Musim Subur Lembaga Survei, Pertanda Apa?

Oleh : Budi Puryanto, Pemimpin Redaksi zonasatunews.com 

Mendadak lembaga survei bermunculan.Bak jamur dimusim hujan. Sepertinya saat ini memang musim subur bagi tumbuhnya lembaga survei baru. Atau yang selama ini kurang dikenal. Demikian faktanya.

Sekurangnya ada sekitar 28 lembaga yang merilis hasil survey Elektabilitas Capres. Ini fakta yang beredar luas di medsos. Hasilnya variatif, sebagian besar mengunggulkan petahana. Ada cukup banyak petahana unggul diatas 50%. Sebagian lagi mengunggulkan oposisi. Meskipun jumlahnya lebih sedikit.

Saya mendapat banyak pertanyaan dari pembaca zonasatunews.com. Apakah hasil survei itu benar semua? Benarkah Petahana menang diatas 50%? Benarkah oposisi sudah unggul diatas 50%.Pertanyaan itu mengacu dari hasil survei berbagai lembaga, yang sudah viral di medsos.

Mana yang benar

Semua lembaga survei mengaku menggunakan metodologi yang bisa dipercaya. Itu standar operasi survei. Lengkap dengan margin of error. Sampai disini sudah tampak benar.

Tapi untuk menjawab apakah semua hasilnya bisa dipertanggungjawabkan, tidak ada yang bisa menjamin. Mengapa? Karena memang tidak tersedia otoritas yang bisa menjamin hasil survei. Lembaga negara yang ada sementara ini belum ada yang berfungsi untuk melakukan standarisasi lembaga survei dan hasil-hasilnya.

Komisi Informasi, Komisi Penyiaran, KPU, BAWASLU, semestinya dapat mengambil inisiatif membuat regulasi dan  standardisasi survei.Melakukan audit terhadap proses dan hasil survei.

Hal itu perlu dilakukan untuk memastikan lembaga itu kredibel. Telah cukup waktu dan pengalaman dalam melakukan kerja survei. Metodologinya benar secara akademis. Ditopang oleh tenaga ahli dibidangnya. Sponsornya jelas. Besar biayanya wajar.

Dengan demikian hasil survei lebih terjamin obyektifitasnya. Kalau terjadi anomali hasil survei dan menjadi pertanyaan publik, lembaga tersebut bisa diaudit.

Pembentuk opini

Saat ini lembaga survei tidak terikat apapun secara hukum. Kecuali etika.Sehingga dengan bebas mengeluarkan hasil survei. Publik tidak terwakili oleh badan negara untuk menguji hasil survei. Apakah hasilnya layak dipercaya atau tidak.

Akibatnya hasil survei gagal menyajikan potret asli aspirasi pemilih. Tanpa ini, maka sebetulnya survei itu tidak lebih dari “operasi agitasi dan propaganda”. Hasil survei diarahkan untuk membentuk opini publik. Juga digunakan sebagai pisau agitasi untuk merobek pertahanan mental lawan. Pada saat yang sama sekaligus berfungsi sebagai parasut propaganda untuk melambungkan citra calonnya.

Pengalaman berkali-kali mengajarkan, bahwa hasil survei tidak selalu benar. Tapi dengan mission seperti tersebut terakhir, bagi sponsor tidak membutuhkan hasil benar. Yang terpenting telah berfungsi sebagai alat agitasi dan propaganda (agiprop). Soal metodologinya benar atau tidak, hasilnya sesuai atau tidak dengan hasil resmi pemilihan, itu tidak penting. Itu soal nanti.

Kalau terbukti hasilnya sesuai, itu bonus. Kalau tidak sesuai, gampang nanti dicarikan alasannya. Memang siapa yang peduli? Memang ada sanksi hukum kalau keliru? Memang sebagian besar rakyat tahu?

Saya pribadi berharap rakyat tidak mabok dengan hasil survei yang mengunggulkan calonnya. Juga tidak sakit hati, frustrasi, bila calonnya tidak unggul dalam survei.

Memangnya pemilihan umum ini diwakili lembaga survei, hasilnya rakyat disuruh ikut hasil survei? Tidaklah. Rakyat tetap berdaulat atas suaranya. Yakinlah !!

Related Posts