat mulai dengan menghafal surat-surat pendek dan ayat-ayat Al-Qur’an yang mudah.

Usia sekolah dasar (7-12 tahun) juga ideal untuk menghafal Al-Qur’an, karena anak-anak pada usia ini memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik dan dapat memahami konsep-konsep yang lebih kompleks.

Usia remaja (13 tahun ke atas) juga menjadi waktu yang baik untuk menghafal Al-Qur’an, karena mereka memiliki kemampuan analisis dan pemahaman yang lebih baik.

Beberapa anjuran bagi penghafal Quran adalah sebagai berikut.

Pertama, mengulang hafalan secara rutin. Rajin mengulang hafalan Al-Qur’an dapat membantu mengukuhkan hafalan dan mencegah lupa.

Kedua, menghayati dan mengamalkan isi Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an bukan hanya tentang menghafal kata-kata, tetapi juga memahami dan mengamalkan isi kandungannya.

Ketiga, menjaga niat dan tujuan. Menghafal Al-Qur’an harus dengan niat yang ikhlas dan tujuan yang baik, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Keempat, mengikuti contoh Rasulullah Saw. Menghafal Al-Qur’an dengan cara yang baik dan benar, serta mengikuti contoh Rasulullah Saw dalam menghafal dan mengamalkan Al-Qur’an.

Berikut lirik mars lagu Hari Santri Nasional.

 

22 Oktober 45

Resolusi jihad panggilan jiwa

Santri dan ulama tetap setia

Berkorban pertahankan Indonesia

Saat ini kita telah merdeka

Mari teruskan perjuangan ulama

Berperan aktif dengan dasar Pancasila

Ridho dan rahmat dari ilahi

NKRI harga mati

 

Ayo santri ayo santri ayo santri

Ayo ngaji dan patuh pada kyai

Jayalah bangsa, jaya Negara

Jayalah pesantren kita

Jayalah bangsa Negara

Jayalah Indonesia

Jayalah Indonesia

 

Nusantara tanggung jawab kita

Hari santri hari santri hari santri

Hari santri bukti cinta pada negeri

Ridho dan rahmat dari ilahi

NKRI harga mati

 

Ayo santri ayo santri ayo santri

Ayo ngaji dan patuh pada kyai

Jayalah bangsa, jaya Negara

Jayalah pesantren kita

 

Mari bersiap kita berangkat

Ke pesantren dengan penuh semangat

Raih cita-cita luruskan niat

Mengabdi tuk kemaslahatan umat

 

Hari santri hari santri hari santri

Hari santri bukti cinta pada negeri

Ridho dan rahmat dari ilahi

NKRI harga mati

 

Ayo santri ayo santri ayo santri

Ayo ngaji dan patuh pada kyai

Jayalah bangsa, jaya Negara

Jayalah pesantren kita.

 

Selamat Hari Santri Nasional 2025! Mari kita teruskan semangat perjuangan para ulama dan santri terdahulu dengan belajar sungguh-sungguh serta berkontribusi bagi negeri tercinta. “Dari pesantren untuk negeri — semoga semangat santri terus menyala dalam setiap langkah kebaikan.”

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K