SOLO – Solo Madani Indonesia Jaya/SMIJ bekerjasama dengan Universitas Duta Bangsa/UDB telah menggelar Kegiatan Seminar Nasional memperingati Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dilangsungkan di Kampus Universitas Duta Bangsa/UDB, Nusukan.
Ada enam pembicara baik online maupun offline yang juga diundang dalam acara seminar nasional tersebut, antara lain :
A. Offline
1. Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. ( Advokat, Praktisi Hukum dan Dosen Unisula).
2. Dr. H. Amir Junaidi, S.H.,M.H., (Rektor Uniba)
3. Saepul Rachman, S.H., M.H. (Praktisi Hukum, Kandidat Doktor di UMS)
B. Online
1. Lukman Hakim, S.E., M.Si, Phd ( Ekonom dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS)
2. Ir.H. AA LANYALLA MAHMUD MATTALITTI, M.HP., (Ketua DPD RI)
3. Prof. Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H (Ketua Mahkamah Konstitusi Tahun 2013 – 2015)
Taufiq yang menghadiri undangan yang bertema “Transformasi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Menuju Konstitusi Bermartabat” menjelaskan Dekrit terjadi dua kali, yaitu :
Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno. Dekrit 23 Juli 2001 oleh Presiden Abdurrahman Wahid.
Latar belakang Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah Dewan Konstituante pada masa pemerintahan Demokrasi Parlementer tidak kunjung mendapat kebulatan suara dalam penyusunan Undang-Undang Dasar (UUD) yang baru, sementara situasi negara tidak menentu.
Dan Dekrit kedua dilakukan Oleh Abdurrahman Wahid atau yang biasa disebut dengan Gusdur Gus Dur dikenal kerap mengeluarkan kebijakan yang dianggap kontroversial dan membuat elite Senayan meradang, salah satunya penghapusan Tap MPR yang membahas tentang pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Syarat utamanya dilaksakannya Dekrit adalah harus adanya kegentingan yang memaksa.
Menurut Taufiq yang juga Dosen Fakultas Hukum dan Ketua Pusat Studi dan Kajian Anti Korupsi (PUSKAT) Unissula, saat ini semua lembaga di bawah kendali Jokowi. Lembaga negara dirusak Jokowi jadi tidak mungkin ada Dekrit.
Diakhir acara Taufiq kembali menjelaskan jika yang tepat saat ini adalah People Power atau Impeachment.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
No Responses