ZONASATUNEWS.COM, JAKARTA – Impeachment, atau pemakzulan, atau diberhentikan dari jabatan, adalah sebuah proses normal di negara demokrasi apabila presiden atau wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi.
Hal itu dikatakan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan kepada ZONASATUNEWS.COM melalui keterangan tertulis, Sabtu (21/10/2023).
Menurutnya, dimungkinkannya proses pemakzulan ini sangat penting bagi bangsa dan negara, agar presiden dan wakil presiden wajib menjalankan tugas-tugas pemerintahannya sesuai dengan batasan-batasan yang sudah ditetapkan di dalam konstitusi.
Di dalam konstitusi Indonesia, presiden dan wakil presiden juga dapat diberhentikan seperti di atur di dalam Pasal 7A:
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
“Yang dimaksud dengan pengkhianatan terhadap negara antara lain melanggar konstitusi. Sedangkan perbuatan tercela antara lain melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi. Misalnya, pembohongan publik dapat masuk kriteria perbuatan tercela, atau seperti yang disebut Rocky Gerung di dalam video ini,” ungkap Anthony.
Proses pemberhentian presiden, lanjutna, harus diajukan oleh DPR kepada Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, apabila masyarakat menduga bahwa presiden telah melakukan perbuatan tercela dan atau melanggar konstitusi, dengan bukti-bukti cukup lengkap, maka masyarakat dapat menghadap dan minta Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengevaluasi presiden, apakah benar presiden telah melakukan dugaan perbuatan tercela dan atau melanggar konstitusi.
Kalau DPR sependapat dengan masyarakat, maka DPR bisa minta Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan dugaan perbuatan tercela dan atau pelanggaran konstitusi tersebut.
Bisa saja DPR tidak sependapat dengan masyarakat, sehingga proses tidak berlanjut. Atau, Mahkamah Konstitusi tidak menemukan perbuatan tercela dan atau pelanggaran konstitusi, sehingga proses juga tidak berlanjut.
“Apapun hasilnya, yang terpenting adalah proses hukum dapat berjalan dengan baik. Bahwa semua orang sama di hadapan hukum,” tegasnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Ridwan Hisyam: Soeharto Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Dr. Anton Permana: “Soliditas TNI Masih Terjaga, Konflik Internal Itu Wajar Tapi Tak Mengancam”

Lebih Mudah Masuk Surga Daripada Masuk ASEAN

Zohran Mamdani adalah Pahlawan Kita

Soeharto, Satu-satunya Jenderal TNI Yang 8 Kali Jadi Panglima

Pro-Kontra Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Antara Rekonsiliasi dan Pengkhianatan Reformasi

Kasusnya Tengah Disidik Kejagung, Sugianto Alias Asun Pelaku Illegal Mining Kaltim Diduga Dibacking Oknum Intelijen

Habib Umar Alhamid: Waspada, Ombak dan Badai Bisa Menerpa Pemuda-Pemudi Indonesia

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

OKI mendesak Dewan Keamanan untuk mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB



No Responses