Menjawab Keraguan Arvindo Noviar (Ketum Partai Rakyat), Atas Komunisme Sebagai Bahaya Laten

Menjawab Keraguan Arvindo Noviar (Ketum Partai Rakyat), Atas Komunisme Sebagai Bahaya Laten
Pierre Suteki

C. Analisis pertanyaan kedua:

“Mungkinkah kami dan generasi setelah kami mampu mempelajari sejarah, terutama pemikiran Bung Karno tanpa mengetahui apa itu komunisme?”

Di negara yang mengaku demokrasi, tidak ada larangan mempelajari semua ideologi dan atau pemikiran seorang tokoh beraliran apa pun.

Untuk mengetahui pemikiran Soekarno juga tidak harus memahami apa itu komunisme versi Soekarno saja melainkan juga bisa membandingkannya dengan pemahaman tentang komunisme dalam perspektif tokoh lainnya.

Pemikiran Soekarno yang paling terkenal adalah tentang Pancasila yang dicetuskan pada tanggal 1 Juni 1945 atau disebut Pancasila 1 Juni 1945.

Pancasila 1 Juni 1945 menjadi pembicaraan setelah terungkap AD-ART Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyebutkan menjadikannya asas dan misi partai.

Pancasila 1 Juni  adalah pidato Bung Karno di depan sidang BPUPKI saat membahas dasar negara. Susunan Pancasila yang diusulkan Bung Karno terdiri:

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Rumusan ini berbeda dengan Piagam Jakarta yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan yang ditandatangani 22 Juni 1945. Juga berbeda dengan rumusan Pancasila yang telah disahkan dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945 yang berlaku sekarang ini.

Asas dan misi dalam AD-ART PDIP yang akan memperjuangkan Pancasila 1 Juni 1945 menimbulkan pertanyaan sepertinya mengabaikan Pancasila resmi yang berlaku saat ini. 

Menarik untuk melacak, sebenarnya dari mana saja sumber pemikian Soekarno mengusulkan rumusan dasar negaranya. Walaupun dia menyebutkan dasar negara itu digali sendiri dari bumi Indonesia tapi dalam pidatonya itu jelas sekali pikirannya dipengaruhi oleh Adolf Baars, gurunya di HBS Surabaya.

Lalu mencuplik ajaran Dr Sun Yat Sen dengan San Min Chu I. Yaitu Mintsu, Min Chuan, Min Sheng. Artinya, nasionalisme, demokrasi, sosialisme.

Bung Karno berkata, “Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah HBS di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, katanya, jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia. Jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun.”

Kemudia dia melanjutkan, ”Itu terjadi pada tahun 1917. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya. Ialah Dr Sun Yat Sen. Di dalam tulisannya San Min Chu I atau The Three People’s Principles. Saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh The Three Peoples Principles itu.”

”Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr Sun Yat Sen, sampai masuk ke lubang kubur.”

Tentang penamaan Pancasila, Bung Karno juga mengaku itu bukan ide dia tapi saran dari temannya yang ahli bahasa. Bung Karno tak menyebut nama, tapi banyak orang menduga teman ahli bahasa yang dekat dengan Soekarno adalah Mohammad Yamin yang juga berpidato di sidang BPUPKI di hari pertama 29 Mei 1945.

Yamin juga mengusulkan dasar negara terdiri lima rumusan, yaitu:

1. Peri-Kebangsaan,
2. Peri-Kemanusiaan,
3. Peri-Ketuhanan,
4. Peri-Kerakyatan, dan
5. Kesejahteraan Rakyat.

Bung Karno menjelaskan, “Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar.”

Endang Syaifuddin Anshari dalam bukunya Piagam Jakarta 22 Juni 1945 mengatakan, bukanlah dari bumi Indonesia Soekarno menggali Pancasilanya. Ide-ide dan sumber-sumber luar memegang peranan penting dalam pelahirannya.

Begitu juga istilah Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi yang mengisi Trisila bukanlah asli konsep dari bumi pertiwi ini tapi pemikiran luar.

