Rekaman Muhammad Chirzin
Indonesia tidak sedang baik-baik saja
Akan tiba saatnya
Semua menjadi nyata
Angkat topi untuk relawan, utamanya atas komitmen menjaga marwah dunia akademik. Bagaimana dunia kampus diobok-obok oleh politisi. Orang kampus dilarang, forbidden injak dunia politik; jika berhasrat, akademisi yang ASN harus melepas ASN-nya, bukan sekadar cuti di luar tanggunan negara.
Sebaliknya, politisi dengan enaknya dapat HC, baik Doktor maupun Profesor. Ya, salahnya birokrat Kampus juga, kok sampai melakukan itu. Memang beberapa ok, tapi sebagian besar, terasa sekali kental kepentingan politiknya. Ini pernyataan hipotetik, mudah-mudahan bisa diterima secara empirik.
Fakta hari ini memang demikian. Sangat memprihatinkan. Dunia kampus dan/atau dunia akademik seharusnya menjadi garda terdepan membangun karakter dan konsepsi kebangsaan. Karena kampuslah tempat di mana ide-ide besar lahir dan bersemi.
Negara ini dilahirkan dari gagasan-gagasan besar para akademisi pada jamannya. Lompatan jauh ke depan telah dipotret dengan matang oleh para pendiri negara saat itu. Kampus harus diberi ruang kebebasan akademik untuk terus-menerus melahirkan ide-ide besar tersebut, sekaligus menjaga marwahnya dari hal-hal yang bersifat kontaminatif dan kepentingan-kepentingan politik praktis sesaat.
Tentu, kampus tetap bersifat membuka diri, dalam arti siap memberikan penghargaan-penghargaan akademik kepada siapa saja yang secara teoretik konsepsional memberikan sumbangan keilmuan bagi kemajuan bangsa dan negara melalui gelar-gelar Honoris Causa. Yang tidak dibenarkan adalah apabila kampus obral gelar HC, semata-mata kepentingan politik praktis.
Ini PR kita untuk ikut mengawal kampus-kampus kita, sehingga tidak dijadikan instrumen atau media TRANSAKSI untuk kepentingan yang lebih rendah. Kita support pimpinan atau Civitas memberikan penghargaan yang sepatutnya diterima oleh orang yang sudah teruji dan mampu berkarya cemerlang, namun proses penganugerahan itu harus dilandasi dengan niat dan langkah yang mulia dan bermartabat.
Jika kampus cuek terhadap politik, bagamana kita dapat memperoleh pemimpin yang mumpuni dari generasi penerus? Maka, mahasiswa dan dosen perlu didorong untuk membuka mata dan telinga untuk tujuan reseptif (mencari asupan faktual, konseptual, dan prosedural), dan membuka mulut dikawal oleh pikiran kritis untuk tujuan ekspresif. Jika terjadi interaksi antar warga, maka akan tersedia bahan refleksi yang maha kaya, sehingga akan lahir gagasan-gagasan besar untuk memajukan bangsa.
Kolaborasi antara dunia keilmuan atau dunia akademik dengan dunia kepartaian menjadi solusi dan langkah awal membenahi benang kusut yang terjadi saat ini. Dunia keilmuan harus didorong terus-menerus utk melahirkan ide-ide kemajuan (melalui riset, pengabdian, dan lain-lain), lalu disampaikan kepada partai atau politisi.
Dengan demikian proses politik dalam rangka menyelenggarakan negara berjalan pada rel akademik. Kebenaran/keputusan yang dihasilkan tidak lagi atas dasar jumlah/voting, tapi atas dasar hikmah/akademik berbasis data (scientific).
Bila hal ini bisa kita anggap sebagai solusi, hasil diskusi dengan Partai Nasdem perlu ditindaklanjuti. Dibuat semacam “pioneering” skala kecil (DIY): pertemuan antara ilmuwan dan para praktisi partai politik.
Bisa juga ada workshop untuk kader partai, agar mereka mendapatkan asupan konseptual.
Perlu pula dipush oleh elemen-elemen kampus yang lain, supaya para rektor lebih berani bersuara. Selama ini agen perubahan kebanyakan dari mahasiswa. Wajar, mereka belum punya tanggungan. Dosen dan pegawai harus pikir-pikir panjang, karena ada konsekuensinya sebagai PNS (ASN) jika terlibat kegiatan politik, bisa-bisa kompor di rumah tidak ngebul.
