Oleh: Dr. Muhammad Najib
Dalam Islam ada istilah “insan kamil”, sebuah istilah yang dinisbatkan untuk menyebutkan seorang model ideal sebagai seorang Muslim.
Secara harfiah “insan kamil” dapat diartikan sebagai “manusia sempurna”. Model paling ideal “insan kamil” tentu Rasulullah Muhammad SAW. Karena itu Rasulullah dijuluki sebagai “uswathun hasanah” (contoh yang baik) sekaligus “qudwah” (model yang ideal).
Muhammad pada awalnya adalah seorang “dai”, dalam pengertian seorang yang selalu mengajak manusia pada kebenaran dan kebaikan, baik secara individual maupun komunal, di dunia maupun di akhirat kelak.
Pada saat bersamaan Muhammad juga seorang politisi, karena ia menempatkan kekuasaan sebagai sesuatu yang penting untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang diajarkannya.
BACA JUGA :
Fakta ini bisa dilihat dari perjalanan hidupnya, pada awalnya beliau melakukan tugas lebih sebagai dai, kemudian sejalan dengan semakin banyaknya para pengikutnya, beliau kemudian membangun kekuatan politik yang pada puncaknya memimpin sekaligus menjadi Kepala Negara Madinah.
Menariknya, pada saat beliau bermetamorfose dari dai menjadi politisi, tugas sebagai seorang dai tetap disandangnya. Lebih dari itu, beliau tetap memberi contoh yang baik dalam bertutur-sapa dan berprilaku, serta pola hidupnya tidak berubah sama sekali, meskipun telah menjadi seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan yang sangat besar sekaligus otoritas mengelola harta negara yang sangat banyak. Bahkan kehidupan pribadi maupun keluarganya semakin bersahaja.
Walau tidak bisa menyamai, upaya untuk mengikuti contoh yang diberikan Rasulullah sebagai seorang dai sekaligus politisi, para Khalifahu Rasyidin berusaha mendekati apa yang dilakukan Rasulullah baik dalam urusan pribadi maupun dalam mengelola negara.
BACA JUGA :
- Anton Permana: Makna Jiwa Korsa Bagi Prajurit TNI
- Anton Permana : Makna Jiwa Korsa Bagi Prajurit TNI (Bagian 2)
Setelah itu dicatat dengan tinta emas dalam tarikh, nama-nama para pemimpin ideal di dunia Islam antara lain: Umar bin Abdul Aziz yang lahir dari Bani Umayyah, Harun Al Rasyid yang lahir dari Bani Abbasiyah, Salahudin Al Ayyubi yang lahir dari keluarga Al Ayubiyah, dan Muahammad Al Fatih yang lahir dari Turki Usmani.
Kebanyakan para pemimpin Islam sukses sebagai dai, akan tetapi gagal sebagai politisi, khususnya saat mengemban amanah baik di eksekutif maupun legislatif.
Godaan duniawi para politisi yang mengemban amanah rakyat berupa kekuasaan, kemewahaan harta, dan penyakit nepotisme, merupakan ujian yang amat berat bagi para pengemban amanah kepemimpinan untuk bisa menunaikannya secara benar, khususnya terkait hak-hak rakyat yang harus ditunaikannya.
Menurut Ibnu Arabi seseorang baru bisa menjadi atau mendekati insan kamil, jika ia melatih dan berusaha untuk menjadi sufi, dalam pengertian melepaskan kecintaannya terhadap keindahan duniawi, dan pada saat bersamaan seluruh hidupnya didedikasikan untuk tujuan ukhrowi. Pandangan hidup seperti ini dikenal dengan istilah tasawuf.
Sementara menurut Abdul Karim Al-Jili, “insan kamil” merupakan istilah yang diberikan pada seseorang yang sikap hidup, kata-kata, dan perbuatannya merupakan cerminan dari sifat-sifat mulia Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan wujudnya yang sempurna baik dalam pengertian fisik maupun non fisik.
Lebih lanjut Al Jili membagi level manusia paling tidak menjadi tiga tingkatan. Bagi mereka yang ingin mencapai tingkatan yang tinggi harus berproses mulai dari yang terendah, kemudian secara bertahap naik sejalan dengan meningkatnya kualitas ritual dan spiritual seorang hamba kepada khaliqnya.
Disamping ikhtiar manusia melalui proses lahiriah dan bathiniah dalam bentuk praktik tertentu yang dikenal dengan “Tarikat”, mereka juga harus terus mendekatkan diri sembari berdoa memohon perkenanNya, karena hanya Allah yang memegang otoritas mengangkat derajat seseorang.
Dengan cara pandang seperti ini Al Jili menempatkan Nabi Muahammad pada tingkatan tertinggi, diikuti oleh para aulia dan syuhada serta salihin.
Benarkah sesulit itu untuk menjadi politisi yang baik? Kalau ingin menjadi “insan kamil” dalam arti sebenarnya mungkin saja sulit.
Akan tetapi kalau sekedar untuk menjadi politisi yang baik, rasanya kok “tidak”. Asalkan mereka mampu mengendalikan nafsunya terhadap godaan duniawi rasanya sudah cukup. Wallahua’lam.
Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.
EDITOR: SETYANEGARA
Artikel ini telah tayang di Rmol.id dengan judul “Mengenal Politisi Yang Islami”, https://rmol.id/read/2020/10/05/455133/mengenal-politisi-yang-islami.
Tags:Related Posts
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
ทำความรู้จัก Spadegaming ค่ายสล็อตอันดับ 1October 24, 2024 at 7:33 am
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-najib-mengenal-politisi-yang-islami/ […]
กระเบื้องทางเท้าNovember 28, 2024 at 8:16 pm
… [Trackback]
[…] Here you can find 43422 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-najib-mengenal-politisi-yang-islami/ […]