Sosio-nasionalisme terdiri paham internasionalisme dan nasionalisme. Sosio-demokrasi mencakup demokrasi dan keadilan sosial.

Dua istilah itu pernah dipakai menjadi asas Partai Indonesia (Partindo) dalam konferensi di Mataram tahun 1933.Sosio-demokrasi dan Sosio-nasionalisme itulah yang disebut Marhaenisme.

Jadi kalau sekarang PDIP menafsirkan Pancasila dengan perasan Trisila yang berisi Sosio-demokrasi dan Sosio-nasionalisme maka partai itu hendak menyebarkan paham Marhaenisme menjadi dasar negara.

Istilah Ketuhanan yang berkebudayaan dan berkeadaban yang sering disampaikan Ketua Umum PDIP Megawati juga berasal dari Bung Karno dalam pidato 1 Juni itu.

Bung Karno menjelaskan, “Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme-agama. Dan hendaknya negara Indonesia satu negara yang bertuhan. Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat menghormati satu sama lain.”

Atas dasar pemikiran Soekarno yang disakralkan oleh pendukungnya, mendorongnya untuk menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Namun demikian, hingga sekarang ini ternyata polemik tentang Hari Lahir Pancasila masih muncul ke pergulatan politik di tengah pandemi covid-19.

Pemerintah telah menetapkan hari lahir Pancasila tanggal 1 Juni 1945 melalui Keppres No. 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Syahdan, terkait dengan hiruk pikuk RUU HIP, BPIP dan RUU BIP seolah warga dibangunkan untuk mengaitkannya dengan penetapan harlah Pancasila 1 Juni 1945.

Sebagian masyarakat merasa bahwa Usulan RUU HIP—yang kemudian digugurkan—- dan RUU BPIP yang beraroma moderasi, deradikalisasi paham komunisme dan otoritatianisme tidak dapat pisahkan dari skenario penetapan harlah Pancasila tanggal 1 Juni 1945.

Seolah ada upaya untuk terus mengenang, memuja dan bahkan menjadikan pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 sebagai Ajaran Soekarnoisme yang pada akhirnya dinilai oleh beberapa pihak lebih berbau atau cenderung “kekirian”, khususnya jika dikaitkan dengan Nasakom pada tahun 1965.

Halaman berikutnya

Last Day Views: 26,55 K

6 Responses

  1. รีวิวเกมของค่ายสล็อตชั้นนำ Play’n GONovember 9, 2024 at 2:32 pm

    … [Trackback]

    […] Read More here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/menjawab-keraguan-arvindo-noviar-ketum-partai-rakyat-atas-komunisme-sebagai-bahaya-laten/ […]

  2. แทงบอล ราคาพูล 1×2November 22, 2024 at 5:23 pm

    … [Trackback]

    […] Read More Info here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/menjawab-keraguan-arvindo-noviar-ketum-partai-rakyat-atas-komunisme-sebagai-bahaya-laten/ […]

  3. herbal supplementsDecember 4, 2024 at 3:30 am

    … [Trackback]

    […] Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/menjawab-keraguan-arvindo-noviar-ketum-partai-rakyat-atas-komunisme-sebagai-bahaya-laten/ […]

  4. click here to readJanuary 4, 2025 at 3:49 pm

    … [Trackback]

    […] Here you can find 18108 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/menjawab-keraguan-arvindo-noviar-ketum-partai-rakyat-atas-komunisme-sebagai-bahaya-laten/ […]

  5. Engineering TechniciansJanuary 24, 2025 at 8:25 pm

    … [Trackback]

    […] Find More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/menjawab-keraguan-arvindo-noviar-ketum-partai-rakyat-atas-komunisme-sebagai-bahaya-laten/ […]

  6. โคมโรงงานJanuary 31, 2025 at 8:17 am

    … [Trackback]

    […] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/menjawab-keraguan-arvindo-noviar-ketum-partai-rakyat-atas-komunisme-sebagai-bahaya-laten/ […]

Leave a Reply