Saya ikut prihatin. Ada paradigma yang terus dipertahankan: sumber kebenaran adalah “golek bala sebanyak mungkin, agar voting menang.” Andaikata ini terus dipakai, maka kita akan terus pula berada dalam kungkungan paradigma sesat tersebut. Bangunan ilmu pasti akan runtuh, ” wis ra ana gunane maneh – sudah tak ada gunanya lagi.”
Kita punya sistem “Kerakyatan” paling dewasa di dunia di mana ADU AKAL (argumentasi) menjadi andalan; BUKAN ADU OKOL seperti sekarang.
Kehadiran para profesor ke Nasdem Tower beberapa waktu yang lalu ternyata memberi pengaruh yang sangat kuat kepada Pak Surya Paloh, sehingga beliau terusik rasa keadilannya. “Saya yakin, kehadiran para profesor itu karena membawa hikmah, bukan karena jumlah.”
Sebenarnya sila keempat itu dibangun dengan pijakan: wasyawirhum fil amri…(QS Ali Imran).
Dengan begitu Demokrasi yang seharusnya diwujudkan adalah demokrasi Pancasila, melaui musyawarah dan mufakat, bukan Demokrasi Liberal, demokrasinya untuk pemenangan lewat voting. Inilah yang terjadi, ada inkonsistensi antara landasan dan aksi.
Jika melalui pendekatan pengukuran, maka praktik demokrasi tidak valid, dan jika pendekatan politik, maka demokrasi kita inkonstitusional. Inilah akibat Amandemen UUD 1945 yang tak sevisi dengan UUD 1945, sehingga mulai bermunculan pernyataan bahwa UUD kita sekarang adalah UUD Tahun 2002 sebagai produk amandemen UUD 1945 yang kebablasan.
Kita harus lanjutkan membantu Nasdem (Surya Paloh) dari serangan dahsyat yang terus digaungkan oleh media pro-status qou, bahwa “Pencalonan Pak Anies oleh Nasdem banyak ditinggal kader Nasdem…” Itu inti narasinya. Berita itu diulang-ulang pdahal faktanya hanya 1 orang pengurus, tapi yang masuk dan simpati ke Nasdem dengan Pencalonan Pak Anies justru lebih banyak, tapi ini tidak dikabarkan. Inilah fakta bahwa media sudah dikuasai para pemodal rakus.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasional Demokrat (NasDem), Willy Aditya, mengungkapkan kondisi Partai NasDem setelah secara resmi mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) pada pemilu 2024 mendatang.
Dia mengatakan, deklarasi tersebut telah memberikan dampak positif yang sangat signifikan bagi NasDem.
“Secara statistik, NasDem mengalami lompatan yang luar biasa, di dalam sosmednya, jangkauannya naik secara signifikan,” kata Willy Aditya usai menjadi pembicara dalam sebuah seminar politik yang diadakan FISIPOL UGM, Senin (10/10).
Dia tidak memungkiri, banyak juga pihak yang memberikan sentimen negatif terhadap langkah NasDem yang mendeklarasikan Anies. Namun, NasDem menurutnya enggan menghabiskan energi untuk menanggapi pihak-pihak yang tidak senang dengan sikap partai tersebut.
“Itu suatu keniscayaan, tentunya ada yang pro dan kontra. Berbeda pilihan itu sebuah keniscayaan, kita rayakan, kita saling menghormati,” lanjutnya.
Luar biasa… Hikmah itu muncul tidak cukup dengan pengetahuan dan pengalaman saja. Peran hati yang bersih dan pikiran yang jernih sangat menentukan. Semoga Indonesia menjadi semakin baik.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
linkNovember 28, 2024 at 7:26 pm
… [Trackback]
[…] There you will find 91396 additional Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-chirzin-kegalauan-ilmuwan/ […]
Read Full ReportDecember 1, 2024 at 10:47 pm
… [Trackback]
[…] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-chirzin-kegalauan-ilmuwan/ […]
top camsDecember 5, 2024 at 11:31 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-chirzin-kegalauan-ilmuwan/ […]