Ahli Hukum Sebut Group Astra Agro Lestari Terbukti Langgar Hukum Serobot Lahan Masyarakat di Sulbar

Ahli Hukum Sebut Group Astra Agro Lestari Terbukti Langgar Hukum Serobot Lahan Masyarakat di Sulbar
Kantor PT Pasangkayu, Astra AGro Lestari Group di Kabupaten Pasangkayu Sulawesi Barat

ZONASATUNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Hukum Jakarta Andi Syamsul Bahri, SH, menilai Group Astra Agro Lestari (AAL) terutama anak usahanya PT Pasangkayu terbukti melanggar hukum dengan melakukan penyerobotan lahan masyarakat di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, seluas 748 Hektar.

Penyerobotan itu terjadi saat pelepasan lahan hutan pada tahun 1990, untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Lahan yang telah diokupasi atau dikuasai oleh masyarakat setempat, sesuai aturan Menteri Kehutanan saat itu, seharusnya tidak termasuk yang dilepaskan.

Andi Syamsul Bahri, SH, Ahli Hukum dan Pengacara

Andi Syamsul Bahri menilai, perusahaan Astra Group (PT Pasangkayu) sebenarya telah menyadari kesalahannya. Terbukti pada tahun 2012 pihak perusahaan sudah berjanji untuk mengembalikan lahan tersebut. Apalagi, kata Syamsul, pihak perusahaan telah membuat surat tertulis.

“Masyarakat sudah mengalah bertahun-tahun. Sudah 33 tahun (1990-2023) lahannya diserobot ditanami kelapa sawit. Selama itu perusahaan sudah menikmati hasilnya. Sementara masyarakat tidak mendapatkan apa-apa. Perusahaan harus segera mengembalikan lahan tersebut,” kata Syamsul.

Sebenarnya sudah ada niat baik, kata Syamsul, pada tahun 2012 pihak perusahaan sudah bersedia mengembalikan. Sayangnya, niat baik itu tidak dilaksanakan. Perusahaan sudah membuat janji tertulis.

“Mengapa tidak diekskusi lahan itu. Justru tampak membiarkan saja. Saya menghimbau, pihak Astra Group, khususnya PT Pasangkayu, untuk segera merealisasi janjinya untuk mengembalikan lahan tersebut,” tegas Syamsul.

Menurut Syamsul, perusahaan harusnya bisa memberi manfaat kepada masyarakat sekitarnya. Karena dia memiliki tanggung-jawab terhadap lingkungan.

“Tetapi ini saya lihat kehadiran AAL justru merugikan masyarakat disana. Lahan tempat masyarakat mencari hidup diserobot. Itupun masyarakat masih bisa sabar dan bertahan. Kebaikan hati masyarakat seperti ini harus dihargai, dan dihormati. Tapi saya khawatir, karena sudah terlalu lama, menjadikan masyarakat tidak sabar lagi untuk menunggu. Lalu masyarakat bergerak dengan caranya sendiri. Janganlah. Jangan menunggu kesabaran masyarakat habis. Jalan terbaik adalah penuhi janjinya, segera kembalikan lahan itu kepada masyarakat. Biarlah lahan itu digarap masyarakat untuk tumpuan hidup keluarganya,” ungkap Syamsul.

Cara-cara persuasif sebaiknya ditempuh oleh pihak AAL/PT Pasangkayu. Syamsul menghimbau perusahaan tidak menempuh cara-cara kekerasan, seperti intimidasi, ancaman, atau teror.

“Cara-cara seperti itu sudah saatnya ditinggalkan. Karena akan membuat hubungan perusahaan dan masyarakat menjadi tidak harmonis. Perusahaan besar seperti AAL, pasti mengetahui, cara-cara kekerasan dalam segala bentuknya, pada akhirnya hanya akan membentuk citra negatif. Dalam era digital seperti saat ini, mudah sekali citra negataif itu menyebar dan akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan dan produk turuannya,” kata Syamsul.

Apalagi, kata Syamsul, dunia internasional sedang giat mengembangkan “Etika Lingkungan”. Sebuah produk, misalnya, kelapa sawit dipastikan dalam semua lini prosesnya produksinya tidak ada yang melanggar atau merusak lingkungan.

Baca Juga:

“Termasuk tidak melanggar UU, dan tidak merugikan kepentingan masyarakat sekitarnya,” ucapnya.

“Sekali lagi, saya menghimbau kepada pihak AAL dan PT Pasangkayu untuk segera memenuhi kewajibannya mengembalikan lahan yang telah dikuasai itu,” tegas Syamsul.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K